SOLOPOS.COM - Pohon tabebuya bermekaran di Kota Magelang. (magelangkota.go.id)

Solopos.com, MAGELANG — Memiliki luas wilayah 16,6 km persegi, Kota Magelang di Jawa Tengah (Jateng) memiliki jargon Kota Harapan, yang merupakan akronim dari hidup aman, rapi, asri, dan nyaman. Meski demikian, belakangan Kota Magelang dikenal dengan julukan Kota Sejuta Bunga. Lantas bagaimana Kota Magelang bisa mendapat julukan Kota Sejuta Bunga, berikut sejarah dan asal usulnya.

Dikutip dari laman Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Tata Kota (DKPTK) Kota Magelang, julukan Kota Sejuta Bunga sebenarnya merupakan bagian dari program yang dicanankan Pemerintah Kota Magelang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2011-2015.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam RPJMD itu, Pemkot magelang dituntut melakukan perubahan yang positif pada setiap tahap pembangunan, termasuk perencanaan fisik wajah (lanskap) kota. Alhasil munculkan gagasan untuk mewujudkan konsep Magelang sebagai Kota Sejuta Bunga.

Baca juga: Misteri 3 Makam Keramat di Gunung Tidar Magelang

Bukan tanpa alasan konsep Kota Sejuta Bunga itu digelontorkan. Hal ini lantaran Kota Magelang pada zaman Kolonial Belanda juga dikenal sebagai Tuin Van Java, atau yang berarti kebun atau tamannya tanah Jawa.

Dikutip dari laman berita Antara, Ketua Komunitas Kota Toea Magelang, Bagus Priyana, mengatakan julukan Tuin Van Java pada masa penjajahan Belanda tidak semata-mata mengacu pada banyaknya kebun bunga di kota tersebut.

Dikelilingi Gunung

Mengacu pada literatur terbitan pemerintah Belanda di Magelang pada 1936, Magelang disebut oleh seorang misionaris Belanda, Van den Heuvel sebagai Middelpunt van den Tuin van Java. Heuvel singgah di Kota Magelang pada tahun 1901 silam.

Sebutan Tuin Van Java itu disematkan karena Kota Magelang merupakan daerah pegunungan di Jawa bagian tengah yang bagaikan tamannya Pulau Jawa.

Baca juga: Bajong Banyu, Tradisi Perang Air Saat Padusan di Magelang

Secara geografis, Kota Magelang memang dikelilingi gunung dengan pepohonan hijau seperti Sumbing, Sindoro, Prau, Ungaran, Telomoyo, Andong, Merbabu, Merapi, Menoreh, dan Gunung Tidar yang ada di tengah kota. Selain itu, dua sungai besar juga membelah Kota Magelang, yakni Sungai Progo dan Sungai Elo.

Selain itu banyak bangunan peninggalan Belanda di Kota Magelang yang menghadap ke barat, Gunung Sumbing, dan timur, Gunung Merbabu dan Merapi. Hal itu dikarenakan orang Belanda pada zaman dulu menyukai pemandangan indah atas lanskap gunung-gunung itu.

“Itulah mengapa Gedung Keresidenan Kedu menghadap ke Gunung Sumbing, karena memang hamparan pemandangannya menakjubkan. Begitu juga di salah satu lokasi di kompleks Rindam IV/Diponegoro sekarang, pada zaman Belanda terdapat taman menghadap ke timur, ke arah Gunung Merapi dan Merbabu,” ucapnya.

Selain itu, dulu banyak orang Belanda yang senang menanam bunga, selain sebagai simbol prestise, juga menjadi gaya hidup. Tanaman bunga juga membuat orang Belanda menjadi betah tinggal di Magelang. Kala itu, bunga yang populer di kalangan warga Belanda di Magelang adalah lili dan gladiol.

Baca juag: Inilah Jejak Sejarah di Balik Berdirinya Gereja Ayam Magelang

Namun, sebelum tahun 1800-an, saat Magelang menjadi bagian dari Kasunanan Surakarta,ujarnya, sebelum 1800 di mana Magelang menjadi bagian dari wilayah Kesunanan Surakarta dengan status Kebondalem, atau tanah milik raja, daerah itu telah menunjukkan tempat yang banyak pepohonan dan kebun.

Hal ini diketahui dengan banyaknya daerah di Magelang yang namanya mengacu pada nama tanaman seperti Kebonpolo, yang mengacu tanaman pala, Jambon sebagai kebun jambu, Bayeman karena banyak tanaman bayem, dan Kemiriejo sebagai tempat yang tumbuh banyak pohon kemiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya