SOLOPOS.COM - Ilustrasi spanduk warung olahan anjing di Kota Solo. (Youtube)

Solopos.com Stories

Solopos.com, SOLO — Sekitar tahun 2007, Pemkot Solo mengeluarkan surat edaran yang isinya meminta para penjual kuliner daging anjing tidak memakai kata “sate jamu” pada tenda mereka. Para pedagang diminta mengganti istilah itu dengan satai gukguk atau istilah lain yang merujuk bahwa makanan yang mereka jual berbahan dasar daging anjing.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Penerbitan surat edaran itu tidak lepas dari banyaknya protes warga yang tertipu karena mengira satai itu bukan daging anjing. Lebih parah lagi pembeli mengira daging mereka makan berkhasiat untuk kesehatan.

Lalu bagaimana awal mula munculnya istilah “sate jamu” untuk branding kuliner daging anjing di Solo? Menurut keterangan salah satu pemilik rumah jagal anjing di Kecamatan Banjarsari, Solo, Ks, yang ditemui tim Solopos. belum lama ini, penamaan sate jamu untuk kuliner anjing tidak lepas dari kepercayaan bahwa daging anjing berkhasiat menyegarkan badan.

“Makanya namanya sate jamu, karena dianggap bikin badan segar,” jelas Ks. Hal ini pula yang membuat Ks tak yakin upaya pemerintah untuk melarang praktik perdagangan daging anjing akan benar-benar berhasil 100 persen.

Menurut Ks, dengan adanya kepercayaan akan khasiat daging anjing itu, konsumen akan tetap berupaya mencari. Bahkan kalau pun di Solo sudah tidak ada lagi yang jual “sate jamu”, mereka akan mencarinya ke daerah lain yang masih ada.

Baca Juga: Mengintip Aktivitas Tempat Penjagalan Anjing di Solo: Terbanyak 20 Ekor Sehari

Adanya kepercayaan bahwa daging anjing adalah jamu yang menyehatkan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk mengedukasi warga agar tidak mengonsumsi daging anjing.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng, Sumarno, dalam pertemuan dengan Dog Meat Free Indonesia (DMFI) International Veterinary Training, di Hotel PO Semarang, Senin (13/6/2022) lalu.

Masyarakat Butuh Edukasi soal Daging Anjing

Dikutip dari laman jatengprov.go.id, Sumarno mengatakan butuh keterlibatan berbagai pihak seperti pendakwah, Kementerian Agama, Dinas Kesehatan, serta pegiat dan pencinta anjing untuk kampanye dan mengedukasi masyarakat.

“Problemnya adalah bagaimana mengedukasi masyarakat, karena mereka mengonsumsi bukan dalam rangka sekadar makan, tetapi itu dianggap sebagai jamu. Sehingga butuh upaya yang besar bagaimana kita mengedukasi. Kami juga mendorong edukasi kepada masyarakat dengan pendekatan sisi agama,” kata Sumarno.

Baca Juga: Pengakuan Bakul Kuliner Anjing di Solo: Buka Warung karena Masih Ada Konsumen

Mengenai anggapan bahwa daging anjing bermanfaat untuk kesehatan, Dokter Spesialis Gizi Kota Solo, dr Ayu Kusuma Dewi Msi, Sp.GK, AIFO-K, memberikan padangannya saat diwawancarai Solopos.com, belum lama ini.

kuliner anjing solo daging
Salah satu menu olahan daging anjing digoreng. (Solopos/Wahyu Prakoso)

Ia mengungkapkan sejauh ini belum pernah ada penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa mengonsumsi daging anjing dapat meningkatkan vitalitas dan kesehatan tubuh. Justru mengonsumsi daging anjing yang penanganan dan pengolahannya tidak baik dapat memicu berbagai penyakit.

Sebut saja rabies, kolera, dan Trichinellosis. Bakteri seperti E-colli dan Salmonella juga bisa terkandung di dalamnya daging anjing yang tidak diolah dengan baik.

“Jadi kuliner daging anjing meningkatkan vitalitas konsumennya itu mitos. Karena belum pernah ada penelitian secara ilmiah yang membuktikan hal itu. Bahkan bila penanganan dan pengolahan daging anjing tidak dilakukan dengan benar, mengonsumsi daging anjing dapat menimbulkan berbagai risiko penyakit,” terangnya.

Baca Juga: Sekelumit Kisah di Warung Kuliner Anjing Solo, 45 Menit Didatangi 8 Pembeli

Ayu menjelaskan kesaksian para konsumen bahwa vitalitas mereka naik seusai mengonsumsi daging anjing lebih dipengaruhi faktor sugesti. Mereka telanjur meyakini vitalitas akan meningkat bila mengonsumsi daging anjing. “Konsumen merasa vitalitas naik seusai makan itu lebih kepada sugesti,” ujarnya.

Kalori Daging Anjing

Penyebab lainnya, Ayu melanjutkan karena tingginya kalori daging anjing. Sebagai gambaran, 100 gram daging anjing mengandung 263 kilokalori (kkal). “Juga karena biasanya dalam pengolahan daging anjing di Indonesia menggunakan bumbu rica yang rempahnya tinggi, seperti merica dan cabai, memberi rasa hangat,” katanya.

Dengan rasa hangat itu, Ayu menambahkan orang yang mengonsumsi daging anjing merasa vitalitasnya meningkat. Ditanya apakah daging anjing memang menyehatkan, dia lagi-lagi menyatakan tergantung dari cara pengolahannya. Terkadang, anjing yang akan dikonsumsi berstatus anjing liar yang tidak terpantau kondisi kesehatannya.

Baca Juga: Menelisik Rantai Bisnis Perdagangan Anjing di Solo sampai Jadi Rica-Rica Gukguk

“Kadang-kadang mereka dikandangkan dengan kondisi kurang bersih sehingga mereka malah diobati juga dengan antiobiotik berlebihan. Jadi juga ada risiko manusia yang mengonsumsi daging itu ikut terpapar antibiotik yang berlebihan tadi. Anjing yang dikandangkan juga stres, cenderung risiko tinggi menggigit orang,” urainya.

Ayu menguraikan walau kandungan kalori daging anjing lebih tinggi dibanding daging sapi, tapi kandungan protein sapi lebih tinggi. Sedangkan untuk kandungan kolesterol di 100 gram daging anjing sebanyak 44,4 miligram, jauh lebih rendah dari daging sapi yang mencapai 90 miligram.

“Daging anjing mengandung karbohidrat, kalori 263 kilokalori per 100 gram, lemak 20,2 gram, protein 19 gram, vitamin A, B1, B2, B6, dan C. Mineralnya mengandung kalsium, zat besi, fosfor, kalium dan natrium. Kandungan airnya 60,1 gram. Daging anjing dan daging sapi kandungan natriumnya tinggi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya