SOLOPOS.COM - Warga berburu batu akik mani gajah di perbukitan Gunung Tugel, Bonagung, Tanon, Sragen, pekan lalu. (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Asal usul Gunung Tugel terkait kisah sembilan petualang.

Solopos.com, SRAGEN-Nama Gunung Tugel di Desa Bonagung, Kecamatan Tanon, Sragen, belakangan menjadi topik hangat yang diperbincangkan masyarakat. Hal itu menyusul temuan lahan tambang batu mani gajah seluas dua hektare di perbukitan Gunung Tugel.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Nama Gunung Tugel yang sebelumnya hanya dikenal oleh warga sekitar mendadak makin poluper seiring makin berkilaunya batu mani gajah. Batu yang diklaim merupakan fosil sperma gajah purba itu banyak diburu kalangan pencinta batu akik dari pelosok Tanah Air. Hingga kini, Gunung Tugel masih ramai dikunjungi warga sekitar. Mereka masih berburu batu mani gajah yang terpendam di dalam tanah.

Kata tugel berasal dari bahasa Jawa yang berarti patah. Disebut Gunung Tugel lantaran bagian atas perbukitan itu tidak mengerucut seperti kebanyakan gunung pada umumnya. Menurut cerita legenda yang berkembang di masyarakat, Gunung Tugel merupakan salah satu tempat yang dikeramatkan.

Dahulu kala terdapat sembilan petualang yang melintasi Gunung Tugel setelah menempuh perjalanan jauh. Salah satu di antara sembilan petualang itu mengidap penyakit kulit yang lazim disebut kudis. Lantaran penyakitnya itu, dia cenderung dikucilkan oleh teman-temannya karena khawatir penyakit itu menular.

“Sembilan petualang itu memutuskan untuk beristirahat karena hari sudah larut malam. Mereka memilih gua di Gunung Tugel ini sebagai tempat peristirahatan,” kata Kepala Desa Bonagung, Suwarno, kepada solopos.com Sabtu (15/8/2015).

Keputusan sembilan petualang itu menginap di dalam gua di Gunung Tugel harus dibayar mahal. Mereka tidak menyadari gua yang disinggahinya merupakan mulut seekor naga raksasa. Nahas, mereka baru sadar berada dalam bahaya setelah naga raksasa itu menutup mulutnya. Mereka berusaha melawan dengan menendang-nendang dinding mulut naga. Namun, upaya mereka tidak membuahkan hasil.

“Dari sembilan orang itu, hanya satu orang yang selamat. Dia adalah orang yang terkena penyakit kudis,” ujar Suwarno.

Di perbukitan Gunung Tugel terdapat beberapa mata air yang tidak pernah kering. Warga biasa menyebutnya dengan Sendang Batu dan Sumur Pancuran. Warga sekitar memanfaatkan air dari sumber itu untuk mengairi lahan pertanian. Meski berada di perbukitan, lahan petani cocok untuk ditanami padi.

“Saya biasa panen padi dua kali dalam setahun. Saat musim kemarau, lahan masih bisa ditanami palawija,” papar Cokro Suwarno, 61, petani setempat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya