SOLOPOS.COM - Warga melintasi Jembatan Surabaya di Jalan Grompol-Jambangan, Rabu (31/7/2019) sore. (Solopos-Wahyu Prakoso)

Solopos.com, KARANGANYAR -- Perjalanan menuju Kecamatan Mojogedang atau Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar, dari arah Stasiun Grompol pasti akan melewati daerah Surabaya.

Nama Surabaya sangat terkenal. Bahkan, kernet trayek bus Solo-Batu Jamus kerap kali menawarkan jasa transportasi dengan tujuan Surabaya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Surabaya bukanlah sebuah nama daerah. Nama Surabaya berasal dari nama sebuah jembatan di perbatasan di Dusun Sidorejo, Desa Munggur, Kecamatan Mojogedang, Karanganyar, dengan wilayah Dusun Tompe, Desa Jirapan, Kecamatan Masaran, Sragen.

Menurut Ketua RT 009/RW 002 Dusun Sidorejo, Desa Munggur, Kecamatan Mojogedang, Sragen, Prawoto, jembatan tersebut dibangun sejak zaman penjajahan Belanda.

Jembatan dibangun karena daerah tersebut terdapat pabrik serat dan pabrik karet yang dikelola oleh kolonial Belanda.

“Dulu yang membangun jembatan adalah orang Surabaya. Maka nama jembatan sejak dulu dinamai jembatan Surabaya,” katanya kepada saat ditemui di rumahnya, beberapa waktu lalu.

Selain Jembatan Surabaya, warga Surabaya juga membangun satu jembatan lagi pada timur Jembatan Surabaya. Nama jembatan tersebut adalah Jembatan Putih.

"Sejak dulu warna jembatan putih," katanya.

Pada saat itu, warga lokal tidak ada yang mampu membangun konstruksi jembatan karena sejak awal dibangun menggunakan besi dari Belanda. Pembangunan dilaksanakan oleh banyak orang dari Surabaya.

Pada saat pembangunan, salah satu orang meninggal dunia karena sakit lalu dimakamkan di Punden Seruru yang merupakan tempat permakaman umum Desa Munggur.

Prawoto mendapatkan cerita tersebut secara turun menurun karena kakeknya merupakan Bayan pertama ketika dilaksanakan pembangunan jembatan. Dia mengatakan Jalan Grompol-Jambangan merupakan akses utama yang ramai untuk aktivitas industri.

Menurut Prawoto, konstruksi Jembatan Surabaya sangat kokoh, jembatan dibangunan menggunakan semen merah dapat bertahan dari gerusan air sungai dan kendaraan berat untuk industri.

“Perang mempertahankan kemerdekaan ada tank yang melintasi jembatan, jembatan tidak rusak. Bahkan, Jembatan Putih terkena tembakan kanon hanya retak saja,” ungkapnya.

Jembatan Surabaya pernah direnovasi pada 2003. Renovasi dilakukan bukan karena jembatan rusak tetapi untuk pelebaran jalan. Pada waktu itu, warga setempat meminta besi konstruksi jembatan untuk dipakai sebagai konstruksi bangunan masjid Desa Munggur.

Besi dari Belanda tersebut memiliki massa yang lebih berat dari besi baru. Warga menukarkan besi kepada pedagang dan mendapatkan besi baru dengan jumlah lebih banyak.

“Kami dapat besi yang lebih banyak dan mendapatkan pemasangan konstruksi besi gratis,” ungkapnya.

Nama Surabaya juga menjadi inspirasi pasar Desa Munggur. Selain Pasar Surabaya, para sukarelawan pengolah sampah Desa Munggur menamai Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Suroboyo.

“Surabaya sangat terkenal. Kalau naik bus, penumpang minta turun di Munggur kernetnya bingung. Kalau bilang Surabaya baru tahu,” katanya sambil tersenyum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya