SOLOPOS.COM - Anies Baswedan mengunjungi lokasi pengungsian warga di Masjid Hasyim Asy'ari, Daan Mogot, Jakarta Barat, Kamis (2/1/2020). (Antara-Ricky Prayoga)

Solopos.com, JAKARTA -- Banjir Jabodetabek pada awal 2020 memantik ingatan publik tentang pemotongan anggaran penanggulangan banjir. Itu pula yang kembali menjadi bahan gunjingan di media sosial dan menjadi isu liar, bahkan dikaitkan dengan balapan Formula E.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membantah pemotongan anggaran itu, apalagi jika dikaitkan dengan Formula E. Namun soal anggaran penanggulangan banjir, publik kini terus mempertanyakannya.

Promosi Pelaku Usaha Wanita Ini Akui Manfaat Nyata Pinjaman Ultra Mikro BRI Group

Bahkan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mempertanyakan langsung komitmen Anies terkait kelanjutan proyek normalisasi Ciliwung untuk mencegah banjir di Jakarta. Dia mengutarakan kekecewaannya kepada Anies lantaran normalisasi Sungai Ciliwung baru dilakukan sepanjang 16 km dari total 33 km.

Ekspedisi Mudik 2024

"Mohon maaf Bapak Gubernur, selama penyusuran Kali Ciliwung ternyata sepanjang 33 km itu, yang sudah dinormalisasi baru 16 km," imbuh Basuki di depan Anies seusai pemantauan banjir Jakarta, Rabu (1/1/2020) lalu.

Ucapan Basuki memang tak salah. Berdasarkan situs apbd.jakarta.go.id, Pemprov DKI Jakarta sudah tak menganggarkan dana untuk pembebasan lahan di sepanjang Sungai Ciliwung.

Alokasi anggaran yang ditetapkan oleh pemerintahan era Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat (2014-2017) terus tergerus di era kepemimpinan Anies Baswedan.

Sebagai perbandingan, dana yang dianggarkan Dinas Sumber Daya Air untuk pengadaan tanah waduk, situ, dan embung pada 2016 senilai Rp536 miliar. Adapun pengadaan tanah kali dan saluran di Pemprov DKI Jakarta saat itu mencapai Rp259 miliar.

Tahun berikutnya, anggaran untuk pengadaan tanah waduk, situ, dan embung meningkat jadi Rp571 miliar sedangkan pengadaan tanah kali dan saluran di Pemprov DKI Jakarta mencapai Rp392 miliar.

Pada 2018, anggaran untuk pengadaan tanah waduk, situ, dan embung makin melonjak jadi Rp853 miliar. Sementara itu, pengadaan tanah kali dan saluran di Pemprov DKI Jakarta mencapai Rp528 miliar.

Sayangnya, alokasi dana untuk dua kegiatan tersebut berkurang pada 2019. Pengadaan tanah waduk, situ, dan embung menjadi Rp500 miliar sedangkan pengadaan tanah kali dan saluran hanya Rp300 miliar.

Puncaknya, Anies memangkas seluruh anggaran untuk pembelian lahan waduk, situ, embung, kali, dan saluran menjadi Rp0 pada APBD tahun anggaran 2020.

Dinas Sumber Daya Air menganggarkan dana hampir Rp700 miliar untuk pengadaan tanah infrastruktur sumber daya air. Namun, tidak jelas apakah lahan tersebut akan digunakan untuk membangun proyek naturalisasi ala Anies atau lainnya.

Anies berdalih anggaran untuk pembelian lahan tidak lagi diperlukan karena yakin program normalisasi sungai tidak akan menyelesaikan masalah banjir di Jakarta. Karena itu, dia berharap dua bendungan yang merupakan proyek strategis Kementerian PUPR, yakni Bendungan Ciawi dan Sukamahi, bisa cepat rampung demi mengatasi banjir di Jakarta.

"Kalau dua bendungan itu selesai, maka volume air yang masuk ke pesisir bisa dikendalikan. Selama kita membiarkan air mengalir begitu saja, selebar apa pun sungainya, maka volume air itu akan luar biasa," papar Anies membantah argumen Basuki.

Terkait hal itu, Basuki memproyeksi bahwa dalam waktu dekat, dua bendungan baru akan dipercepat pembangunannya.

"Bendungan Ciawi dan Sukamahi, pembebasan lahahnya sudah 90 persen lebih, kami targetkan pada 2020 ini akan selesai. Mudah-mudahan dengan beberapa program itu akan mengurangi atau menambah kesiapsiagaan kita menghadapi musim-musim hujan berikutnya yang mungkin akan lebih besar dari apa yang sudah kita rasakan pada hari ini," tuturnya.

Drainase Vertikal

Sebagai salah satu bagian program regenerasi kota (urban regeneration), penanganan banjir DKI Jakarta sebenarnya sudah dianggarkan dengan estimasi biaya Rp70 triliun. Hal ini merupakan satu dari sembilan proposal megaproyek urban regeneration yang diajukan Anies dengan total nilai investasi Rp571 triliun kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Perincian dana penanganan banjir dan pasokan air itu yakni untuk tanggul laut sepanjang 3.338 meter, pembangunan 28 waduk atau embung, naturalisasi dan normalisasi di 13 sungai, tata kelola air, serta multipurpose dan integrated tunnel.

Anies pun tampak lebih fokus ke arah penyelamatan daya dukung lingkungan lewat pembuatan sumur resapan atau drainase vertikal--salah satu ikonnya dalam kampanye Pilkada Jakarta--secara masif. Dia mencontohkan kawasan Jatinegara Barat dan Kampung Melayu yang merupakan salah satu titik melimpahnya aliran Sungai Ciliwung yang tetap berpotensi meluap.

"Ini sudah normalisasi. Itulah [banjir]. Jadi yang harus dikendalikan caranya bagaimana, membangun waduk dan embung lebih banyak. Sehingga air yang masuk kawasan hilir volumenya terkendali," ungkap Anies.

Soal drainase vertikal ala Anies, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pernah membantah argumentasi itu. Menurutnya, pembangunan sumur resapan tidak efektif dan tidak cocok diterapkan di seluruh wilayah Jakarta. Pasalnya, tekstur lapisan tanah di Jakarta tidak semuanya mampu menyerap air dengan debit yang besar.

Biopori lebih tepat digunakan pada model tanah yang memiliki tekstur reservoir atau ground water reservoir (waduk air tanah). Karena itu, Ahok menegaskan program pengendalian banjir paling efektif di Jakarta adalah melakukan normalisasi sungai karena mampu mengurangi titik banjir.

"Secara keseluruhan, sebelum program normalisasi berjalan ada kurang lebih 2.200 titik banjir. Setelah normalisasi diterapkan pada 2016, berkurang menjadi 400 titik banjir dan puncaknya pada Februari 2017, hanya menyisakan 80 titik banjir," kata Ahok waktu itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya