SOLOPOS.COM - Rumah peninggalan Wong Kalang di Kota Gede Jogja. (Youtube)

Solopos.com, JOGJA Kotagede merupakan salah satu kawasan padat di Kota Jogja, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan statusnya kini merupakan Kawasan Cagar Budaya (KCB). Dilansir dari Kebudayaan.jogjakota.go.id, Kamis (11/11/2021), Kotagede banyak mulai dikenal oleh masyarakat luas sejak abad ke-16, yaitu awal Kerajaan Mataram Islam.

Awalnya, kawasan ini dikenal sebagai Alas Mentaok dan kemudian berkembang menjadi permukiman penduduk. Perkembangan wilayah ini sangat berkaitan dengan letak geografis hutan tersebut dengan pusat Kerajaan Mataram Islam. Selain itu, Alas Mentaok ini dulu dijadikan sebagai area penampungan bagi masyarakat wong kalang yang datang ke Bumi Mataram Islam pada abad ke-17.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepiawaian wong kalang dalam mengembangkan bidang keahlihan, khususnya di bidang kerajinan ukir kayu, emas, hingga perak akhirnya menjadi roda penggerak berkembangnya Alas Mentaok menjadi daerah pemukiman di mana banyak ditemukan jasa pembuatan seni kerajinan  yang hingga sekarang banyak ditemukan di kawasan tersebut dan menjadi daya tarik wisatawan lokal dan mancanegara.

Baca Juga: Wong Kalang Pemilik Harta Karun di Blora: Penjaga Hutan & Ahli Kayu

Perdagangan dan Kerajinan

Pengrajin Perak (1939)
Pengrajin Perak (1939) (Sumber: Jogjakota.go.id)

Dari berbagai aktivitas ekonomi, sektor kerajinan dan perdagangan di Kotagede Jogja merupakan sektor yang paling dominan dari masa kerajaan hingga masa kolonial. Hal ini terbukti dari beberapa nama kampung yang dinamakan sesuai dengan profesi masyarakatnya, seperti kampung Kemasan, Sayangan, Samakan, Mrangen, Pandeyan dan Jagalan.

Meskipun penamaan kampung-kampung tersebut didasarkan oleh pengelompokan aktivitas masyarakat, namun dinamika sosial ekonomi masyarakat  tidak mampu mempertahankan kesesuaian tersebut. Hingga abad ke-20, telah banyak kerajinan atau pertukangan yang tidak mengelompok sesuai nama kampung-kampung tersebut.

Para pengrajin ukiran dan keris tidak lagi dijumpai di Mrangen, profesi menyamak kulit juga tidak berpusat di Samakan, begitu juga ahli pembuatan alat perkakas dari besi (pandhe) yang tidak hanya ditemukan di kampung pandheyan tetapi terdapat di kampung-kampung lainnya.

Baca Juga: Berkat Wong Kalang, Kotagede Jogja Jadi Sentra Perak

Jadi Abdi Dalem Mataram

Salah satu kerajinan ukir yang paling menonjol di kawasan Kotagede Jogja adalah kerajinan perak. Tumbuhnya usaha ini diperkirakan telah ada pada abad ke-17 saat pemerintah Kesultanan Mataram Islam menempatkan komunitas wong kalang di kawasan tersebut. Oleh pemerintah Kesultanan saat itu, wong kalang yang menetap di Alas Mentaok yang kini dikenal dengan Kotagede dilibatkan menjadi abdi dalem kraton untuk membuat perhiasan dan peralatan rumah tangga.

Saat itu Kotagede merupakan pusat Kesultanan Mataram Islam dan wong kalang ditempatkan di area hutan dekat pusat kerajaan dan karena semakin naiknya usaha kerajinan perak ini, akhirnya alas mentaok berkembang menjadi area pemukiman. Saat pusat Kesultanan Mataram Islam dipindah dari Kotagede, para pengrajin kerajinan perak dan ukir itu memilih untuk menetap di wilayah tersebut hingga sekarang.

Selain dikenal dengan kerajinannya, Kotagede juga dikenal dengan sederet rumah kalang yang mewah. Terletak di Jalan Tegal Gendhu, rumah-rumah dengan arsitektur khas Tionghoa dan Belanda berdiri berjejeran, menggambarkan kejayaan masyarakat wong kalang di kala itu. Namun tidak mengherankan karena wong kalang saat itu sudah bergelut di bidang usaha perdagangan dan pegadaian. Saat ini, rumah kalang sudah berstatus sebagai Warisan Budaya dan Bangunan Cagar Budaya.

Baca Juga: Wong Kalang Hidup Kaya Raya di Kotagede Jogja, Rumahnya Mewah

Saat ini, rurmah kalang di Kotagede hanya menyisakan 12 buah rumah dan area sebarannya mencakup tepi jalan Tegal Gendhu. Saat itu, wong kalang tidak boleh membangun rumah seperti masyarakat pada umumnya karena pandangan wong kalang yang memiliki derajat rendah sebagai manusia hutan dan keturunan binatang, namun karena kondisi ekonomi wong kalang yang semakin merangkak naik saat itu, mereka tidak mempedulikan anggapan rendah orang lain dan berani membangun rumah dengan arsitektur modern pada saat itu.

Sebagai catatan, tidak banyak orang Jawa pada saat itu yang cukup kaya untuk membangun rumah yang demikian, sehingga rumah Kalang menjadi simbol kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya