SOLOPOS.COM - Seorang kader posyandu menimbah bayi dalam pelayanan posyandu balita di Dukuh Kliwurung, Toyogo, Sambungmacan, Sragen, pertengahan Oktober lalu. (Solopos.com-Posyandu Toyogo)

Solopos.com, SRAGEN — Masa pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi Puri Indrayani, 37, bersama empat orang kader bina keluarga balita (BKB) di Posyandu Melati di Dukuh Kaliwurung, Desa Toyogo, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.  Mereka harus rela dikira para bocah tampil laksana pocong saat bertugas di posyandu.

Sejak April hingga kini, mereka harus menerapkan protokol kesehatan saat memlaksanakan pelayanan posyandu setiap tanggal 13. Dari 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) yang harus diterapkan untuk mencegah penularan Covid-19, Puri dan rekannya kewalahan untuk menyadarkan warga supaya jaga jarak.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Pelayanan posyandu dengan atribut laksana pocong itu merupakan salah satu kegiatan Program Jogo Tonggo yang digulirkan Gubernur Jawa Tengah. Harus dimaklumi, pembuat program jaga tangga alias menjaga tetangga itu tentu bukan pengguna bahasa Jawa yang cukup terpelajar hingga paham Wewaton Sriwedari 1926.

Idap Anxiety, Jeongyeon Twice Hiatus

Ekspedisi Mudik 2024

“Penginnya mereka segera cepat dan pulang sehingga saling berkerumun. Akhinya, dilakukan pelayanan di dalam rumah dan dipanggil satu per satu. Kalau tidak ketat dalam protokol kesehatan, kami juga ditegur petugas puskesmas,” ujar Puri saat berbincang dengan Espos di Posyandu Melati, Rabu (21/10/2020) siang.

Puri dan rekan-rekannya sebenarny agak keberatan bila harus memakai APD lengkap saat pelayanan sejak Juli. Mereka tak sekadar merasa kepanasan tetapi juga sumpek dan gerah saat memakai hazmat serba putih.

Bikin Anak Menangis

“Saat memakai hazmat serba putih itu justru membuat anak-anak yang hendak ditimbang itu menjadi menangis semua karena takut karena kami dikira pocong. Ada lima orang BKB itu wajib pakai hazmat semua. Sampai baju yang kami kenakan basah, bahkan tangan menjadi berkerut dan bewarna putih pucat karena kelamaan pakai sarung tangan,” ujar Puri yang diamini para kadernya.

Posyandu Melati yang dijalankan petugas dengan kostum laksana pocong itu melayani 55 bayi di bawah lima tahun (balita) di lingkungan tiga dukuh, yakni Dukuh Kaliwurung (3 RT), Dukuh Ngantirejo (1 RT), dan Dukuh Jaten (3 RT). Selain pelayanan balita, posyandu terbesar di Toyogo itu juga melayani para orang tua lanjut usia (lansia) karena ada lima orang kader bina keluarga lansia (BKL).

CL Umumkan Akan Comeback 29 Oktober

“Untuk sementara pelayanan posyandu lansia ditiadakan karena berisiko di saat wabah Covid-19. Posyandu lansia tutup sejak April lalu tetapi untuk program makanan tambahan masih diberikan dari rumah ke rumah. Di sini ada 25 orang lansia yang dilayani,” ujar Suwarni, 41, kader posyandu lainnya.

Selama membuka pelayanan posyandu balita dilakukan selama 1,5 jam karena pandemi. Biasanya pelayanan itu dilakukan sampai tiga jam, mulai dari pendaftaran, penimbangan, pencatatan, pemberian makanan tambahan, dan penyuluhan. Mereka bekerja secara sukarela dan berharap ridlo dari Tuhan.

Sebenarnya ada perhatian dari pemerintah kabupaten berupa insentif tetapi nilainya hanya Rp20.000/bulan dan cairnya dirapel setiap tiga bulan sekali. “Apa pun yang terjadi kami tetap siap siaga dan semangat. APD itu sebenarnya untuk menjaga diri kami juga dari penularan Covid-19,” ujar Triana, 33, kader posyandu lainnya.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya