SOLOPOS.COM - Warga melintas di gapura masuk Dukuh Kudusan, Desa Gumpang, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Sabtu (12/7/2014). (Iskandar/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SUKOHARJO–Nama suatu daerah sering kali dikaitkan dengan aktivitas tokoh kesohor yang pernah singgah atau beraktivitas di tempat tersebut. Hal itu dilakukan para nenek moyang suatu kawasan tersebut di antaranya guna emudahkab memberi tenger atau tanda pengingat peristiwa suatu daerah.

Hal ini juga terjadi pada salah satu dukuh di Desa Gumpang, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo. Dukuh di tepi rel kereta api jurusan Solo-Jogja itu itu bernama Kudusan. Mungkin banyak yang belum tahu asal-muasal nama yang melekat di dukuh itu sampai saat ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun berdasar salah seorang warga setempat, Yitno Wiyoso, 70, nama Kudusan diambil karena pada zaman Keraton Pajang, Sunan Kudus pernah singgah di tempat tersebut.

“Sampai saat ini saya belum pernah melihat data otentik sejarah Dukuh Kudusan. Yang ada hanya cerita turun-temurun dari para orang tua di sini,” ujar dia ketika ditemui di kediamannya, Sabtu (12/7/2014).

Berdasar cerita dari para orang tua yang diketahuinya, ratusan tahun silam Sunan Kudus yang menjadi guru Adipati Jipang Panolan—suatu wilayah di dekat Demak–Arya Penangsang pernah singgah di salah satu langgar atau surau di tempat yang kelak bernama Kudusan.

Ketika itu, papar Yitno, mereka hendak ke Keraton Pajang menemui Sultan Hadiwijaya untuk membicarakan berbagai hal di antaranya soal konflik di Kesultanan Demak.

Sayangnya, papar Yitno, bangunan langgar tersebut sekarang sudah tidak ada, karena sudah rata dengan tanah.

Tempat tersebut sekarang menjadi milik salah seorag warga setempat. Hanya saja lokasi yang dulu didirikan langgar, ujar dia, sampai sekarang berujud tanah kosong.

“Di pekarangan itu memang ada bangunan rumah, tetapi bangunan itu tidak didirikan persis di tempat yang dulu digunakan untuk mendirikan langgar. Berdasar cerita yang berkembang bekas bangunan yang dulu didirikan langgar itu wingit. Tetapi sekali lagi sejauh mana kebenaran cerita ini saya juga tidak tahu.”

Dia mengungkapkan, saat jrombongan Sunan Kudus mampir di langgar tersebut mereka yang berwudu harus turun ke kali di dekat langgar tersebut.

“Dulu alas yang digunakan mereka yang wudu di kali tersebut beralaskan batu padas. Mungkin sampai sekarang batu padas itu masih kelihatan jika air di kali itu sedikit,” ujar Yitno.

Hal lain yang dinilai unik, dulu sejumlah warga setempat mewarisi perangai temperamental seperti Arya Penangsang. Namun seiring berkembangnya zaman perangai tersebut perlahan-lahan luntur beradaptasi dengan lingkungan mayoritas warga yang juga berkembang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya