SOLOPOS.COM - Karamba memenuhi kawasan Rawa Jombor di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten, Kamis (24/10/2019). (Solopos-Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN -- Selain memiliki fungsi utama untuk irigasi pertanian, Rawa Jombor selama ini dikenal sebagai salah satu lokasi budi daya ikan hingga destinasi wisata di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Karamba untuk budi daya ikan hingga warung apung memadati sebagian rawa seluas 179 ha di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten, itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sebelum dikenal sebagai waduk dengan keliling tanggul sekitar 7,5 km, kawasan Rawa Jombor merupakan pekarangan, sawah, serta permukiman warga. Hal itu seperti yang tertulis pada buku berjudul mengenal Desa Krakitan yang disusun kantor Desa Krakitan pada 1980.

Pada 1900 atau sebelumnya, kawasan Rawa Jombor Klaten merupakan tanah rendah seperti kedung yang lebar dikelilingi pegunungan. Lantaran lokasinya sangat rendah, air yang berada di kawasan itu tak bisa terbuang baik saat musim hujan maupun kemarau.

Di sisi barat laut tanah rendah itu, ada Kali Ujung yang mengalirkan airnya hingga ke Kali Dengkeng. Dimungkinkan lantaran Kali Ujung sering kelebihan air saat musim hujan, air yang berada pada tanah rendah tersebut kian melebar hingga menjadi rawa.

Kelebihan air itu terus menggenangi tanah pekarangan, sawah, hingga permukiman warga. Alhasil, penghuni kampung dipindahkan ke tempat lain di tepi rawa atau tanah tegalan di sekitarnya.

Pada 1901, Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Paku Buwono (PB) X, bersama Pemerintah Belanda mendirikan pabrik gula di Manisharjo, Kecamatan Pedan.

Karena memerlukan air untuk lahan yang ditanami tebu, PB X bersama Pemerintah Belanda membangun saluran air dari Rawa Jombor. Pekerjaan dimulai pada 1917 dengan membuat terowongan menembus gunung dan membuat talang di atas Kali Dengkeng. Proses pembangunan rampung pada 1921.

Saat perang dunia kedua pecah (1941-1942), Pemerintah Belanda yang sebelumnya menguasai Indonesia pergi dan digantikan Pemerintah Jepang. Oleh Pemerintah Jepang, Rawa Jombor dijadikan waduk dengan cara dibangun tanggul.

Pembangunan tanggul dilakukan para pekerja paksa atau dikenal dengan romusa. Tanggul selebar 5 meter mengelilingi waduk itu hingga luasan rawa menyusut dari sekitar 500 ha tersisa 180 ha. Rawa Jombor difungsikan tempat penampungan air guna irigasi lahan pertanian sekitar 270 ha.

Kasi Kesejahteraan Rakyat dan Pelayanan Desa Krakitan, Suwanto, mengatakan dari cerita yang disampaikan secara turun temurun, Rawa Jombor sebelumnya tanah pekarangan, lahan pertanian, hingga permukiman warga. Benda atau bangunan yang membuktikan sisa perkampungan sebagian masih terpendam di dasar rawa.

“Masih ada makam di dalam rawa. Namun, karena sudah terlampau lama saat ini posisinya terendam lumpur,” kata Suwanto saat ditemui di kantor Desa Krakitan, Kamis (24/10/2019).

Salah satu warga Krakitan, Darminto, mengatakan ada sekitar tujuh dukuh di tanah rendah yang kini menjadi Rawa Jombor. Dukuh itu di antaranya Drajat, Jombor, serta Tawang.

“Ada permukiman tetapi sedikit. Lainnya sawah,” kata dia.

Lantaran terus tergenang air, warga dari kampung itu dipindahkan. Sementara, kawasan Rawa Jombor mulai dibangun menjadi waduk pada zaman penjajahan.

“Ada pembangunan lagi itu kalau tidak salah sekitar 1967,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya