SOLOPOS.COM - BEREBUT -- Warga berebut apem yang dibagikan dalam ritual Apem Keong Emas di Pengging, Banyudono, Boyolali. Ritual ini adalah peninggalan tradisi yang diperkenalkan pujangga RNg Yosodipuro saat kawasan itu dulu diserang hama keong emas. (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

BEREBUT -- Warga berebut apem yang dibagikan dalam ritual Apem Keong Emas di Pengging, Banyudono, Boyolali. Ritual ini adalah peninggalan tradisi yang diperkenalkan pujangga RNg Yosodipuro saat kawasan itu dulu diserang hama keong emas. (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

Masyarakat kita memang sangat kaya dengan tradisi yang unik. Meski mungkin ada yang hampir mirip satu dengan yang lain, namun tetap saja ritual-ritual itu menarik disaksikan. Salah satunya adalah ritual penyebaran apem kukus Keong Emas di Pengging, Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Boyolali.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bagi masyarakat sekitar, apem ini adalah simbol sarana untuk mencari berkah. Setiap buahnya dianggap sangat bernilai hingga layak untuk diperebutkan ribuan warga dalam ritual sebar apem ini. Lewat apem juga merupakan bentuk ungkapan rasa syukur diberikan keselamatan dalam kehidupan.

“Syukur, saya dapat satu apem. Meskipun harus berdesak-desakan dengan orang lain, saya beruntung mendapatkan sebuah apem. Padahal tahun lalu saya tidak kebagian karena terlalu ramai,” tutur salah satu warga asal Solo, Atik kepada Espos di sela acara sebar apem, kemarin. Atik pun berharap dengan mendapatkan apem dari Pengging yang telah didoakan itu ia dan keluarga banyak rezekinya.

Sebelum disebarkan, sebanyak dua gunungan apem kukus itu diarak terlebih dahulu dari Kantor Kecamatan Banyudono menuju Masjid Cipto Mulyo di kawasan Pengging. Bahkan, malam sebelumnya kedua gunungan itu telah didoakan terlebih dahulu.
Konon, adanya apem Keong Emas ini awalnya untuk mengusir hama terutama keong emas di persawahan milik warga setempat. Pada waktu itu, daerah tersebut mengalami pagebluk panen. Namun, lambat laun apem Keong Emas ini dimaknai sebagai pembawa rezeki.

Sejumlah dua gunungan apem diarak dengan dikawal para prajurit Keraton Surakarta serta para abdi dalem. Selain itu, sejumlah kesenian lokal juga mengiringi hingga menuju Masjid Cipto Mulyo atau merupakan peninggalan Paku Buwono X.
“Upacara ritual sebar apem ini sudah menyatu dengan masyarakat sekitar. Sehingga mereka tetap melestarikan adat Jawa ini untuk mendapatkan berkah. Tradisi ini bukan tiru-tiru, tapi asli peninggalan RNg Yosodipuro,” jelas Wakil Bupati Boyolali, Agus Purmanto.

Wabup pun bercerita jika pada masa itu persawahan di wilayah Pengging diserang musibah atau pagebluk. Warga gagal panen karena keong mas. Atas petunjuk RNg Yosodipura warga memasang sejumlah apem kukus di setiap sudut pematang sawah. Alhasil, hama itu menghilang. Maka dari itu, sebagai ucapan rasa syukur, warga membuat selamatan berupa sebar apem kukus ini.

Apem keong emas di pengging ini juga khas. Apem kukus ini dibungkus dengan janur kuning. Model ini merupakan simbol kesejahteraan warga di daerah Pengging. Kue apem yang telah di bungkus janur kuning itu kemudian ditata rapi dalam bentuk gunungan mirip tumpeng raksasa. Upacara ini meneruskan tradisi PB X yang digelar pada setiap tanggal 21 bulan Safar.

JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya