SOLOPOS.COM - Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati dan Wabup Dedy Endriyatno memotong tumpeng ageng dalam puncak Hari Jadi Ke-270 Kabupaten Sragen di Alun-alun Sasana Langen Putra Sragen, Jumat (27/5/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN — Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 1987 tentang Sejarah dan Hari Jadi Sragen diusulkan untuk dikaji ulang. Pasalnya, ada keraguan fakta sejarah yang termuat dalam perda tersebut.

Nama Sragen diduga bukan berasal dari akronim “pasrah legen” tetapi dari kata “saragi” atau “sragi” yang kemudian tempatnya menjadi Sragen.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Keraguan soal asal usul nama Sragen tersebut mencuat dalam diskusi virtual cagar budaya yang dihelat Rabu (20/10/2021) malam. Acara ini diinisiasi Yayasan Palapa Mendira Harja Sragen bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen.

Baca Juga: Tirakatan Online Meriahkan Perayaan HUT ke-274 Sragen

Diskusi dengan mengambil tema Jejak-jejak Mataram Kuno di Bumi Sukowati itu menghadirkan Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sragen, I Yusep Wahyudi, mewakili Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati sebagai keynote spreaker. Ada 78 peserta yang ikut dalam acara yang menghadirkan empat narasumber tersebut.

Keempat narasumber itu adalah pemerhati sejarah dan budaya yang juga mantan Wakil Bupati Sragen, Dedy Endriyatno; Kabid Pembinaan Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen Johny Adhi Aryawan; Kasi Cagar Budaya dan Permuseuman Disdikbud Sragen Andjarwati Sri Sajekti; dan filolog Sraddha Institut Solo Rendra Agusta.

Dalam kesempataan itu, Dedy menyampaikan banyak temuan cagar budaya yang menyebar di Sragen sebagaimana yang sudah teregistrasi oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Sragen. Terutama benda cagar budaya dari peradaban Mataram Kuno hingga era Mataram Islam.

Baca Juga: Adu Banteng Motor vs Mobil di Ngrampal, 2 Korban Luka Parah

Atas dasar itulah, Dedy mendorong kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) atau komunitas masyarakat untuk menginisiasi adanya perda tentang pelestarian dan perlindungan cagar budaya di Sragen.

“Saya pernah berdiskusi dengan sejumlah tokoh dan akademisi untuk mengkritisi Perda No. 4/1987 tentang Sejarah dan Hari Jadi Kabupaten Sragen. Dari diskusi itu mengarah pada adanya keraguan bahwa nama Sragen itu diambil dari akronim pasrah legen. Atas dasar itulah, saya mengusulkan adanya review atau Perda Hari Jadi Sragen tersebut,” ujar Dedy.

Filolog dari Sraddha Institut Solo, Rendra Agusta, menyampaikan berdasarkan studi literasi kuno ditemukan kata Sragen pada era Kartasura dan kata Sukowati pada naskah kuno terbitan 1737. Dari analisis dan studi naskah kuno, Rendra mengusulkan nama Sragen diambil dari nama Saragi atau Sragi.

Baca Juga: Gara-Gara Ini Pengendara Motor Tabrak Mobil di Ngrampal Sragen

Dalam Kamus Jawa Kuno Zoetmulder, istilah saragi berarti ketel atau panci berbahan tembaga; atau alat musik sejenis gong berbahan tembaga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya