SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

PHNOM PENH–ASEAN mendesak negara-negara Barat, termasuk Uni Eropa (UE), segera mencabut sanksi-sanksi atas Myanmar setelah negara itu melakukan reformasi demokratis.

Seruan dikeluarkan 10 pemimpin negara setelah pertemuan puncak KTT ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, Rabu (4/3/2012). PM Kamboja, Hun Sen, mengatakan, tuntutan pencabutan sanksi kali pertama akan dikirim kepada UE, yang telah mengenakan sanksi terhadap Myanmar atas sejumlah besar pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam pertemuan puncak ini, Myanmar langsung diwakili langsung oleh Presiden Thein Sein. Thein Sein menerima banyak pujian atas langkah reformasi terbaru atas berlangsungnya pemilu, (1/4/2012), yang dimenangkan tokoh prodemokrasi Aung San Suu Kyi dan partai pimpinannya, meskipun militer masih mendominasi di parlemen.

Menurut menteri luar negeri (Menlu) Indonesia, Marty Natalegawa, selama KTT berlangsung para pemimpin negara ASEAN menyebut pemilu Myanmar sukses karena berlangsung secara damai dan diikuti oleh mayoritas pemilih. Dikatakannya, selama ini Myanmar seolah merupakan kambing hitam bagi ASEAN, dan para anggota lain berulang kali menegur atas kegagalannya dalam mendorong langkah-langkah demokratisasi, termasuk membebaskan Suu Kyi dari tahanan rumah.

“Ini adalah perubahan yang sangat besar dalam dinamika saat ini. Biasanya isu tentang Myanmar dibahas sebagai masalah, tapi sekarang sangat jauh berbeda,” ujar Marty seperti dilansir yahoonews.

“Tidak ada lagi kecaman, malah banyak pujian,” imbuhnya. Dikatakannya, para Menlu ASEAN akan menyampaikan banding sanksi Myanmar sat bertemu rekan-rekan mereka di UE dalam waktu dekat.

Bulan lalu UE telah menangguhkan larangan masuk Eropa bagi 87 pejabat Myanmar, sebagai upaya menghargai proses reformasi politik di negeri yang berpuluh tahun di bawah kekuasaan junta militer itu. Namun sanksi pembekuan aset masih diberlakukan hingga pemberitahuan lebih lanjut.

UE juga masih menetapkan memberlakukan embargo senjata dan larangan penjualan barang-barang, akibat aksi represi internal. Juga penghentian sejumlah program bantuan pembangunan.

Sementara para pemimpin ASEAN satu suara terkait isu Myanmar, sejumlah negara anggota beda pendapat terkait usulan perjanjian non-agresi. Perjanjian ini dimaksudkan mencegah bentrokan bersenjata dalam konflik teritorial antara China dan sejumlah anggota ASEAN, yakni Brunei, Malaysia, Vietnam dan Filipina.

Presiden Filipina, Benigno Aquino III, bersikeras ASEAN harus menyusun semacam “kode etik” dan mengikatnya dengan China. Selama ini Beijing selalu menolak pengaturan yang membuat mereka harus berhadapan dengan sebuah kelompok atau blok, dan memilih bernegosiasi secara individu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya