SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Di pelosok Papua, harga satu zak semen Rp1 juta. Persoalan tersebut saya bawa ke dalam kelas pembelajaran anak-anak asli Papua. Adakah cara yang bisa dibuat agar harga semen murah di Papua?
Di antara berbagai jawaban para siswa ada satu jawaban tegas, ”kami membuat pabrik semen sendiri”. Jawaban itu mengalirkan sejumlah kalimat untuk mendorong dan memotivasi mereka, agar dapat membangun pabrik semen sendiri, ”kalian harus belajar giat, belajar sungguh-sungguh, jangan sia-siakan kesempatan belajar ini”.

Mengaitkan dengan persoalan kehidupan sehari-hari siswa hanyalah salah satu cara untuk membangkitkan antusiasme belajar. Anak-anak kita bisa kehilangan semangat belajar hanya karena tidak mengetahui kaitan isi pelajaran dengan kehidupan yang sesungguhnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Untuk anak-anak Papua, mereka harus didorong untuk menjadi tuan di tanahnya sendiri yang berlimpah kekayaan alam, tapi belum mempunyai kemampuan untuk mengelolanya. Untuk mereka menjadi relevan kalimat bijak Latin, non scholae sed vitae discimus, kita belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup. Mereka bukan hanya mengejar angka-angka nilai, tetapi sungguh-sungguh demi menyiapkan hidupnya di masa depan.

Aktivitas belajar
Faktor motivasi dari guru bukanlah penentu keberhasilan pembelajaran. Sebuah penelitian mutakhir menunjukkan bahwa nilai-nilai bagus atau keberhasilan belajar siswa terutama ditentukan oleh kegiatan belajar siswa itu sendiri.

Ketika guru mengaitkan pelajaran dengan kehidupan  nyata, ada harapan agar siswa tergerak untuk belajar dengan sendirinya. Temuan tersebut seolah meruntuhkan berbagai hasil anggapan guru yang telah membuat penelitian-penelitian kecil di kelas, faktor apapun di luar diri siswa bukanlah penentu keberhasilan, bahkan berpengaruh pun masih serba sedikit. Artinya, siswa yang berhasil hanyalah siswa yang memang mau belajar, siswa yang nyata-nyata mau membaca, mau bertekun mendalami materi pelajaran.

Seorang siswa menuliskan pengalamannya di ajang facebook, ”Bapak, resep membaca yang  bapak berikan sungguh ampuh. Satu hari saya habiskan satu novel, saya betah membaca, dengan imajinasi yang mengesankan”.

Cara membaca yang salah, kebiasaan membaca yang keliru, dan membaca dengan berbagai hambatan, tidak cukup diperbaiki dengan teori membaca efektif atau disuruh-suruh. Yang bisa melihat perubahan adalah mereka yang memanfaatkan teori cara membaca yang benar sekaligus mempraktikkannya. Jadi yang menentukan keberhasilan membaca adalah kegiatan membaca.

Pemberian motivasi, variasi metode pembelajaran, inovasi-inovasi dengan perangkat teknologi mutakhir mestinya sampai menggerakkan siswa belajar sendiri. Tidak jarang para guru terjebak dengan  pembelajaran serba teknologi tinggi, setiap saat memutar film, atau memanfaatkan perangkat audio-visual. Namun,  pilihan-pilihan cara tersebut hanyalah pendukung, bukan penentu.

Kontekstual
Memperhitungkan latar masyarakat anak-anak kita, mesti dilakukan oleh guru di manapun. Berkait dengan anak-anak asli Papua yang saya jumpai, pilihan cara untuk membenturkan pada kehidupan sesungguhnya pun demi menggerakkan mereka untuk belajar.

Konteks mereka adalah konteks pendidikan yang tidak memberikan tuntutan untuk bekerja keras. Proses yang serba-boleh pun cukup untuk mengantar mereka mendapatkan selembar ijazah. Tantangan mereka adalah menghadirkan kehidupan yang lebih baik untuk masyarakatnya. Jadi, orang-orang muda ini harus pintar, serius belajar, dan konkret kelak membangun pabrik semen demi harga semen yang lebih murah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya