SOLOPOS.COM - Ilustrasi transportasi online. (fundpatransportationnow.com)

Angkutan online yang dimusuhi awak angkutan konvensional menciptakan trauma bagi insan transportasi Jateng dan penumpang mereka.

Semarangpos.com, SEMARANG — Sebagian masyarakat saat ini masih membicarakan perselisihan antara pengemudi angkutan umum konvensional dan angkutan berbasis aplikasi atau lazim disebut angkutan online yang terjadi di hampir seluruh daerah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Perselisihan antarpengemudi angkutan umum ini bukan tanpa alasan, salah satu yang mendasarinya adalah pengemudi angkutan umum konvensional menganggap angkutan umum berbasis aplikasi atau lazim disebut angkutan online, baik sepeda motor maupun kendaraan roda empat, telah menyalahi aturan dengan tidak melengkapi kendaraan mereka seperti halnya angkutan umum lain.

Alasan lain adalah banyak yang beranggapan bahwa pengusaha angkutan umum konvensional mulai dari bus, angkutan dalam kota, hingga taksi tidak siap dengan adanya persaingan yang mengatasnamakan online ini.

Salah satunya yang terjadi di Kota Semarang, sebagaimana dipublikasikan Kantor Berita Antara, Jumat (31/3/2017), beberapa pekan lalu, sejumlah pengemudi ojek konvensional di kawasan Stasiun Poncol tiba-tiba mendatangi sejumlah pengemudi Go-Jek atau ojek online yang kebetulan berkumpul di sekitar stasiun.

Meski tidak sampai menimbulkan kontak fisik, kejadian tersebut hingga saat ini masih membekas bagi pengojek online hingga akhirnya berdampak pada keengganan mereka untuk berada dekat di kawasan stasiun kereta api, baik Poncol maupun Tawang. Karena trauma itu, mereka memilih berkumpul menunggu panggilan dari penumpang melalui aplikasi Go-Jek dengan mangkal di titik-titik yang jauh dari pangkalan ojek maupun taksi konvensional.

Kondisi itu pun pada akhirnya berdampak pada rasa khawatir dan trauma masyarakat yang ingin menggunakan angkutan umum berbasis online. Mereka khawatir akan menjadi pihak yang disalahkan oleh pengemudi angkutan umum konvensional karena sudah memilih menggunakan taksi maupun ojek “online” tersebut.

“Saya khawatir kalau sampai diikuti sama preman, sekarang kan sedikit-sedikit preman yang maju. Maunya dapat mudah dan murah, tetapi risikonya besar,” kata salah satu penumpang angkutan umum Galuh Handayani.

Selain memberikan kemudahan kepada calon penumpang karena cara pesan yang mudah tanpa harus mengurangi pulsa telepon, taksi maupun ojek online juga menawarkan tarif yang lebih murah daripada taksi maupun ojek konvensional. “Bisa hemat hampir 50%, saya pernah naik Go-Car dari Semarang Barat ke kawasan Simpang hanya bayar Rp18.000. Kalau taksi biasa bisa lebih dari Rp25.000. Apalagi, kalau taksi biasa kan ada tarif minimalnya,” katanya.

Permenhub
Meski konsumen sangat diuntungkan, Pemerintah tidak diam mengingat ada pihak yang dirugikan dengan menjamurnya angkutan online ini. Oleh karena itu, tepatnya pada pertengahan tahun lalu, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016.

Permenhub ini salah satunya mengatur perusahaan angkutan umum tidak dalam trayek wajib mempunyai izin yang dikenai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Selain itu, perusahaan tersebut juga harus berbadan hukum Indonesia. Meski demikian, saat ini Permenhub No. 32/2016 direvisi, yaitu kelengkapan syarat mengenai administrasi kendaraan hanya dikenai untuk angkutan sewa khusus berupa mobil, seperti pada layanan Go-Car, GrabCar, maupun Uber.

Mengenai revisi permenhub ini, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa pemberlakuan peraturan itu per 1 April 2017. Kendati demikian, akan ada masa transisi. “Dari permenhub itu akan dilihat pasal per pasal, misalnya pemenuhan ketentuan surat izin mengemudi [SIM] umum diberi waktu 3 bulan, kemudian surat tanda nomor kendaraan [STNK] juga ada 3 bulan untuk waktu transisi,” katanya.

Selain itu, penerapan pembatasan taksi online juga dirasa perlu mengingat keberadaan taksi online yang sudah cukup merugikan para pengemudi dan pengusaha taksi konvensional, terutama dari segi pendapatan. “Makanya, Pemerintah melakukan pembatasan dalam rangka melindungi pengemudi taksi konvensional. Misalnya, biasanya mereka bisa dapat Rp2 juta/hari, sekarang hanya dapat Rp1 juta. Kami ingin melindungi saudara, rakyat, yang jadi pengemudi,” katanya.

Di sisi lain, Budi mengimbau para operator tidak saling perang tarif karena bisa mematikan yang lain dan yang akan rugi adalah kalangan pengemudi. “Operator taksi online kan ada beberapa, seperti Go-Car, Grab, dan Uber. Mereka harus bersama-sama, jangan mematikan yang lain. Untuk tarif batas atas dan bawah, pemerintah daerah yang mengusulkan. Jabar dan Jatim sudah setuju,” katanya.

Kesiapan Pengemudi Mengenai penerapan peraturan revisi Permenhub No. 32/2016, terjadi pro dan kontra di kalangan pengemudi angkutan umum. Salah satunya pengemudi Go-Car Freddy mengeluhkan uji KIR yang nantinya harus dilakukan oleh pemilik kendaraan yang disewakan menjadi taksi “online” tersebut.

“Dengar-dengar akan ada uji KIR segala, tetapi ‘kan masih sebatas wacana. Enggak tahu nanti bagaimana,” katanya.

Ia tidak memungkiri penerapan itu perlu untuk menjaga kondisi di lapangan agar kondusif. Meski demikian, diakuinya bahwa selama ini tidak ada gesekan antara pengemudi taksi “online” dan konvensional. “Kalau konflik di Stasiun Poncol itu ‘kan preman, bukan antarpengemudi taksi. Kami juga sudah mengikuti kesepakatan, yaitu ambil penumpang minimal 100 meter dari stasiun,” katanya.

Ia berharap uji KIR tidak perlu mengingat pengemudi taksi online sudah mengikuti kesepakatan yang berlaku tersebut.

Sementara itu, pemilik Taksi Atlas Tutuk Kurniawan menyambut baik penerapan peraturan tersebut karena jangan sampai antara satu perusahaan dengan perusahaan lain dibeda-bedakan. “Masa iya perusahaan kami harus mengikuti peraturan, sedangkan yang di sana semau gue. Tidak mau diatur dan mengancam mau demo,” katanya.

Tutuk Kurniawan berharap adanya peraturan tersebut persaingan antara taksi konvensional dan online dapat lebih sportif. “Pada dasarnya kami tidak masalah dengan persaingan. Akan tetapi, persaingan ini harus sehat. Selama ini persaingan tidak sehat saja kami layani, apalagi kalau nanti seluruh peraturan sudah diikuti, kami akan makin siap bersaing,” katanya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya