SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi JIBI/Harian Jogja/Hengky Irawan

Angkringan Pakdhe Harjo ditulis oleh Pemimpin Redaksi Harian Jogja, Anton Wahyu Prihartono

Harianjogja.com, JOGJA-Angkringan Lik Jon yang ada di pojok desa pada malam Minggu lumayan ramai. Mereka duduk berkelompok masing-masing terdiri tiga sampai empat orang. Beberapa kelompok yang duduk lesehan tampak ngobrol serius tentang kejadian yang menurut mereka aneh dan sulit dinalar. Ada yang ngobrol tentang kabut asap yang menyerang sebagian kota di Sumatra dan Kalimantan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Mesakke tenan, di Pontianak sudah dua bulan lebih tak melihat sinar matahari. Aneh kan? Kalau tiap tahun gini terus, lak ya cilaka ta?” ujar seorang pengunjung angkringan dengan penuh semangat.

Kelompok lesehan yang lain ngobrolnya tak kalah serius. Namun, mereka ngomongnya lebih pelan. Bahkan, di antara mereka ada yang sedikit berbisik. Mereka ngomongin isu yang lagi gayeng di Gunungkidul. Isu api misterius di Kwangen, Pacarejo, Semanu Gunungkidul kini menjadi obrolan hangat di daerah itu.

“Aneh, masak tak ada sebab yang jelas, barang-barang milik warga gosong. Kasur warga gosong, padahal dipan enggak terbakar. Kan aneh to,” ujar laki-laki tua berambut panjang.
“Hingga kini belum tahu kenapa dan bagaimana kok barang-barang warga bisa terbakar secara misterius seperti itu. Kalau ada api, harusnya semuanya ikut terbakar. Katanya, baju milik warga juga ikut terbakar,” sahut laki-laki berkumis tipis.
“Informasi yang saya terima dari Gunungkidul, di sana sedang ada orang yang sedang menguji kesaktian. Lagi pula, daerah itu banyak orang-orang yang ampuh dan tempat-tempat yang wingit,” bisik laki-laki tua jarinya dipenuhi dengan enam akik.

Pembicaraan yang agak nyleneh tersebut sama sekali tak mengusik perhatian Lik Jon, sang owner angkringan. Dia lebih tertarik membaca kabar dari Jakarta melalui HP androidnya. Tangan kirinya menggeser-geser layar sentuh HP, sementara tangan kanannya memegang kipas untuk menghidupkan bara di tungku.

Di depan Lik Jon duduk pemuda jomblo yang sudah beberapa tahun mumet urusan skripsi. Dia hanya duduk sembari minum kopi sedikit pahit yang ada di depannya. Sesekali dia membuka HP dan melihat status BBM teman-teman kuliahnya yang sedang merayakan malam Minggu bersama doi.

“Skripsi tak kunjung selesai, pacar pun belum tergapai. Lengkap sudah penderitaan,” demikian keluh laki-laki bernama Tejo itu.
Lamunan Tejo dan konsentrasi Lik Jon mendadak ambyar mana kali ada laki-laki bertubuh gendut dan berwarna gelap masuk ke tenda angkringan. “Kampret. Aneh…absurd!,” teriak laki-laki bernama Karyo sambil memukul meja angkringan.

Tejo dan Lik Jon pun kaget bukan kepalang melihat bujang lapuk tersebut tiba-tiba marah tanpa sebab. Namun, kata terakhirlah yang justru membuat Lik Jon semakin bingung. Absurd! Dalam hatinya dari mana dia bertanya-tanya dari mana laki-laki penunggu dan pengawan pembangunan hotel di Jogja itu mendapat kata-kata yang demikian aneh dan tak bisa dimengerti alias membingungkan. “Ngapa ta Mas Karyo, telat bayaran ya?” tanya Lik Jon kepada sahabatnya itu.

“Ah bayaran piye. Bayar wulan wingi wae durung entek Jon,” jawab Karyo dengan nada sombong.

Karyo pun menjelaskan peristiwa yang menurutnya aneh dan absurd tersebut. Dia tidak sepakat dengan sikap DPR yang akan merevisi UU tentang KPK di mana dalam RUU tersebut usia KPK hanya akan berumur 12 tahun sejak RUU tersebut disahkan. KPK juga hanya boleh menangani perkara di atas Rp50 miliar. Kewenangan melakukan penyadapan dalam mengusut suatu kasus pun dibatasi. “Anggota DPR itu maunya apa? Kalau UU itu disahkan, sama saja membuat KPK loyo, lemah dan tak bertaji. Dua belas tahun kemudian, KPK bubar. Harusnya anggota DPR itu yang dibubarkan,” beber Karyo.

“Santai saja Mas,” sahut Tejo sembari menepuk pundak Karyo.

“Iya, sabar bos!” Kan belum tentu RUU itu ditetapkan. Banyak pihak yang menolak kok,” tambah Lik Jon.
“Negara ini sudah terlalu banyak orang santai. Negara ini terlalu banyak orang sabar. Tegas dan teges sithik gitu hlo,” jawab Karyo.
Karyo pun menjelaskan tentang kiprah KPK selama ini yang dinilai mampu membuat para petinggi parpol masuk bui. Banyak anggota DPR, gubernur dan bupati yang diseret ke meja hijau dan akhirnya dipenjara. Bahkan, menteri pun “dihajar” habis-habisan karena terlibat korupsi dan memperkaya diri. Dia khawatir jika RUU tersebut disahkan, maka pemberantasan korupsi tak akan bertaji lagi. Bahkan, dia menduga korupsi akan semakin subur khususnya korupsi yang nilainya di bawah Rp50 miliar.
“Ini pasti ada agenda tersembunyi. Agenda untuk melemahkan KPK dan sekaligus menamatkan KPK. Ra beres tenan negara iki! Sakit tenan!” ujar Karyo.
“Upaya pelemahan KPK harus dilawan Mas. Saat ini kita butuh KPK yang kuat,” sahut Tejo, mahasiswa Fisipol di universitas negeri paling top di DIY.
“Yes! Itu baru mahasiswa progresif revolusioner. Tak sia-sia bapakmu nyekolahke jurusan Sospol. Ndang rampungke skripsimu le,” jawab Karyo sembari menyindir Tejo.

Tejo yang juga mengikuti perkembangan berita politik paling mutakhir di Tanah Air pun kemudian urun rembuk. Dia sepakat KPK dibubarkan asalkan korupsi di Indonesia sudah tidak ada lagi. KPK memang komisi ad hoc di mana komisi itu sewaktu-waktu dapat dibubarkan, dengan catatannya korupsi sudah tidak ada lagi. Selanjutnya, penegakan hukum dilakukan oleh kejaksaan dan kepolisian. “Hla wong korupsinya saja masih subur kok,” ujar Tejo.
Tejo justru berharap agar kewenangan KPK diperkuat agar praktik korupsi benar-benar bisa dibasmi, bukan justru dilemahkan dengan mretheli kewenangan yang ada selama ini. “Sepakat! Ini pasti ada agenda tersembunyi,” tegas Tejo sembari melirik Karyo.

Merasa punya bala, Karyo pun tersenyum sambil mengangguk-angguk. Sementara Lik Jon hanya diam menjadi pendengar. Hatinya masih ngganjel dengan kata-kata absurd tadi. Ya absurd. Dia pun kemudian membuka google untuk mencari makna atau arti kata yang asing baginya. Dia kemudian tersenyum lega setelah mendapati kata asing itu yang artinya tak masuk akal. “Trus agenda tersembunyi apa maksudnya,” tanya Lik Jon.
Karyo dan Tejo saling pandang. Keduanya nyaris bersamaan menjelaskan pertanyaan yang masih ngganjel di hati Lik Jon. “Jelaske Mas Karyo!” ujar Tejo sambari menepuk pundak Karyo.
“Aja! Sensitif,” jawab Karyo.
“Di logika saja. Yang terlibat kasus korupsi itu mereka yang notebene adalah kader partai yang duduk sebagai bupati, gubernur, anggota DPR hingga menteri. Wajar kan kalau anggota DPR itu berusaha merevisi UU KPK….Paham kan maksudku. Anehnya lagi KPK hanya diberi kewenangan untuk menangani kasus korupsi di atas Rp50 miliar. Di bawah itu penanganan oleh penegak hukum yang lain. Padahal, mereka selama ini kurang bertaji…Paham juga kan maksudku. Entah lah bro…mau jadi apa negeri ini. Lama-lama makin aneh,” jawab Karyo mengakhiri pembicaraan.

Obrolan pun merembet ke masalah lainnya. Sementara yang di lesehan pun masih tampak serius dengan isu dan topik mereka masing-masing. Semuanya membahas tentang keanehan di negeri ini. Rakyatnya aneh, wakil rakyatnya pun aneh-aneh. Tak heran banyak kejadian aneh terjadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya