SOLOPOS.COM - Warga, Sanadi, 75, (kanan) menunjukkan kedung waduk di Dukuh/Desa Kedungwaduk, Kecamatan Karangmalang, Sragen, belum lama ini. (Solopos-Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN -- Kedungwaduk merupakan nama sebuah desa di wilayah Kecamatan Karangmalang, Sragen.

Cikal bakal desa itu masih berhubungan erat dengan cikal bakal Desa Pengkok, Kecamatan Kedawung, Sragen, yang menjadi batas desa di sebelah selatan.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Makanya orang Pengkok dan Kedungwaduk jarang berjodoh karena dianggap masih satu keturunan.

Korupsi Anggaran Desa: Jumlah Kasus Turun, Tapi Tertinggi Dibanding Sektor Lain

Ekspedisi Mudik 2024

Asal usul Desa Kedungwaduk juga berkaitan dengan sosok Eyang Mataram yang dimakamkan di lahan seluas 1 hektare yang dikenal dengan sebutan Sentana. Lahan itu juga disebut sebagai Bumi Jogja.

Sesepuh di Dukuh/Desa Kedungwaduk, Karangmalang, Sragen, Sanadi, 75, saat ditemui dan para pemerhati sejarah Sukowati, beberapa waktu lalu, berkisah tentang Bumi Jogja yang menyimpan misteri sejarah.

“Orang angon [gembala] sapi, kambing, dan sejenisnya kalau masuk Sentana dan keluar pasti kenyang. Walaupun kehausan masuk Sentana jadi segar,” ujar Sanadi.

Pasar Murah Solo Maret 2020: Sedia Sembako Harga Miring

Di Sentana itu ada lubang selebar enam meter yang disebut bengawan wurung. Sanadi menduga di Sentana itu ada sumber airnya tetapi yang mengetahui hanya hewan.

Sanadi bercerita bengawan wurung itu berasal saat seorang wali hendak membuat sungai. Dia melanjutkan sang wali mengeruk tanah dan membuangnya ke Gunung Banyak di Kecamatan Gesi.

“Sang wali membuat bengawan itu pada malam hari. Wali itu tadi baru mengeruk sepikul plus 4 gedongan. Tiba-tiba terdengar suara warga memukul atau meng-gemplong mendong [bahan dasar tikar] menggunakan lesung supaya lentur. Suara lesung itu dikira sudah pagi sehingga pembuatan bengawan pun diurungkan [wurung],” ujarnya.

Waspada Virus Corona Jakarta: 121 Orang Dipantau, Diminta Tak Keluar Rumah

Di tanah Sentono itu juga ada gupakan atau tempat berendam lumpur kerbau bule seluas hanya 2 meter persegi. Di dekat itu juga ada lokasi puteran andong atau tempat berputarnya andong.

Dulu andong menjadi transportasi utama warga untuk pergi ke Kota Sragen namun sekarang tidak ada lagi.

Lebih lanjut, Sanadi menuturkan mengetahui nama Kedungwaduk diambil dari nama kedung sungai yang mengalir di desa setempat.

Sepanjang aliran anak Sungai Bengawan Solo itu yang ada di wilayah Kedungwaduk terdapat 13 kedung atau semacam cekungan di sungai yang dalam.

Dusun Semilir Destinasi Instagramable di Semarang

Setiap kedung memiliki nama. Sanadi menyebut nama kedung itu terdiri atas kedung asem atau kedung ringin, kedung watu, kedung klewer, kedung batang, kedung waduk, kedung ngipik, kedung gumping, kedung gayam, kedung tanjung, kedung dowo, kedung salam, kedung blongkrah, dan kedung jeruk.

“Kedung waduk itu diambil menjadi nama dukuh, yakni Dukuh Kedungwaduk ya, dukuh yang kami tinggali. Nama Kedungwaduk kemudian menjadi nama desa juga. Untuk nama kedung. Nah asal muasal sungai itu dulu yang membuat juga wali. Sang wali hanya menebarkan bekatul dan akhirnya menjadi sungai,” katanya.

Sanadi masih ingat di kedung watu pernah ditemukan fosil gading gajah purba yang beratnya mencapai 10 kg beberapa waktu lalu. Kemudian di kedung gumping, sebut dia, juga ada guanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya