SOLOPOS.COM - Kondisi Hotel Suka Marem, Jl. Dr. Sutomo, Laweyan, Sabtu (13/8/2016) cukup lengang. Lahan hotel rencananya bakal dibangun apartemen bernama De Kalitan di tahun 2017. (Chrisna Chanis Cara/JIBI/Solopos)

Apartemen Solo, IPR De Kalitan menjadi biang permasalahan pendirian apartemen De Kalitan.

Solopos.com, SOLO–Penerbitan izin pembangunan apartemen De Kalitan di Jl. Dr. Sutomo Laweyan dinilai bermasalah sejak awal. Dokumen Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) yang menyebutkan pembangunan apartemen setinggi tujuh lantai tidak sesuai dengan Perda No.8/2009 tentang Bangunan. IPR-cetak peta adalah fase paling awal dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Penelusuran Solopos.com, Jumat (19/8/2016), proyek De Kalitan telah memeroleh IPR bernomor 650/0373/L.05/IPR/VII/2015 dan Cetak Peta No.591.1/0373/L.05/CP/VI/2015 tertanggal 21 Mei 2015. Dalam dokumen tersebut, apartemen De Kalitan akan dibangun di lahan seluas 1.273 meter persegi (m2) dengan total luas bangunan 4.016 m2.

Batas ketinggian bangunan apartemen dalam IPR ditentukan maksimal tujuh lapis/lantai sedangkan batas lantai di bawah permukaan tanah maksimal dua lapis. Tidak ada rencana pelebaran jalan untuk ruas jalur yang mengelilingi apartemen yakni Jl. Dr. Sutomo dan Jl. Kalitan.

Izin tersebut bertentangan jika disandingkan dengan Perda No.8/2009 tentang Bangunan yang menjadi salah satu dasar penerbitan IPR. Dalam pasal 21 ayat 2 Perda, ketinggian bangunan maksimal empat lantai kecuali lokasi tertentu sebagaimana tersebut dalam lampiran. Saat Solopos.com mengecek halaman lampiran, Jl. Dr. Sutomo tidak masuk dalam pengecualian.

“Pemkot tidak punya dasar saat menentukan batas ketinggian apartemen maksimal tujuh lantai. Dalam hal ini, perda jelas ditabrak,” ujar sumber Solopos.com yang mengetahui kronologi perizinan De Kalitan.

Sumber tersebut menduga Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) tidak melakukan kroscek regulasi sebelum menerbitkan IPR apartemen. Kesalahan pada tahap awal perizinan itu dinilai membawa efek domino pada pengurusan dokumen selanjutnya seperti Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) serta Analisis Mengenai Dampak Lalu Lintas (Andalalin).

“Dengan demikian IMB yang telah diterbitkan patut dipertanyakan keabsahannya,” ujar sumber tersebut.

Sekretaris Komisi II, Supriyanto, menilai pembangunan apartemen De Kalitan di Jl. Dr. Sutomo diperbolehkan seiring peningkatan jalur dari jalan lingkungan menjadi jalan kota. Dengan peningkatan status itu, Jl. Dr. Sutomo yang dulu hanya boleh memiliki gedung setinggi maksimal empat lantai kini direvisi menjadi maksimal sembilan lantai. “Sudah melalui kajian dan menyesuaikan status jalan,” klaimnya.

Anggota Komisi II, Ginda Ferachtriawan, berpendapat perubahan status Jl. Dr. Sutomo menjadi jalan kota tidak bisa serta merta membuat jalur tersebut dapat dibangun gedung tinggi. Menurut Ginda, kajian batas ketinggian bangunan perlu memertimbangkan daya dukung lingkungan sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/2011.

“Pasal 21 ayat 1 perda juga menjelaskan ketinggian bangunan ditentukan lokasi, struktur tanah, luas kavling dan kondisi prasarana kota. Jadi dasar apa yang menyebutkan jalan kota itu boleh membangun gedung tinggi?,” ujarnya.

Ginda khawatir pembangunan kota akan semakin menjauh dari ekosistem lingkungan jika kajian proyek dilakukan serampangan. “Pembangunan yang tidak sesuai regulasi hanya akan merugikan Solo di masa depan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya