SOLOPOS.COM - Suasana Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo) di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Minggu (20/6/2021) siang. (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO — Asal usul Keraton Solo atau Surakarta memiliki sejarah yang panjang pada zaman Kerajaan Mataram. Keraton Surakarta merupakan pindahan pusat pemerintahan Mataram yang dulu berlokasi di Keraton Kartasura yang sekarang masuk wilayah administratif Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Perpindahan keraton ini dipicu pemberontakan yang membuat bangunan keraton hancur. Dikutip dari situs cagarbudaya.kemendikbud.go.id, Selasa (1/2/2022), pada masa pemerintahan Pakubuwono II sekitar tahun 1727-1749, Kerajaan Mataram dilanda kerusuhan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca juga: Asal Usul Kota Solo dari Geger Pecinan

Geger Pecinan

Saat itu terjadi peristiwa Geger Pecinan, yaitu pemberontakan etnis Tionghoa dan pribumi melawan pemerintah Belanda. Dalam situasi genting ini, Pakubuwono II awalnya berpihak kepada etnis Tionghoa dan warga pribumi.

Akan tetapi, kekalahan pasukan mereka melawan serdadu Belanda pada awal 1742 membuat Pakubuwono II membelot. Dia pun kembali bersekutu dengan Belanda yang menyebabkan masyarakat China dan rakyat Mataram kecewa.

Kelompok yang kecewa itu kemudian menyerang istana Mataram di Keraton Kartasura yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning. Pasukan ini berhasil menguasai istana pada 30 Juni 1742.

Baca juga: Sunan Kuning Si Penyebar Islam di Semarang, Begini Riwayatnya

Dalam situasi genting ini Pakubuwono II sebagai raja berhasil melarikan diri bersama putra mahkota didampingi Kapten Belanda bernama Johan Andries van Hogendorff menuju Ponorogo, Jawa Timur. Penguasaan Mas Garendi atas istana Mataram di Kartasura tidak berlangsung lama. Sebab, pihak lain yaitu Cakraningrat IV berhasil merebut istana Kartasura. Akan tetapi, setelah Cakraningrat berhasil dibujuk Belanda, keadaan menjadi aman.

Pada November 1742, Pakubuwono II dapat kembali ke Keraton Kartasura dan menduduki kembali takhtanya. Namun akibat penyerangan sebelumnyam Keraton Kartasura rusak berat. Dalam kepercayaannya, bangunan yang sudah rusak tidak boleh dibangun kembali karena akan mendatangkan musibah.

Baca juga: Asyik, Wisatawan Kini Bisa Keliling Keraton Solo Naik Skuter Listrik

Keraton Solo Lahir

Alhasil, Pakubuwono II mempunyai ide untuk membangun dan memindahkan istana Mataram. Pakubuwono II berdiskusi dengan kerabat keraton untuk mencari lokasi baru sebagai pusat pemerintahan Mataram. Saat itu ada tiga opsi lokasi, yaitu Desa Kadipolo (sekarang Taman Sriwedari), Desa Sala (sekarang Keraton Surakarta), dan Desa Sasewu (sebelah barat Kecamatan Bekonang).

Akhirnya, Desa Sala dipilih sebagai pusat pemerintahan baru karena dianggap strategis. Apalagi lokasinya dekat dengan Sungai Bengawan Solo yang merupakan pusat perdagangan dan transportasi saat itu. Setelah dipindahkan, pusat pemerintahan Mataram berubah nama menjadi Keraton Surakarta.

Baca juga: 17 Bangunan Keraton Solo Mendesak Direhab, Butuh Ratusan Miliar Rupiah

Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kota Solo, Selasa (1/2/2022), nama Sala diambil karena desa terpencil itu banyak ditumbuhi pohon sala. Letaknya tidak jauh dari Keraton Kartasura yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Mataram.

Istana baru Mataram ini kemudian ditambah berbagai bangunan sebagai pelengkap. Bangunan-bangunan tersebut seperti Masjid Agung, Sitihinggil, dan Pintu Srimanganti. Pakubuwana II mendiami keraton baru ini hanya dalam waktu selama tiga tahun. Pada tahun 1749 PB II wafat. Ia digantikan oleh putranya yang kemudian bergelar Pakubuwono III (PB III).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya