SOLOPOS.COM - Stasiun Kebonromo berdiri di perbatasan Desa Bener dan Desa Ngarum, tepatnya di Dukuh Pelok Sepur, Desa Bener, Kecamatan Ngrampal, Sragen, Sabtu (12/11). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Asal usul kali ini membahas asal nama Stasiun Kebonromo di Sragen.

Solopos.com, SRAGEN — Stasiun Kebonromo terletak di perbatasan Desa Bener dan Desa Ngarum, Kecamatan Ngrampal, Sragen. Tak diketahui pasti tahun berapa stasiun itu dibangun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tak ada angka tahun atau prasasti yang menunjukkan waktu pembangunan stasiun itu. Empat pegawai PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang bertugas di stasiun itu tak satu pun mengetahui tentang sejarah stasiun tersebut.

Pun demikian dengan nama Stasiun Kebonromo. Desa Kebonromo memang terletak di Kecamatan Ngrampal tetapi lokasinya berada di pinggir Jl. Raya Sragen-Ngawi dan jaraknya lebih dari 3 km dari stasiun itu.

Bayan Kepedakan, Desa Bener, Sukarjo, saat ditemui Solopos.com di kediamannya, Sabtu (12/11/2016), mengaku sempat meneliti sejarah stasiun itu berdasarkan sumber lisan yang diperolehnya dari sejumlah orang tua di Desa Bener dan dari simbahnya yang pernah hidup di zaman kolonial Belanda.

Kendati semua sumber lisan itu sudah meninggal dunia, Sukarno masih memiliki ingatan kuat tentang cerita-cerita mereka. “Pada zaman Belanda, stasiun itu dulu dikenal dengan onderan [kecamatan]. Selain itu juga pernah ada onderan juga di Ngrampal yang dukuhnya masih ada sampai sekarang. Saya menduga nama Kebonromo pada stasiun KA itu diambil dari nama onderan. Kemungkinan onderan yang dimaksud itu Onderan Kebonromo sehingga stasiunnya bernama Stasiun Kebonromo,” ujar Sukarjo.

Istilah onderan muncul dalam tradisi lisan warga Dukuh Pedakan sebelum muncul Kelurahan Bener. Sebelum terbit UU No. 5/1979 tentang Desa, kata dia, nama lembaga pemerintahan di tingkat desa itu disebut kelurahan bukan desa karena mengacu pada undang-undang (UU) tahun 1965 tentang Desa Praja.

Dia menemukan ricikan pekarangan, semacam dokumen tanah, yang menjelaskan Kelurahan Bener berdiri pada 1928. “Ricikan itu bentukan seperti buku tetapi tulisannya huruf Jawa. Dokumen itu satu-satunya petunjuk pendirian Kelurahan Bener,” katanya.

Sukarjo masih mengingat nama-nama lurah/kepala desa di Bener, salah satunya Martodisastro. Dari cerita turun-temurun, Martodisastro ini diduga merupakan lurah kedua di Bener.

Sukarjo mengatakan masa jabatan Martodisastro itu seumur hidup terhitung 1933-1979. Dia menyebut kantor kelurahannya dulu di rumah lurah yang bersangkutan.

Kantor kelurahan yang sekarang jadi balai desa itu, kata dia, kemungkinan baru dibangun pada 1975. Selain tokoh itu, Sukarjo juga mendengar ada seorang keturunan Belanda dan Keraton Solo yang Heryonk Panespen.

Tokoh ini tinggal di rumah kuno di Dukuh Pedakan. Tokoh itu tidak memiliki keturunan selama hidupnya. “Saya menduga Heryonk ini memiliki jabatan tertentu di Sragen karena saat meninggalnya dimakamkan di kompleks permakaman di Sragen yang kini dikenal dengan Permakaman Serikat Islam [SI]. Para simbah dulu memercayai makam Heryonk itu di simpang empat SI tepatnya di Monumen Generasi Muda yang dibuat pada 1992,” ujar dia.

Banyak cerita juga tentang Heryonk yang didapat Sukarjo. Dia menduga pembangunan Stasiun Kebonromo itu dilakukan untuk kepentingan Heryonk ketika hendak lawatan ke Solo.

Cerita-cerita simbah dulu, ungkap dia, Heryonk ini memiliki kekuatan hanya melambaikan tangan pada KA yang lewat, tiba-tiba KA itu bisa berjalan mundur untuk menghampirinya.

“Jarak Stasiun Kebonromo dengan Stasiun Kedung Banteng di Gondang cukup dekat jaraknya. Demikian pula dengan di Stasiun Sragen Kota. Kalau tidak ada kepentingan pejabat pada zaman kolonial, saya rasa tidak mungkin sampai dibangun stasiun,” tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya