SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso (tengah), memberikan salam seusai mengikuti sidang dengan agenda pembacaan vonis di PN Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (27/10/2016).(JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Jessica Wongso divonis meskipun menghadirkan sederet ahli kelas satu. Kekalahan Jessica dinilai sudah tercium dalam dupliknya.

Solopos.com, JAKARTA — Upaya Jessica Kumala Wongso dan tim penasihat hukumnya melakukan pembelaan hingga tahap pledoi dan duplik tak mampu menghindarkan alumnus Billy Blue College itu dari vonis pidana 20 tahun penjara. Kekalahan kubu Jessica ini ternyata sudah tercium sejak pembacaan duplik terdakwa, Kamis (20/10/2016) lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pakar hukum pidana Fakultas Hukum UGM, Edward Omar Sharif Hiariej, menyatakan telah memperkirakan hakim akan menyatakan Jessica bersalah dalam pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin. Pasalnya, ada yang kontradiktif antara konstruksi yang dibangun oleh Otto Hasibuan dkk sejak awal sidang dengan salah satu materi duplik pekan lalu.

“Saat duplik, seharusnya yang disampaikan penasihat hukum adalah menyampaikan yang memperkuat konstruksi yang dibangun, tapi kontradiktif. Kenapa? Dari awal sidang, penasihat hukum mengonstruksi Mirna mati bukan karena sianida sampai hadirkan ahli patologi dari Australia,” kata Edward dari Jogja dalam wawancara jarak jauh yang ditayangkan live di Kompas TV, Kamis (27/10/2016) malam.

Dalam upaya menguatkan konstruksi itu, kubu Jessica menghadirkan sejumlah ahli patologi, seperti Dr Beng Beng Ong dan Dr Richard Byron Collins (keduanya dari Australia), Dr Djaja Suryaatmaja, Dr Gatot Susilo Lawrence. Selauin itu mereka menghadirkan dua ahli toksikologi, yaitu Dr Michael Robertson (Australia) dan Dr Budiawan.

Seluruh ahli itu dengan jelas menyebutkan kesimpulan serupa, yaitu penyebab kematian tidak bisa dipastikan atau Mirna mati bukan karena sianida. Namun, semua itu justru dibalikkan sendiri oleh kubu Jessica dengan menyebutkan tudingan konspirasi suami Mirna, Arief Soemarko, dengan barista Olivier Cafe, Rangga Dwi Saputra, dalam kasus ini.

“Tapi tiba-tiba saat duplik, dia sampaikan informasi bahwa Arief menyerahkan uang ke Rangga. Dia awalnya mengelolah fakta bahwa Mirna mati bukan karena sianida. Tapi di akhir, dia menuduh Rangga dan Arief, ini kan kontradiktif,” ungkap Edward. Baca juga: Jika Semua Singkron, Banding Jessica Bisa Ditolak.

Kesimpulan itu diperkuat pernyataan hakim dalam putusan yang menyebut tidak ada bukti tandingan yang dimiliki penasihat hukum untuk melawan kesimpulan kematian Mirna karena sianida. “Saling kontroversial terkait adanya racun di tubuh Mirna, itu sah sah saja. Tapi kewenangan hakim untuk menentukan keterangan itu bisa dipakai atau tidak. Majelis hakim lah yang berhak menilai tanpa harus mempertentangkan,” kata hakim Binsar Gultom dalam sidang, Kamis (27/10/2016).

Tidak adanya keterangan ahli dari penasihat hukum yang dipakai dalam pertimbangan hakim itu dikeluhkan oleh Otto Hasibuan. Namun, Edward memandang hal ini disebabkan alat bukti yang dihadirkan oleh kubu Jessica selalu berlawanan dengan versi jaksa penuntut umum. Karena itu, hakim pun hanya memilih salah satu yang sesuai keyakinannya.

“Masalahnya, alat bukti dari penasihat hukum vis a vis dengan JPU. Ketika penuntut umum menghadirkan saksi ahli yang menyebut Mirna mati karena sianida, penasihat hukum menghadirkan Mirna mati bukan karena sianida. Maka yang dipakai hakim adalah yang menyakinkan hakim,” kata Edward, Jumat (28/10/2016).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya