SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<blockquote><p>Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Jumat (3/8/2018). Esai ini karya Sudaryati, konselor menyusui di Yayasan Kakak Solo. Alamat e-mail penulis adalah atik_sudaryati@yahoo.com.<strong><br /></strong></p></blockquote><p><strong>Solopos.com, SOLO –</strong> Setiap 1-7 Agustus seluruh dunia memperingati Pekan ASI Sedunia atau World Breastfeeding Week. Pada 2018 ini peringatan tersebut mengambil tema <em>Brastfeeding:&nbsp; Foundation of Life</em>, <em>ASI sebagai Dasar </em><em>K</em><em>ehidupan</em>.&nbsp;</p><p>Sejarah pekan ASI seduni berawal dari anjuran pemberian ASI secara eksklusif, yang artinya bayi hanya diberi ASI tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan lain sebagainya.</p><p>Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya enam bulan dan setelah enam bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan padat. Sedangkan ASI terus diberikan sampai bayi berusia dua tahun.&nbsp;&nbsp;</p><p>Para ahli menemukan manfaat ASI akan meningkat bila bayi hanya diberi ASI selama enam bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai dengan pemberian ASI ekslusif serta lamanya pemberian ASI bersama dengan makanan padat setelah bayi berumur enam bulan.</p><p>WHO dan Unicef membuat deklarasi yang dikenal dengan <em>Deklarasi Innocenti </em>(<em>Innocenti Declaration</em>) di Florence, Italia, pada 1990. Deklarasi ini bertujuan menyepakati setiap awal pekan Agustus (tanggal 1-7 Agustus) dijadikan sebagai Pekan ASI Sedunia (World Breastfeeding Week).&nbsp; Tujuannya mengingatkan masyarakat di seluruh dunia betapa pentingnya ASI bagi bayi.&nbsp;</p><p>Pada 2002, WHO dan Unicef mencanangkan strategi &nbsp;global peningkatan pemberian makanan bayi dan anak yang meliputi inisiasi menyusu dini (IMD) segera setelah lahir dalam satu jam pertama, dilanjutkan dengan rawat gabung; hanya memberikan ASI saja sejak lahir sampai bayi berumur enam bulan; memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) mulai umur enam bulan dan menyusui dilanjutkan sampai anak berumur 24 bulan.</p><p>ASI merupakan makanan yang ideal untuk bayi. &nbsp;ASI aman, bersih, ramah lingkungan, dan mengandung antibodi yang membantu melindungi dari banyak penyakit umum yang terjadi pada anak. Anak yang diberi ASI secara optimal menunjukkan hasil tes kecerdasan yang lebih baik, cenderung tidak mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, dan tidak rentan terhadap penyakit diabetes.</p><p>Pemasaran produk pengganti ASI yang tidak tepat terus mengurangi upaya untuk meningkatkan angka dan jangka waktu menyusui. Bersadarkan data dari pantauan status gizi tahun 2017 Kementerian Kesehatan, bayi yang mendapat ASI eksklusif pada usia 0-6 bulan sebanyak 35,7%.</p><p>Di Kota Solo pencapaian ASI eksklusif menurut <em>Profil </em><em>K</em><em>esehatan Kota Surakarta </em><em>T</em><em>ahun</em> <em>2017</em> sebesar 42%. Hal ini masih jauh dari target nasional sebesar 80% padahal pemberian ASI eksklusif merupakan hak bayi yang harus dipenuhi oleh ibu. Ini menunjukkan pemberian ASI sebagai makanan pertama bayi masih kurang.</p><p>Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan kualitas sumber daya manusia secara umum. Penurunan gizi anak yang menyebabkan anak bergizi kurang hingga bergizi buruk dan tumbuh pendek (<em>stunting</em>) dapat dicegah sedini mungkin dengan pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI yang benar.</p><p><em>Stunting</em> adalah masalah gizi kronis yang disebabkan asupan gizi yang kurang dalam waktu yang lama, umumnya karena asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.&nbsp; Anak <em>stunting </em>didefinisikan berdasar tinggi badan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan anak.&nbsp;</p><p>WHO menetapkan batas toleransi <em>stunting</em> maksimal 20% atau seperlima dari jumlah keseluruhan anak berusia di bawah lima tahun. Di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta anak berusia di bawah lima tahun adalah penderita <em>stunting</em> atau sekitar 35,6%. Sebanyak 18,5% terkategori sangat pendek dan 17,1% terkategori pendek.</p><p>Ini juga yang mengakibatkan WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk. Anak yang <em>stunting </em>memiliki produktivitas yang rendah yang tentu perdampak pada aspek ekonomi. Efek berbahaya pada <em>stunting</em> bukan hanya pertumbuhan tinggi badan yang terhambat tetapi juga perkembangan otak yang buruk.</p><p>Bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung memiliki tinggi badan sesuai dengan kurva pertumbuhan dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. ASI mengandung kalsium yang lebih banyak dan dapat diserap oleh tubuh dengan baik dan dapat terhindar dari <em>stunting.&nbsp; </em></p><p>Kandungan ASI sesuai dengan kebutuhan bayi sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan bayi dan status gizi bayi menjadi ideal, baik dalam pertumbuhan tinggi badan maupun berat badan. Ini hanya tercapai jika bayi mendapatkan ASI eksklusif.</p><p>Bagi bayi ASI merupakan makanan yang paling sempurna. Kandungan gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. ASI juga mengandung zat untuk perkembangan kecerdasan, zat kekebalan (mencegah dari berbagai penyakit), dan dapat menjalin hubungan cinta kasih antara bayi dengan ibu.</p><p><strong>Memutus Rantai Kemiskinan</strong></p><p>Pemberian ASI dapat membentuk perkembangan emosi karena dalam dekapan ibu selama disusui, bayi bersentuhan langsung dengan ibu sehingga mendapatkan kehangatan, kasih sayang, dan rasa aman. &nbsp;Berdasarkan penelitian, bayi yang mendapatkan ASI sampai usia dua tahun mengurangi tingkat kekerasan ibu terhadap anak.</p><p>Manfaat menyusui atau memberikan ASI bagi ibu tidak hanya menjalin kasih sayang, tetapi juga dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, mengurangi risiko terkena kanker payudara, dan merupakan kebahagiaan tersendiri bagi ibu.&nbsp;</p><p>Manfaat ekonomi pemberian ASI bagi keluarga adalah mengurangi biaya pengeluaran, terutama untuk membeli susu, serta mengurangi biaya untuk pemeriksaan kesehatan karena bayi yang mendapatkan ASI tidak mudah sakit.</p><p>Bagi negara, pemberian ASI dapat menghemat devisa negara, menjamin tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas, menghemat subsidi biaya kesehatan masyarakat, dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat penggunaan plastik sebagai peralatan susu formula (botol dan dot). Dengan demikian menyusui bersifat ramah lingkungan.</p><p>Melindungi, mendukung, dan mempromosikan ASI mendesak bagi Indonesia, apalagi mengingat masih tingginya angka kurang gizi buruk dan <em>stunting</em>, besarnya persentase bayi lahir dengan berat badan rendah serta masih sedikitnya pemberian ASI yang optimum.</p><p>Pelaksanaan inisiasi menyusui dini, pemberian ASI saja selama enam bulan pertama yang dilajutkan hingga anak berusia dua tahun, serta pemberian MP-ASI yang bergizi seimbang harus terus digalakkan. Ini merupakan dasar untuk kesehatan dan kesejahteraan anak pada masa mendatang.</p><p>Perempuan pekerja harus memperoleh hak cuti hamil dan tercipta lingkungan bekerja yang kondusif terhadap pemberian ASI. Sekarang ini, perempuan pekerja berhak mendapatkan tiga bulan cuti hamil, namun banyak perempuan yang bekerja di sektor informal dan perempuan pekerja dengan upah harian yang belum menikmati hak cuti ini.</p><p>Cuti hamil bahkan seyogianya diperpanjang sampai enam bulan untuk memberi kesempatan kepada ibu memberi ASI saja kepada bayi selama enam bulan penuh. Tempat kerja perlu diwajibkan untuk memberi waktu dan ruang bagi ibu untuk menyusui dan memerah ASI.</p><p>Fasilitas kesehatan, dari puskesmas sampai rumah sakit, harus pro ASI. Di antaranya dengan menyediakan fasilitas konseling ASI serta penerapan langkah-langkah keberhasilan ASI. Penerapan kebijakan tentang pembatasan susu formula di tempat fasilitas kesehatan harus ditegakkan. Fasilitas yang ramah ibu menyusui harus disediakan. Penyebaran tenaga kesehatan yang pro ASI dan &nbsp;mampu memberikan konseling menyusui dengan baik harus diintensifkan.</p><p>Memberlakukan dan menegakkan aturan yang membatasi susu formula dipromosikan dan diperjualbelikan dengan bebas harus secara tegas. Beberapa hasil penelitian mengaitkan luasnya distribusi susu formula dan menurunnya cakupan ASI eksklusif.</p><p>Jika hendak menaikkan angka pemberian ASI, pemasaran susu formula harus dikendalikan dan didukung penegakan peraturan tentang pemasaran susu formula. Semua komponen masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, menjadi <em>agent of change </em>yang bisa dimulai dari keluarga dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pemberian ASI eksklusif.</p><p>ASI bukanlah persoalan kaum perempuan saja, tetapi kaum laki-laki pun dapat memberikan dorongan, spirit, untuk menjadi <em>agent of change</em> dalam peningkatan pemberian ASI eksklusif. ASI jangan dilihat sekadar sebagai solusi gizi, tetapi juga sebagai investasi jangka pendek dan jangka panjang untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa serta upaya memutus rantai kemiskinan.</p>

Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya