SOLOPOS.COM - Papan bertuliskan Joglo Perdamaian terpasang di kompleks makam Pondok Pesantren Al Muttaqien Pancasila, Klaten. Di kompleks itu terdapat joglo yang di dalamnya ada makam Mbah Liem atau KH Muslim Rifa’i Imampuro. Foto diambil beberapa waktu lalu. (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos)

Asal usul ini terkait joglo perdamaian di Ponpes Pancasila Sakti yang berisi pesan kerukunan dari Mbah Liem.

Solopos.com, KLATEN – Sebuah papan bertuliskan “Joglo Perdamaian Umat Manusia se-Dunia” terpampang di belakang Pondok Pesantren Al Muttaqien Pancasila Sakti Dukuh Sumberejowangi, Desa Troso, Karanganom, Klaten. Papan berwarna merah putih itu terpasang di pagar kompleks makam.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Papan itu juga bertuliskan “meski beda agama sekalipun toh sesama hamba Allah, sesama anak cucu eyang Nabiyullah Adam AS, dan sesama penghuni NKRI Pancasila”. Tak ubahnya sebuah surat, pada papan juga tertera tanggal yakni 12 Maulid 1428 Hijriyah, 30 Maret 2007, pukul 16.17 WIB.

Di bawah keterangan waktu terdapat tanda tangan atas nama Mbah Liem atau K.H. Muslim Rifa’i Imampuro. Tak jauh dari papan itu, sebuah joglo berdiri. Keterangan waktu yang terpampang pada papan tak lain menunjukkan kapan pembuatan tulisan.

Pendirian joglo perdamaian tak lain merupakan ide dari Mbah Liem. Joglo itu sebagai bentuk mengingatkan setiap orang yang mendatangi joglo itu tentang pentingnya kerukunan antarumat.

Salah satu menantu Mbah Liem, Yayuk Madayani, mengatakan Mbah Liem dikenal karena sikapnya yang nasionalis. Saking nasionalisnya tokoh itu, Mbah Liem mewasiatkan agar makamnya dihiasi dengan warna merah putih yang tak lain warna bendera Indonesia.

Tak hanya nasionalis, almarhum kerap memperjuangkan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. “Kalau negara aman dan kondusif, mau beribadah juga nyaman,” jelas Yayuk saat ditemui di sekitar joglo perdamaian beberapa waktu lalu.

Selain nasional serta kerap mengingatkan kerukunan antarumat, Mbah Liem juga memiliki keunikan lain.

“Mbah itu unik. Beliau selalu memberi perintah ditulis tangan lengkap dengan hari, tanggal, dan jam serta ada tanda tangan beliau. Ada yang di kertas HVS, ada pula yang di kertas grenjeng, bekas bungkus rokok. Semuanya kami simpan, rencananya akan dikumpulkan untuk mengenang perjuangan mbah,” kata Yayuk.

Mbah Liem meninggal dunia di usia 91 tahun pada 2012 lalu. Ia dimakamkan di dalam joglo perdamaian. Meski sudah meninggal dunia, ketegasannya masih dikenang para santri dan warga sekitar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya