Haji
Senin, 31 Oktober 2011 - 19:50 WIB

Asrama haji, dulu dibangun sebagai tempat karantina

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Donohudan

(Solopos.com) – Orang menunaikan ibadah haji memang tidak seperti orang biasa yang ingin pergi ke luar negeri. Asal punya tiket, paspor dengan visa sesuai negara tujuan, tinggal pergi ke bandara sesuai jadwal dan terbang ke tujuannya. Salah satu “keistimewaan” orang yang akan pergi haji adalah mereka harus “mampir” dulu di tempat yang disebut asrama haji.

ASRAMA HAJI -- Sejumlah jemaah calon haji beristirahat di salah satu kamar di Asrama Haji Donohudan, Boyolali. Kini asrama haji lebih berfungsi sebagai tempat transit jemaah dari berbagai daerah seraya menunggu jadwal pemberangkatan, bukan lagi tempat karantina untuk pencegahan penyakit menular seperti di era 1970-an. (JIBI/SOLOPOS/dok)

Advertisement
Dari mana asal mulanya keharusan penggunaan asrama haji ini? Dimyati RF, Wakil Ketua II Pengurus Asrama Haji Pondok Gede, Bekasi, yang merupakan asrama haji tertua di Indonesia, menjawab pertanyaan itu. Katanya, angkutan haji mulai menggunakan pesawat sekitar tahun 1970-an, di mana calon jemaah haji diharuskan masuk karantina selama 5 x 24 jam. Berdirinya asrama haji dasarnya adalah permintaah Arab Saudi dengan mengacu temuan badan kesehatan dunia, WHO.

Badan kesehatan dunia saat itu menemukan jemaah haji dari Indonesia mengidap kolera. Untuk pencegahannyam dibutuhkan karantina yang hanya bisa dilakukan kalau ada fasilitasnya. Maka, pemerintah Indonesia cepat-cepat membangun asrama haji di berbagai daerah. Sebelum itu, saat asrama haji belum ada, beberapa tempat dijadikan sebagai tempat karantina. Lantas, masa penginapan di karantina pun berangsur berkurang, pindah ke asrama haji. “Sekitar tahun 1973, karantina berlaku tiga hari. Pada 1979, dua hari dan sekarang cuma semalam,” kata Dimyati.

Imam Prihadiyoko, salah seorang jurnalis di Jakarta, pernah mengungkap keharusan calon jemaah haji masuk dalam asrama haji, dimulai pada 1970. Hal ini terkait dengan ditetapkan Indonesia sebagai daerah endemik penyakit kolera oleh badan kesehatan dunia (WHO). Saat itu ada ketentuan WHO yang mengharuskan warga negara Indonesia yang ingin ke luar negeri dikarantina dulu sebelum berangkat.

Advertisement

Kondisi ini kemudian memaksa pemerintah Arab Saudi mengeluarkan aturan agar jamaah haji Indonesia di karantina selama lima hari sebelum keberangkatan, dan lima hari setelah tiba di tanah air. Pada tahun 1974, Direktur Jenderal Urusan Haji Prof KH Farid Maruf mulai merencanakan pembangunan asrama haji. Rencana itu, baru bisa direalisasikan pada masa Kementerian Agama dijabat Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Dirjen Urusan Haji dijabat Burhani Tjokrohandoko, yang memerintahkan pembangunan Asrama Haji Pondok Gede, Bekasi.

Pondok Gede dipilih karena lokasinya dekat dengan Bandara Halim Perdanakusumah, yang pada waktu itu merupakan bandara internasional penerbangan dari dan ke Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, jumlah jamaah haji yang menggunakan pesawat udara mengalami kenaikan sampai tiga kali lipat.

Maka, asrama haji pemberangkatan dikembangkan menjadi beberapa wilayah yaitu Jakarta dan Surabaya, selanjutnya ditambah lagi asrama haji Makassar dan Medan, serta kemudian Donohudan di Boyolali, yang melayani jemaah dari wilayah Jateng. Kini, jamaah haji hanya masuk asrama haji sehari menjelang keberangkatan, dan ketika tiba di Indonesia tidak perlu masuk ke asrama haji lagi.

Advertisement

Asrama haji saat ini berfungsi sebagai asrama haji embarkasi, yaitu asrama yang berfungsi untuk melayani calon jamaah haji dari proses awal sampai keberangkatan dan kepulangan melalui bandara haji. Fungsi kehadiran Asrama Haji Pondok Gede kini mulai menurun. Pasalnya, di beberapa daerah sudah banyak asrama haji.

JIBI/SOLOPOS/Ant

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif