SOLOPOS.COM - Kantor Kepala Desa Jagan, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo. (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Tak banyak yang tahu Desa Jagan, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo dulunya ternyata menjadi gerbang penjagaan di era Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Bahkan Desa Jagan konon telah ada sebelum Indonesia merdeka.

Kasi Pemerintahan Desa Jagan, Teguh Prasetyo, membeberkan berdasarkan informasi turun-temurun Desa Jagan menjadi sebuah benteng pertahanan di masa Keraton Solo. Namun sayangnya di desa dengan jumlah penduduk 2.289 jiwa ini, tak memiliki petilasan yang menjadi bukti terkait hal itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dari cerita zaman dulu di sini merupakan benteng penjagaan karena merupakan penghubung antarwilayah. Ada tugu batas wilayah di Desa Mulur, Kecamatan Bendosari [yang berbatasan dengan Desa Jagan di sisi barat] sekaligus menandakan di sini merupakan wilayah Kasunanan Surakarta karena wilayahnya yang dekat,” jelas Teguh saat ditemui di Kantor Desa Jagan pada Jumat (31/3/2023).

Dia juga membeberkan wilayah Desa Jagan dengan luas 367,6 hektare merupakan sebuah gerbang pelintasan. Dulunya Desa Jagan belum memiliki jembatan di Sungai besar penghubung Desa Jagan dan Desa Mulur.

Ekspedisi Mudik 2024

Selain berbatasan dengan Desa Mulur, Desa Jagan juga berbatasan dengan Desa Mertan di sisi utara. Selain itu di sisi timur Desa Jagan berbatasan dengan Desa Manisharjo. Sementara di selatan berbatasan dengan Plesan dan Kedungwinong, Kecamatan Nguter.

Kebudayaan di Desa Jagan hampir seluruhnya berkiblat pada Keraton Kasunanan Surakarta dan bukan Pura Mangkunegaran. Kebudayaan itu antara lain penggunaan aksesoris seperti blangkon, penyajian konsumsi dalam tradisi slametan, seni musik karawitan, dan lainnya.

“Rata-rata di sini berkiblat ke Kasunanan Surakarta misalnya blangkon yang dipakai menggunakan gaya Kasunanan Surakarta. Pada bagian depan dan belakang blangkon berbeda dengan Mangkunegaran,” jelasnya.

Kendati demikian saat ini tidak semua masyarakat mengadopsi tradisi Keraton Kasunanan Surakarta. Banyak masyarakat  cenderung menerapkan seni kreasi dalam setiap acaranya.

Teguh mengatakan tidak ada sejarah baku yang jadi dasar menentukan asal-usul desanya mengingat tidak adanya petilasan. Beberapa kali Pemkab Sukoharjo meminta pemerintah desa memberikan keterangan mengenai asal-usul desa tapi dia belum bisa memberikannya karena belum ditemukan petilasan yang menjadi pijakan.

Meskipun perangkat desa sebelumnya telah meninggalkan catatan bondo desa, tetapi dalam buku tersebut tak menunjukkan tahun sebagai petunjuk pelacakan sejarah.

“Saya kalau ditanya jadinya bingung, yang terlacak hanya tahun usainya kepala desa kedua sekitar 1975. Kemungkinan Desa Jagan sendiri sudah berdiri sejak sebelum kemerdekaan,” ujarnya.

Teguh mengaku ingin menelusuri asal-usul desa, tetapi hal tersebut harus melalui pengkajian sejarah yang tak sebentar. Jika tidak ada dukungan dari pemerintah maupun pihak lain, menurutnya hal tersebut sulit terwujud karena penelitian membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Lebih jauh Teguh ingin desa yang sekitar 60% wilayahnya adalah persawahan ini memiliki ikon khusus sehingga bisa lebih dikenal luas.

Berdiri Sejak Masa Penjajahan Jepang

Sementara dalam laman jagan-sukoharjo.desa.id menyatakan Desa Jagan diperkirakan telah ada sejak masa pendudukan Jepang. Dalam laman tersebut Sukoharjo saat itu belum menjadi kabupaten melainkan hanya sebuah desa dengan pemerintahan tertinggi adalah Wedono. Ini seperti Bekonang dan Kartasura yang kesemuanya masuk dalam Wilayah Kabupaten Kutha Surakarta dibawah pemerintah Kasunanan.

Desa Jagan saat itu masuk dalam Wilayah Kawedanan Bekonang. Berdasarkan Undang-undang No 13/1950 tertanggal 15 Agustus 1950, Desa Jagan baru bisa mandiri pada tanggal 17 November 1950. Dengan demikian laman tersebut menyebut Desa Jagan sebagai desa yang memiliki eksistensi Pemerintahan Desa secara formal, lahir bersamaan dengan berdirinya Kabupaten Sukoharjo.

Dalam catatan tersebut, Desa Jagan pernah dipimpin oleh Kepala Desa pertama yakni Suro Dimejo yang tidak diketahui berapa lama masa jabatannya. Kemudian jabatan tersebut disandang oleh Sonto Dimejo yang berakhir pada 1975 tanpa diketahui masa awal menjabatnya.

Pada periode selanjutnya Sriharto memimpin dengan periode 1975-1996. Kemudian dilanjutkan pada Mursito dengan periode 1996-1999, Sutrisno sebagai Pj Kepala Desa pada periode 1999-2002.

Sementara Sudibyo memimpin pada periode 2002-2007, Dwiyanto pada periode 2007-2013, yang kemudian dilanjutkan Sudibyo pada periode tahun 2013-2019. Sedangkan pada periode 2019-sekarang masih dipimpin oleh Mariyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya