SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarangpos.com, SEMARANG — Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menegarai tingginya angka kecelakaan akibat kasus tabrakan dari belakang sejak peresmian jalan tol Trans Jawa.

Wakil Ketua Aptrindo Jawa Tengah & Daerah Istimewa Yogyakarta, Bambang Widjanarko, mengungkapkan di negara berkembang biasanya ada kecenderungan tinggi masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi. Hal itu disebabkan kurangnya alat transportasi umum yang baik. Di sisi lain, budaya keselamatan berkendaraan di jalan raya masih sangat minim, sehingga mengakibatkan tingginya angka kecelakaan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Ada fenomena baru memprihatinkan sejak diresmikannya jalan Tol Trans Jawa, yaitu seringnya terdengar kasus kecelakaan tabrak belakang di jalan tol, selain rem blong, ban meledak dan pengemudi ngantuk,” ujarnya kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Selasa (23/7/2019).

Kasus tabrak belakang umumnya terjadi adalah karena human error. Menurut Bambang, masih banyak orang yang belum terbiasa dengan cara mengemudi di jalan tol yang sangat berbeda dengan cara mengemudi di jalan arteri atau di area perkotaan.

Untuk menjadi pengemudi yang baik, pengendara harus bisa mensinergikan empat hal, yaitu alertness (kewaspadaan), awareness (kesadaran), attitude (perilaku), dan anticipation (antisipasi).

Bambang menjelaskan, kewaspadaan artinya pengemudi terbebas dari gangguan apa pun sehingga bisa berkonsentrasi sepenuhnya pada lingkungan di sekitarnya. Kesadaran artinya pengemudi tidak dalam keadaan mengantuk, mabuk, halusinasi atau disorientasi akibat penggunaan obat-obatan atau narkoba.

Menjaga perilaku artinya pengemudi harus bisa mengontrol emosi dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Adapun antisipasi berarti pengemudi harus dalam keadaan sehat, sehingga memiliki daya reaksi yang memadai.

Salah satu konsekuensi adanya jalan tol trans Jawa adalah banyaknya masyarakat berburu objek wisata dan kuliner, yang gencar dipublikasikan di media sosial. Padahal, dulunya orang-orang tersebut tidak pernah bepergian ke luar kota menggunakan kendaraan pribadi.

Kelompok pengemudi seperti inilah yang biasanya sering tidak menguasai teknik mengemudi yang baik. Di jalan tol, ada yang mengemudi sambil tolah toleh mencari sesuatu, ada yang mengatur titik GPS sambil tetap menjalankan kendaraannya, sehingga berjalan meliuk-liuk.

Ada yang berpindah jalur dengan seenaknya, ada pula yang memasang lampu sein berlawanan dengan arah beloknya. Selain itu, kerap dijumpai jejak rem yang tegas di beberapa exit tol, karena ketidaksiapan pengemudi.

Menurut Bambang, mereka cenderung merasa terlalu nyaman menginjak pedal gas di jalan lurus bebas hambatan, sampai tidak menyadari bahwa ketika akan keluar dari jalan tol harus mengurangi kecepatannya, sehingga melakukan panic braking. Padahal agar bisa menguasai kendaraan dengan baik ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, karena mempengaruhi jarak pengereman, yaitu  kecepatan kendaraan, kondisi kendaraan, kondisi jalan,  inklinasi jalan.

Selanjutnya, berat kendaraan, sistem pengereman, tekanan udara dalam ban, pola telapak/daya cengkeram ban, sistem suspensi kendaraan, kekasaran dan kekerasan jalan, serta koefisien gesek telapak ban dan permukaan jalan. “Saya optimis, keadaan akan semakin membaik di kemudian hari, sejalan dengan makin terbiasanya masyarakat menggunakan jalur cepat tol ini, yang paling penting adalah berdoa sebelum bepergian, perhatikan kondisi kendaraan dan cuaca,” ujarnya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya