SOLOPOS.COM - Suresh Nandmehar dan korannya (IST)

Suresh Nandmehar dan korannya (IST)

Ini bukan hanya karena namanya yang unik, “Baal Ki Khaal” atau “ Membelah Rambut”, tapi orang di balik surat kabar itu bukan pemilik media biasa, tapi tukang sepatu yang menerbitkan koran ini di waktu senggangnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sehari-hari Suresh Nandmehar, pemilik koran di Bhopal ini, bekerja memperbaiki sepatu dan sandal. Ia sedang duduk sambil menyilangkan kaki di toko kecilnya, nyaris tak ada waktu bersantai.

Tapi sejak 2003, laki-laki yang putus sekolah ini sudah menjadi editor surat kabar “Baal Ki Khaal” yang fokus pada kaum Dalit, salah satu kelompok sosial yang paling terpinggirkan di India.

“Saya tidak punya uang yang cukup untuk biaya publikasi. Jadi saya dapat bantuan dari teman saya seorang tukang cukur,” ujar Suresh.

“Saya bilang, saya tukang sepatu, saya bekerja menggunakan ‘khaal’atau kulit binatang, sementara kamu bekerja menggunakan ‘baal’ atau rambut. Ayo kita bekerja sama membuat satu surat kabar. Seperti itulah kami mendapatkan nama untuk surat kabar kami.”

Suresh mulai mendirikan koran dua mingguan setelah terjadi suatu unjuk rasa besar dari para tukang sepatu Bhopal. Mereka menuntut tanah dari pemerintah supaya mereka bisa mendirikan toko.

Di India, semua tukang sepatu adalah orang Dalit, kasta rendah di India. Ini karena mereka bekerja dengan menggunakan bahan kulit yang dianggap tidak bersih.

Kaum Dalit secara sosial dan ekonomi sangat terpinggirkan. Untuk itu, berbagai kebijakan pemerintah dibuat untuk membuat hidup mereka lebih baik. Ini termasuk memberikan tanah gratis untuk para tukang sepatu, sebagai tempat usaha.

“Pada 2003, para tukang sepatu ini menduduki Roshanpura Bhopal, alun-alun paling terkenal, untuk mendesak pemerintah,” ungkap Suresh.

“Unjuk rasa itu berlangsung sampai 27 hari, tapi masalahnya tidak diliput oleh media di Bhopal. Akhirnya pemerintah tidak meningkatkan luas daerah yang disisakan untuk kami.”

Meski kaum Dalit dilindungi oleh Konstitusi India, diskriminasi terjadi setiap hari. Seperti para tukang sepatu, sebagian besar kaum Dalit melakukan pekerjan yang dianggap banyak orang Hindu kotor atau secara spiritual tidak baik. Misalnya membersihkan saluran air dan selokan. Dan mereka kerap dilarang masuk ke dalam kuil atau rumah orang-orang berkasta lebih tinggi dari mereka.

Hal inilah yang mendorong Suresh untuk memulai surat kabarnya. “Pengabaian yang dilakukan media membuat saya sangat sedih dan saya memutuskan untuk membuat surat kabar saya sendiri yang bisa menyuarakan keluhan dan hak-hak kaum Dalit, atau kelas yang rendah. Kami selama ini tidak dihiraukan juga tidak didengarkan.”

Ia menulis semua cerita, lalu memberikan artikel-artikel itu kepada tempat penyewaan jasa komputer yang akan merancang tata letak sekaligus memproduksi surat kabar dengan printer pribadi.

Temannya , seorang jurnalis juga ikut membantu. Tapi selama beberapa tahun, Nandmehar sendiri lah yang menulis semua artikel, mengedit, mencetak dan menerbitkan surat kabar delapan halaman itu sendirian. Surat kabar ini terbit tiap dua minggu.

Kini dia sudah punya lima reporter. Dan karena dananya masih cekak, mereka bekerja tanpa dibayar. Surat kabar ini untuk dibuat oleh dan untuk kelompok Dalit. Namun awalnya mereka justru mendapat tanggapan negatif dari kelompok.

“Waktu saya mengajukan renanca saya kepada komunitas saya, mereka enggan dan tidak siap untuk inistiatif seperti ini. Baru setelah lama saya membujuk mereka, saya bisa menyakinkan mereka kalau surat kabar itu bukan sesuatu yang hanya bisa dinikmati oleh oleh orang-orang kaya dan berpengaruh.”

Tapi kini, ia bisa menjual 8.000 eksemplar setiap dua minggu dengan 7.000 pelanggan tetap. Banyak warga dalam komunitas Dalit yang kini merasa surat kabar ini adalah pelindung mereka.

“Dulu saya suka pergi jalan kaki ke beberapa desa terpencil di daerah sekitar Bhopal untuk meningkatkan kesadaran mereka soal surat kabar ini. Kami juga mendapatkan berita-berita dari berbagai tempat di mana petugas pemerintah bahkan tidak mau menginjakkan kaki mereka.”

Sementara itu, Amitabh Pandey, salah satu pembaca setia dari kasta Brahmin yang lebih tinggi, menghargai upaya Suresh menerbitkan koran ini.

“Menerbitkan surat kabar semacam ini dengan uang yang sedikit sekali sangat dianjurkan. Dia benar-benar melayani komunitasnya,” ujar Amitabh.

“Orang-orang dari kasta rendah dan masalah yang mereka hadapi jarang mendapat tempat dalam media yang besar. Dia memang melakukan hal yang baik ketika membuat surat kabarnya sendiri. Semestinya dia didukung supaya bisa meneruskan pekerjaannya.”

Kini Suresh mendapat banyak pujian dari para pembacanya. Mereka senang karena bisa punya surat kabar mereka sendiri. Di sini mereka bisa menyuarakan keinginan dan menyampaikan berbagai masalah mereka.

“Impian saya adalah membuat surat kabar mingguan. Saya belum punya uang untuk melakukannya, tapi menurut saya di masa mendatang “Bal ki Khaal” bisa menjadi suara kaum Dalit di negeri ini. Menurut saya, mereka yang membaca surat kabar saya mengerti masalah yang dihadapi kamu Dalit disini. Saya juga mencari bantuan lebih banyak dari pemerintah, lewat iklan resmi dalam surat kabar ini.”



Shuriah Niazi
Asia Calling/Bhopal, Madhya Pradesh

Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.asiacalling.org

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya