SOLOPOS.COM - Masjid Wonokusuma di Dukuh Wonotoro, Desa Catur, Sambi, Boyolali, menjadi penanda sejarah Kerajaan Mataram Islam di Jawa. Foto diambil Sabtu (19/11/2016). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Asal usul Wonotoro dari hutan yang tak kentara.

Solopos.com, BOYOLALI – Wonotoro merupakan salah satu dukuh di Desa Catur yang memiliki sejarah penting di Boyolali. Dukuh di Kecamatan Sambi ini menjadi penanda sejarah Kerajaan Mataram Islam di Tanah Jawa. Salah satunya ialah terdapat sebuah masjid kuno yang dibangun sekitar 1478.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ketua Paguyuban Giring Kusumo Boyolali, H. Wagino, atau akrab disapa Eyang Gino, menjelaskan ada yang mengatakan masjid tersebut sebagai masjid tiban. Hal itu terkait hikayat Kiai Mursyid dan santrinya yang kala itu melakukan perjalanan ke Sambi untuk syiar Islam.

Ketika tiba di sebuah desa, mereka terkejut melihat sebuah masjid. Warga sekitar tak tahu siapa gerangan orang yang mendirikan tempat ibadah itu. Sejak itulah, masjid itu disebut masjid tiban.

“Ki Ageng Mursyid merupakan salah satu santri Kanjeng Sunan Kalijaga. Dia memilih menetap di Wonotoro untuk menyiarkan agama Islam di sana,” jelas Eyang Gino, Sabtu (19/11/2016).

Sebenarnya niat awal Ki Ageng Mursyid ialah ikut rombongan Sunan Kalijaga menempuh perjalanan dari Demak ke Pengging. Namun begitu sampai di Wonotoro, hatinya tertarik. Ia lantas memutuskan untuk menyiarkan agama dan menetap di sana.

“Wonotoro artinya hutan yang tidak kentara atau hutan sama-samar. Di sanalah, Ki Ageng Mursyid mengajar dan memiliki murid terkenal bernama Ki Ageng Wonokusuma,” jelasnya.

Ada banyak versi cerita terkait asal muasal Wonotoro. Ada yang menyebutkan, Wonotoro ditemukan oleh Ki Ageng Kusuma setelah menerima wangsit. Saat itu Ki Ageng berjalan ke arah timur dari lereng Merapi-Merbabu untuk mengikuti wahyu. Selama perjalanan itulah, dia menamakan sejumlah desa yang dilaluinya, antara lain Tlatar, Udan Uwuh, dan Wonotoro.

Kini, kedua ulama tersebut, yakni Ki Ageng Murysid dan Ki Ageng Wonokusuma disemayamkan di permakaman samping Masjid Wonokusumo. Pada malam-malam tertentu, seperti Jumat Legi dan Kliwon banyak peziarah berdatangan. “Tak hanya dari trah Keraton Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, trah dari Kerajaan Demak juga berziarah ke sana,” jelas Eyang Gino.

Pantauan , tepat di depan masjid itu terdapat sebuah kolam cukup dalam sekitar 2 meter. Di sana, terdapat banyak ikan kecil-kecil. Kolam tersebut, menurut Eyang Gino, dahulu kala biasa dipakai untuk bersuci warga yang hendak masuk ke masjid.

“Jadi sebelum masuk masjid, orang melewati kolam itu dulu. Setelah bersih baru masuk masjid. Ini memiliki makna, bahwa orang harus terus menyucikan batin sebelum menghadap Sang Khalik,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya