SOLOPOS.COM - Monumen Markas Besar Komando Djawa (MBKD), di Desa Kepurun, Manisrenggo merupakan tugu peringatan keberhasilan menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Di belakang monumen itu, terdapat bekas bangunan rumah yang menjadi tempat menyusun strategi para pejuang. Foto diambil belum lama ini. (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos)

Asal-usul rumah Kades Kepurun, Klaten dulu pernah jadi markas para pejuang.

Solopos.com, KLATEN – Rumput dan pepohonan tumbuh subur di sebuah lahan tak jauh dari monumen Markas Besar Komando Djawa (MBKD), Desa Kepurun, Manisrenggo. Di lahan itu, terdapat undak-undakan yang dipenuhi rumput serta lumut. Undak-undakan itu merupakan bagian bangunan bekas rumah. Meski tak terurus, lokasi itu memiliki nilai sejarah.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Tokoh masyarakat desa setempat, Widodo, 66, mengatakan bangunan tersebut pernah menjadi markas para pejuang di bawah pimpinan A.H Nasution merencanakan gerilya merebut kembali Yogyakarta yang saat itu menjadi Ibukota RI saat agresi militer II Belanda. Ia mengatakan rumah itu menjadi markas para pejuang pada 1948-1949.

Ekspedisi Mudik 2024

Serangan merebut kembali Ibu Kota RI Yogyakarta dilancarkan pada 1 Maret 1949. Dalam waktu sekitar enam jam, TNI berhasil menguasai kembali ibukota RI di Yogyakarta dari kekuasaan kolonialis Belanda.

Widodo mengatakan selama menyusun strategi di wilayah Kepurun, para pejuang menggelar pertemuan secara berpindah-pindah. Hal itu tak lain untuk mengecoh musuh. “Ajudan Pak Nasution pernah bercerita, posnya tidak hanya disitu tetapi berpindah-pindah di beberapa dukuh wilayah Kepurun. Meski pos berpindah-pindah, markas tetap di situ [rumah Parto Harjono],” jelas Widodo saat berbincang dengan solopos.com, Jumat (11/3/2016).

Widodo mengatakan bangunan rumah berukuran sekitar 800 meter persegi dulu merupakan bangunan rumah joglo. Pemiliknya tak lain merupakan mantan Kepala Desa (Kades) Kepurun pertama, Parto Harjono. Hanya, bangunan tersebut kini tak tersisa bangunan permanen berupa undak-undakan.

“Sekitar 1990an itu kayu-kayu struktur bangunan rumah dibongkar oleh ahli waris untuk dipindahkan. Sehingga, kini tersisa undak-undakan itu,” jelas Widodo yang juga mantan Kades Kepurun.
Widodo mengatakan upaya untuk merevitalisasi lokasi itu sebagai tempat bersejarah pernah dilakukan.
Hanya, hingga kini upaya itu belum membuahkan hasil.

“Kami mengusulkan supaya ada yang menghidupkan kembali rumah itu sebagai tempat bersejarah. Kami sudah pernah bernegosiasi dan usulkan ke Gubernur Jateng saat itu Pak Bibit Waluyo,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya