SOLOPOS.COM - Profil penari dalam kesenian Banyumasan (Instagram/@mellanny_295)

Solopos.com, BANYUMAS — Bahasa Ngapak yang merupakan dialek khas warga wilayah Banyumasan, Jawa Tengah, ternyata berasal dari percakapan warga Suku Kutai, Kalimantan Timur. Bahasa ini banyak dipakai oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Banyumas, Cilacap, Banjarnegara, dan Purbalingga.

Berdasarkan pantauan Solopos.com melalui video di kanal Youtube Ngapak yezz tentang Sejarah Bahasa Ngapak Banyumasan, seorang ahli bahasa asal Belanda, E. Muhlenbeck, mengatakan bahasa Jawa Banyumasan dibawa oleh warga Suku Kutai di Kalimantan Timur dan menetap di Jawa Tengah dengan mendirikan sebuah kerajaan bernama Kerajaan Galuh Purba. Kerajaan ini diyakini berdiri jauh sebelum Kerajaan Mataram Kuno dan Mataram Islam di lereng Gunung Slamet.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kerajaan ini merupakan kawasan yang merdeka dan tidak berada di bawah kekuasaan manapun yang lebih besar. Hal inilah yang membuat Bahasa Jawa Banyumasan alias Ngapak dinilai otentik karena tidak terpengaruh dengan modernisasi Bahasa Jawa yang diciptakan oleh Kerajaan Mataram Kuno maupun Mataram Islam.

Dilansir dalam sebuah kajian literasi dari situs eprint.mercubuana-yogya.ac.id, Rabu (1/12/2021), Bahasa Bayumasan merupakan kelompok bahasa yang digunakan oleh masyarakat Jawa Tengah bagian barat. Bahasa Jawa Banyumasan ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Bahasa Jawa lainnya, hanya saja terdapat perbedaan yang sangat terasa. Mulai dari pengucapan kata yang terdengar lebih tegas dibandingkan dengan Bahasa Jawa  pada umumnya, misalnya pada pengucapan ‘a’ yang tetap dibaca ‘a’. Hal ini berbeda dengan pengucapan bahasa Jawa seperti yang digunakan di daerah Semarang, Solo dan Yogyakarta yang mengubah pengucapan ‘a’ menjadi ‘o’.

Baca Juga: Hutan Pinus Sigrowong, Wisata Temanggung yang Bikin Hati Tenang

Sementara itu, sebutan ‘Ngapak’ pada Bahasa Jawa Banyumasan ini adalah panggilan ejekan atau olok-olok yang disematkan oleh masyarakat umum. Dr Edi Santoso dari Universitas Jendral Soedirman menjelaskan bahwa penyebutan ‘Ngapak’ merupakan bahan sindiran yang disematkan kepada warga Banyumas yang memiliki dialek medhok yang kuat ketika menyebut kata yang berakhiran huruf ‘k’ dalam berbicara.

Tidak bisa disangkal kalau Bahasa Banyumasan ini dengan julukan Bahasa ‘Ngapak’ ini sudah sangat populer di masyarakat Jawa. Di sisi lain, warga banyumas lebih menerima apabila bahasa Jawa Banyumasan disebut sebagai bahasa ‘Pangiyongoan.’ Hal ini disebabkan adanya kesadaran yang tinggi bahwa sebutan ‘ngapak’ yang selama ini dilontarkan oleh masyarakat baik dalam maupun luar eks-keresidenan Banyumas adalah sebatas bahan olok-olok untuk menyindir kebiasaan orang Banyumas yang medhok sehingga membuat identitas Bahasa Jawa Banyumasan sempat teridentifikasi rendah dan terpinggirkan.

Baca Juga: Mbah Minto yang Tebas Pencuri Ikan Dituntut 2 Tahun Penjara

Di dalam dialek Bahasa Jawa Banyumasan ini juga terdapat istilah-istilah Bahasa Sansekerta yang diadopsi sehingga keontentikan dialek ini dalam Bahasa Jawa lebih terasa. Dialek Bahasa Jawa Banyumasan dikenal dengan konteks apa adanya atau blak-blakan, tidak ada tingkatan berdasarkan jabatan atau usia seperti yang ada dalam Bahasa Jawa gaya Semarang, Solo dan Yogyakarta.

Kawasan Banyumas yang berada diantara Kerajaan Mataram dan Kerajaan Sunda membuat kawasan Banyumas menjadi daerah yang netral. Pakar Sejarah dan Budayawan Banyumas, Achmad Tohari mengatakan bahwa Bahasa Jawa Banyumasan adalah turunan lurus dari Bahasa Jawa kuno yang belum mengalami modernisasi masa Kerajaan Mataram Islam.

Baca Juga: Tuntut UMK Naik 16%, Buruh Jateng Ancam Geruduk Istana Presiden

Selain memiliki dialek bahasa yang unik, warga Banyumas  juga memiliki jenis kesenian khas yang unik pula, seperti Kesenian Jaran Ebeg dan Jemblung. Selain itu, terdapat keunikan dalam gaya pakaian adat warga Banyumas meskipun secara umum, pakaian adatnya sama dengan pakaian adat Jawa pada umumnya, yaitu beskap dengan bawahan jarik (selendang) dan blangkon untuk pria serta kebaya pada wanita. Perbedaannya, salah satunya ada pada sapu tangan yang dipegang, khususnya pada kaum wanita.

Selain menetap di Jawa Tengah, suku Kutai yang berasal dari Kalimantan Timur itu juga menetap di sebagian wilayah Jawa barat, seperti Cirebon dan sekitarnya serta Banten Utara. Maka tidak heran, warga yang berasal dari kawasan ini memiliki logat atau dialek medhok yang hampir sama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya