SOLOPOS.COM - Tugu Cembengan di wilayah Kecamatan Jebres, Solo. Foto diambil Minggu (10/4/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Tugu Cembengan yang berdiri kokoh di dekat rumah duka Thiong Ting, Kelurahan/Kecamatan Jebres, Solo, memiliki cerita sejarah dan asal usul yang menarik untuk diulik.

Lokasi tugu mudah ditemui para pengguna jalan karena berada di tengah persimpangan besar. Perempatan tersebut merupakan pertemuan Jl Ki Hajar Dewantara dari timur, Jl Ir Sutami dari tenggara, Jl Kolonel Sutarto dari barat daya, dan Jl Tentara Pelajar dari timur laut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saking strategisnya lokasi tugu berkelir putih tersebut kerap menjadi lokasi pemasangan papan iklan atau reklame di sekitarnya. Mengutip laman resmi Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, Tugu Cembengen dibangun pada masa kepempimpinan Paku Buwono X di Keraton Kasunanan Surakarta (1893-1939).

Baca Juga: Sadranan, Warga Kauman Solo Gelar Kirab Sambil Kenang Sejarah Masa Lalu

Ekspedisi Mudik 2024

Asal-usul tugu Cembengan, Jebres, Solo, dilihat dari namanya berasal dari Bahasa Tiongkok, Ching Bing. Ching Bing merupakan tradisi Tionghoa khususnya umat Konghucu untuk berdoa dan menghormati para leluhur dengan berziarah.

Ching Bing bisa menjadi ajang reuni antarahli waris karena mungkin ada yang tinggal di luar kota. Nabi Khonghucu mengajarkan umatnya untuk selalu menghormati dan bersembahyang kepada leluhur mereka.

Pengasuh Lithang Gerbang Kebajikan, Adjie Chandra, menjelaskan Ching artinya cerah dan Bing bermakna penghormatan. Tradisi Ching Bing biasanya bertepatan dengan tanggal 5 April atau memasuki musim panas di China.

Baca Juga: Mau Naik Bus di Solo? Ini Daftar Lengkap Rute 12 Koridor BST dan Feeder

Penghitungannya 104 hari setelah sembahyang Ronde 22 Desember atau saat sembahyang musim dingin. “Negara China itu pas 22 Desember letak Matahari berada 23½ derajat Lintang selatan, pas dingin-dinginnya, 104 hari pas Ching Bing,” kata Adjie.

Ladang Tebu

Dia mengatakan pelaksanaannya bisa 10 hari atau setengah bulan sebelum sampai sesudah tanggal 5 April. Adjie menjelaskan asal usul Tugu Cembengan di Jebres, Solo, sebelum menjadi tugu seperti sekarang ini adalah sebagai penanda masuk kuburan China. “Tugu Cembengan dulunya merupakan pinggiran masuk kuburan. Jadi ini merupakan jalan baru,” jelasnya.

Dia menambahkan kuburan warga keturunan Tionghoa biasanya berada di pinggiran kota dan dekat dengan ladang tebu di wilayah Kelurahan Jebres. Para mandor tebu biasanya berkeliling lalu melihat ahli waris keturunan Tionghoa melakukan tradisi Ching Bing saat kondisi tebu berbunga.

Baca Juga: Sejarah Solo: Bisnis Kopi Melesat di Era Kejayaan Mangkunegaran

“Lagi ngapain to itu? Lagi Ching Bing-an lalu muncul istilah Cembengan,” paparnya menirukan percakapan antara mandor dan pekerja perkebunan tebu dengan warga keturunan Tionghoa kala itu.

Menurut Adjie, Cembengan membuktikan adanya pembauran secara alami antara Jawa dengan Tionghoa. Pembauran terjadi sejak ratusan tahun yang lalu.

Adapun kuburan warga keturunan Tionghoa yang dahulu ada di kawasan tersebut sudah dipindahkan ke sejumlah tempat, salah satunya di Taman Memorial Delingan, Karanganyar. Alasan pemindahan karena kebutuhan rencana pembangunan kota.

Salah satunya pembangunan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan kawasan Pedaringan. “Saya memimpin doa membongkar kuburan 10 kali ya ada,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya