SOLOPOS.COM - Warga di sekitar Makam Nyi Ageng Karang di kelurahan Tegalgede, Karanganyar, memangkas daun pisang yang menutupi nama pemakaman Nyi Ageng Karang, Sabtu (7/3/2015). (Sri Sumi Handayani/JIBI/Solopos)

Asal usul kali ini terkait Nyi Ageng Karang, seorang tokoh wanita di zaman perang melawan penjajah Belanda.

Solopos.com, KARANGANYAR – Sejarah Karanganyar tidak bisa dilepaskan dari sosok Nyi Ageng Karang. Makam wanita yang merupakan istri Pangeran Diponegoro dari Keraton Mataram di Kartasura, Sukoharjo, itu berada di Kelurahan Tegalgede, Kecamatan Karanganyar, Karanganyar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua Komunitas Kiai Damar Sesuluh Karanganyar, Kustawa Esye, mengatakan Nyi Ageng Karang membentuk laskar perempuan.

“Singkat cerita, Nyi Ageng Karang bertemu dengan Raden Mas Said. Nah, Raden Mas Said ini cucu Nyi Ageng Karang. Mereka bertemu di padepokan Nyi Ageng Karang,” tutur Cak Kus, panggilan akrab Kustawa Esye, saat ditemui , Maret lalu.

Ekspedisi Mudik 2024

Sebagai tuan rumah, Nyi Ageng Karang menjamu cucunya yang juga dikenal sebagai Pangeran Sambernyawa. Julukan itu diberikan kepada Raden Mas Said karena kelihaian dan kedigdayaan mengalahkan tentara Belanda.

Saat itu, Nyi Ageng Karang menyuguhkan jenang bekatul dan burung tekukur.

“Raden Mas Said tidak menyadari bahwa Nyi Ageng Karang sedang mengajarkan filosofi perang melawan tentara Belanda. Ya, lewat suguhan yang disajikan itu,” beber dia.

Cak Kus menuturkan Raden Mas Said kemudian menyantap jenang bekatul. Dia menyendok jenang dari tengah. Diceritakan bahwa Raden Mas Said kepanasan.

Nyi Ageng Karang, menurut Cak Kus, mengajarkan kalau makan jenang bekatul itu dari tepi lalu perlahan ke tengah. Filosofi itu sama dengan strategi melawan tentara Belanda.

Nyi Ageng Karang menyarankan Raden Mas Said menyerang tentara Belanda dengan strategi gerilya. Nah, burung tekukur yang juga disuguhkan kepada Raden Mas Said memiliki makna berbeda. Cak Kus menguraikan Nyi Ageng Karang menerima wangsit saat bertapa. Isi wangsit kurang lebih menyatakan barang siapa memakan burung tekukur akan menjadi raja.

“Raden Mas Said menjadi raja, yakni Raja Mangkunegara I. Raden Mas Said juga menuturkan tempat pertemuan itu akan menjadi keramaian zaman. Dia menamai Karanganyar karena merasa mendapat pencerahan baru,” urai Cak Kus.

Pria yang juga menjadi Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Komasariat Kabupaten Karanganyar itu menceritakan Nyi Ageng Karang meninggal dan dimakamkan di barat masjid di Tegalgede, Karanganyar.

Perluasan masjid membuat makam bergeser sekitar 2 kilometer. Lokasi makam Nyi Ageng Karang berada di tengah perkampungan.

“Bupati dan musyawarah pimpinan daerah [Muspida] pasti datang ke makam Nyi Ageng Karang setiap HUT Karanganyar. Itu agenda pertama sebagai penghormatan cikal bakal berdirinya Desa Karanganyar dan Kabupaten Karanganyar,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya