SOLOPOS.COM - Ilustrasi pilkades (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Apdesi Boyolali menyoroti aturan mengenai warga luar desa bisa mencalonkan diri dari cakades.

Solopos.com, BOYOLALI — Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Jateng menyoroti aturan calon kades dan perangkat desa boleh berasal dari luar desa. Menurut Apdesi, kades dan perangkat desa dari luar desa akan berpotensi menghilangkan kearifan lokal desa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Seorang kepala desa dan perangkat desa itu dituntut tahu budaya dan sosiologis masyarakatnya. Kalau mereka dari luar desa, lalu tiba-tiba menjadi kades dan perangkat desa karena lolos tes, ya ini sangat berisiko memupus kearifan lokal desa,” ujar Ketua Apdesi Boyolali, Sugeng, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (14/12/2016).

Pilkades serentak akhir-akhir ini di Soloraya, kata Sugeng, sedang hangat diperbincangkan. Salah satunya soal kemungkinan adanya calon kades atau perangkat desa yang mendaftar dari luar desa. “Kami bukannya menghilangkan hak-hak seseorang. Namun, setidaknya calon itu berdomisili di desa yang bersangkutan minimal setahun,” papar dia.

Dalam Undang-Undang No. 6/2014 tentang Desa menyebutkan calon kades atau perangkat desa harus terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1  (satu) tahun sebelum pendaftaran cakades. Namun, ketentuan ini digugat oleh sebagian masyarakat dan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Alhasil, mereka yang ingin menjadi kades atau perangkat desa bisa dari luar desa.

Menurut MK, ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Desa, menurut MK, merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.

“Keputusan MK ini memang final dan mengikat. Apdesi sudah menyampaikan masalah ini ke kementerian dalam negeri dan DPR,” ujarnya.

Ketua DPD Apdesi Jawa Tengah, Agung Heri Susanto, menambahkan UU Desa mestinya bersifat lex specialist. Di sana ada tata kelola masyarakat, adat istiadat, norma susila, dan kearifan lokal lainnya. Jika UU Desa diperlakukan sama dengan sistem demokrasi dan dilihat dari kacamata HAM semata, lanjut Agung, kekhasan desa menjadi hilang.

“Anda bayangkan, orang dari Jakarta misalnya, sama sekali tak mengenal desa, adat istiadat, atau karakter masyarakatnya, lalu karena punya uang besar, ia mencalonkan diri sebagai kades atau daftar perangkat desa. Bagaimana nanti nasib warga desanya kelak? Padahal, perangkat desa diangkat sampai usia 60 tahun,” tanya dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya