Solopos.com, WONOGIRI — Setiap daerah tentu memiliki sejarah yang menarik, seperti Dusun Tandon di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Di wilayah Selogiri terdapat sebuah waduk yang secara administrasi namanya Waduk Krisak, tetapi masyarakat lebih mengenalnya sebagai Waduk Tandon.
Lokasi waduk tersebut letaknya di Dusun Tandon, Desa Pare, Kecamatan Selogiri. Tandon secara harfiah berarti tempat atau area penampungan air. Namun, apakah nama Dusun Tandon ada hubungannya dengan arti tersebut?
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Pegiat seni di dusun setempat, Ngatno, pernah mendokumentasikan kisah di balik pembentukan hingga penamaan dusun tersebut.
Baca juga: Deretan Goa Ciamik di Situs Geopark Kelas Dunia Wonogiri
Lelaki 74 tahun itu saat ditemui di rumahnya, Jumat (7/5/2021), menceritakan berdasar keterangan sejumlah sesepuh yang menjadi narasumbernya dahulu, penamaan Dusun Tandon berkaitan dengan pembangunan Waduk Tandon oleh penjajah Jepang pada 1942.
Jepang membangun waduk dengan menenggelamkan Dusun Kledokan. Lokasi itu dipilih karena kawasan dusun tersebut paling rendah dan ada sungai yang mengarah ke kawasan itu. Saat itu penduduk Kledokan sebanyak ratusan jiwa.
Baca juga: Bipang Ambawang, Babi Panggang Khas Dayak yang Dipromosikan Jokowi
Jepang
Jepang awalnya menyuruh warga pindah ke kawasan lereng Gunung Tretes, Desa Keloran, beberapa kilo meter dari Kledokan.
Namun, warga menolak pindah ke lokasi itu. Warga memilih pindah ke area persawahan yang letaknya di dataran lebih tinggi dari Kledokan. Jepang tidak membolehkannya.
Narasumber Ngatno mengatakan, warga tidak boleh pindah ke wilayah itu karena lahan di wilayah tersebut subur, sehingga akan dikuasai Jepang sendiri. Masyarakat tetap ingin pindah di areal persawahan.
Baca juga: Mak Kratak! Video Viral Kereta Batara Kresna Nyerempet BST di Solo
Ada tiga tokoh masyarakat yang saat itu berjuang keras agar keinginan warga terwujud, yakni Wiryo Taruno, Somo Pawiro, dan Kromo Tiyono. Suatu ketika mereka menghadap Raja Mangkunegara VII sebagai raja yang menguasai wilayah tersebut saat itu. Mereka menyampaikan aspirasi kepada raja, sampai akhirnya raja mengizinkan.
“Lalu warga Kledokan pindah ke lokasi yang diinginkan. Prosesnya secara bertahap karena ganti rugi yang diberikan Jepang tidak lancar. Warga baru mau pindah setelah menerima ganti rugi,” imbuh Ngatno.
Warga pindah di tiga lokasi baru yang awalnya merupakan areal persawahan. Hingga akhirnya menjadi permukiman. Tiga tempat yang ditempati warga Kledokan saat ini bernama Dusun Tlogorejo, Tandon, dan Pare.
Mayoritas warga pindah ke Dusun Tandon. Sekarang Dusun Tandon terdapat tiga rukun tetangga atau RT, yakni RT 001 terdapat 85 keluarga, RT 002 ada 41 keluarga, dan RT 003 42 keluarga. Ketiga RT masuk rukun warga atau RW 002.
“Tokoh terdahulu menamakan Dusun Tandon karena terinspirasi dari kondisi dusun lama mereka yang saat itu menjadi waduk. Waduk bisa diartikan sebagai tandon atau tempat menyimpan/menampung air. Lalu kata tandon dipilih untuk menamai dusun. Tokoh terdahulu berharap dusun baru yang mereka tempati selalu menyimpan keberkahan. Alhamdulillah dusun kami sekarang cukup maju,” ulas Ngatno yang juga Ketua RT 001 Dusun Tandon itu.
Baca juga: Sengsu
2 Penguasa
Menurut narasumber, lanjut Ngatno, yang kala itu berpindah tak hanya penduduk. Ada dua “penguasa” dusun yang tak berwujud turut pindah. “Penguasa” itu, yakni Nyi Ageng Gadung Melati dan Mbah Jenggot.
Bagi yang meyakini, kedua makhluk gaib itu pindah ke sendang dan sumur yang sekarang berada di Dusun Tandon. Karena itu warga menamai kedua tempat itu sebagai Sendang Nyi Ageng Gadung Melati dan Sumur Mbah Jenggot.