SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Sengketa kebijakan rokok kretek oleh AS yang dipermasalahkan oleh Indonesia memasuki babak baru. AS merasa kecewa terhadap langkah Indonesia mengajukan sengketa rokok ke WTO khususnya dalam pembentukan panel sengketa.

Indonesia secara resmi telah  mengajukan permintaan pembentukan Panel yang disampaikan dalam Sidang Badan Penyelesaian Sengketa/Dispute Settlement Body (DSB) WTO, pada tanggal 22 Juni 2010 di Jenewa Swiss.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam sidang DSB WTO tanggal 22 Juni 2010 di Jenewa, Delegasi RI menyampaikan kepada Sidang alasan dan dasar hukum ketentuan WTO mengenai permintaan pembentukan Panel kepada DSB.

Indonesia meminta agar Panel memeriksa pelanggaran yang dilakukan oleh AS terhadap ketentuan Pasal III GATT (General Agreement on Tariff and Trade) 1994, penggunaan article XX GATT 1994.

Hal ini tanpa disertai bukti ilmiah serta tidak terpenuhinya persyaratan yang diatur oleh sejumlah pasal dalam Technical Barriers to Trade/TBT dan Sanitary and Phythosanitary/SPS.

Dalam sidang DSB tersebut, delegasi AS menyampaikan kekecewaannya atas tindakan Indonesia untuk membawa AS ke DSB dan merupakan suatu hal yang prematur.

“AS meminta Indonesia untuk mempertimbangkan kembali permintaan pembentukan Panel tersebut,” kata Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Gusmardi Bustami melalui siaran persnya, Sabtu (26/6).

Meski kata Gusmardi, penolakan AS tersebut merupakan hal yang wajar dan biasa terjadi dalam Sidang DSB. Hal ini karena AS sebagai pihak yang dipersengketakan mempunyai hak untuk memblokirnya pada kesempatan pertama sesuai dengan ketentuan WTO Dispute Settlement Understanding (DSU).

Namun pada sidang berikutnya AS tidak mempunyai hak lagi untuk menolak. Indonesia akan terus maju ke tahap berikutnya, pengajuan permintaan pembentukan panel adalah langkah tindak lanjut dalam proses penyelesaian sengketa dagang WTO.

Sengketa RI-AS berawal dari terbitnya undang-undang di Amerika Serikat untuk mencegah atau mengurangi perokok anak muda sebagaimana tertuang di dalam ‘Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act’ yang di Undang-undangkan pada bulan Juni 2009 dan berlaku September 2009.

Peraturan tersebut telah melanggar ketentuan WTO yaitu secara diskriminatif mengecualikan rokok menthol dari larangan penjualan rokok beraroma, termasuk rokok kretek di Amerika Serikat.

Gusmardi menyatakan tindakan Pemerintah RI membawa AS ke DSB WTO merupakan langkah terakhir setelah berbagai upaya dilakukan sejak mulai masih dalam bentuk Rancangan UU dan dibahas di Kongres sampai diundangkan.

“Sebagai anggota WTO, AS seharusnya melaksanakan kewajiban internasionalnya sebagaimana terdapat dalam Agreement on Technical Barriers to Trade dan GATT 1994, untuk tidak melakukan diskriminasi perdagangan,” tegas Gusmardi.

Dalam Section 907 dari Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act, (Public Law 111-31, ‘The Act’) telah disahkan menjadi undang-undang (UU) oleh Presiden Obama tanggal 22 Juni 2009.

UU ini melarang penjualan semua rokok yang mengandung aroma dan rasa (flavored cigarettes). termasuk rokok kretek di Amerika Serikat selain menthol dan berlaku efektif pada 22 September 2009.

Rokok kretek dan rokok menthol adalah ‘Like products’ sesuai Pasal 2.1 Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Agreement). Sebesar 99% rokok kretek yang dijual di Amerika Serikat adalah produk impor terutama dari Indonesia. Sebaliknya, hampir seluruh rokok menthol yang dijual adalah hasil produksi domestik Amerika Serikat.

“Ini merupakan masalah prinsip, karena telah terjadi diskriminasi dimana pengecualian terhadap menthol yang juga adalah rokok beraroma (flavoroured) di dalam UU sementara kretek yang beraroma cengkeh dilarang. Oleh karena itu, demi kepentingan nasional, Indonesia membawa masalah ini ke DSB WTO,” jelasnya.

Realisasi Ekspor rokok Indonesia ke AS, untuk produk cigarettes tobacco HS2402209010 termasuk rokok kretek di dalamnya menunjukan mengalami tren penurunan dari US$ 604.420 pada tahun 2007 turun menjadi US$ 83.616 tahun 2009 (The Act berlaku september 2009).

Parahnya lagi, tidak ada ekspor sama sekali pada tahun 2010. Adapun volume turun dari 30.196 kg pada tahun 2007 dan turun hingga 9.984 tahun 2009 dan tidak ada ekspor sama sekali pada tahun 2010.

dtc/rif

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya