SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi JIBI/Harian Jogja/Hengky Irawan

Foto Ilustrasi
JIBI/Harian Jogja/Hengky Irawan

Harianjogja.com-Sejumlah pedagang angkringan di Jogja mendapat keluhan dari pelanggan mereka. Persoalannya bukan karena karena layanan yang kurang memuaskan. Akan tetapi, rasa barang dagangan mereka yang menurun, khususnya untuk sego kucing teri balado.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kondisi ini terjadi bukan karena mereka mau cari untung semata. Para pedagang terpaksa menggelar dagangannya dengan pengurangan kadar cabai untuk sego kucing teri baladonya, pun untuk makanan lainnya yang berpasangan dengan cabai rawit hijau, seperti penganan jenis goreng-gorengan.

“Iya mas, mereka protes kok rasa terinya nggak pedes lagi. Tapi ya, setelah dijelaskan, mereka akhirnya paham hal ini terjadi karena harga cabai yang terus membubung,” kata Lik No, Sabtu sore itu di Angkringan Pakdhe Harjo, Jalan Timoho 52, Jogja.

Noyo, pelanggan setia angkringan yang saban pekan mampir di angkringan itu, mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ya…bagi saya ya ndak masalah No…Cuma ya itu….Rasanya memang kurang marem gitu,” kata Noyo.

“La..Itu mas, kalau ndak begitu, saya khawatir harga segonya nanti malah jadi lebih mahal…Coba dibayangkan mas, harga cabai rawit yang biasa dipakai buat sego itu kini sudah mencapai Rp50.000 per kg,” ujar Lik No.

“Iya juga sih No…Tapi, kalau diliat kondisi pasar percabaian sekarang, sebetulnya, kondisi ini tidak terjadi Jogja saja. Hal ini juga menimpa daerah lain.”

“Misalnya di Jakarta, katanya harga cabai rawit malah sudah mencapai Rp100.000 per kg. Waduh, kalau ini terjadi di Jogja, jadi berapa harga sego teri baladomu No…Bisa-bisa banyak pelanggan yang menyetop pesenannya…Malah mereka hanya milih makan mi instan saja,” kata Noyo.

“Tapi ini belum seberapa lo, jika dibandingkan dengan yang terjadi Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kaltim. Katanya harga cabai di daerah itu malah lebih gila lagi, mencapai Rp150.000 per kg.”

“Ini artinya, dana bantuan langsung sementara masyarakat sebagai kompensasi kenaikan BBM per bulannya, hanya cukup buat beli satu kilogram cabai to. Waduh jadi pusing membayangkan kalau ini terjadi di sini …,”urai Noyo.

“Betul mas, harga cabai makin pedas saja ya…Pedas bukan karena rasa, tapi karena kenaikan harganya yang ketolongan,” kata Lik No.

Noyo sejurus terdiam…Mengelus-elus perutnya yang sedikit menonjol ke depan…”Wah masih ada ruang tersisa…Tak sikat sebungkus lagi ya No. Mumpung di Jogja harga cabainya belum selangit.”

“Oh ya…No…Tolong dibuatkan teh krampul panas…Pakai gula batu ya…Pakai jahe ya?” Noyo menyodorkan gelas kosong yang tadi diisi air putih.

“Siap mase…Jahenya mau dibakar atau langsung di gepruk?” timpal Lik No.

“Dibakar sebentar saja..Jangan sampai ada yang gosong lo. Kalau gosong, katanya meningkatkan risiko kangker No…Kan kita tidak boleh menyantap makanan yang gosong-gosong karena mengandung zat yang berbahaya bagi tubuh,” kata Noyo.

“Trus No…ini konco lawasku Si Suto SMS, dia pesen sekalian dibuatkan teh krampul…Jadi nanti sekitar 15 menit lagi dia dating dan tehnya langsung bisa diminum,” lanjut Noyo.

“Beres mase,” kata Lik No…

“Oh ya mase, ngomong-ngomong soal cabai tadi, gimana ya cara mengatasi harganya agar tidak naik terus…” kata Lik No.

“Ya, satu-satunya cara untuk saat ini ya harus turun gunung dong. Tidak ada cerita lain. Apalagi menjelang Lebaran begini, mereka mau nggak mau harus operasi pasar. Enak aja mereka sudah naikin BBM, trus kita dibiarin begini. Mereka harus tanggung jawab,” kata Suto yang datang ke angkringan dengan nada suara yang agak tinggi.

“Eeeee sampeyan ini gimana to, ndak ada angin ndak ada hujan, main nyelonong aja…Langsung nimpali lagi. Mbok ya, permisi, apa kabar, ngomong selamat sore begitu…” kata Noyo.

Suto terkekeh..Dia mendudukkan tubuhnya di kursi panjang angkringan…”Yo…ini pesenanku to…Maturnuwun ya sudah dipesenkan,” ujar Suto.

“Ya…To, betul juga saranmu itu, kalau pemerintah tidak segera melakukan operasi pasar, kondisi ini bisa semakin mencekik masyarakat. Sudah harga BBM naik, ongkos angkutan naik, harga beras naik, harga sembako lainnya juga naik, trus di kita apanya yang naik. Yang ada konsumsinya yang harus dicekik,” kata Noyo.

“Ya ndak bisa tiba-tiba oprasai pasar juga. Yang pasti pemerintah harus lakukan operasi pasar bukan hanya untuk cabai, melainkan untuk semua komoditas yang harganya meroket itu. Termasuk daging sapi yang harganya juga menggila mencapai Rp100.000 per kg…” urai Suto.

“Dalam pelaksanannya pemerintah tetap harus hati-hati dalam mengatur pelaksanannya … Jangan sampai juga para pedagang yang beroperasi dengan jujur di pasar kena dampak negatifnya,” tambah Suto.



“Ada baiknya, program ini terus dikomunikasikan kepada publik dan para pemain di pasar…Intinya semuanya dibuat sama enaklah… Warga happy, pedagangpun happy.”

“Seperti cabai itu tadi, semoga dengan operasi pasar, harganya nggak makin menggila seperti yang terjadi di Kalimantan itu…Dan selain itu, spekulan nakal, semoga dengan operasi pasar ini jangan lagi berlaku buruk menjual cabai busuk hanya untuk cari untung semata. Kasian warga juga kan,” jelas Suto.

“Cabai kok makin pedas bukan karena rasanya, tapi karena harganya nggak terkendali. Aneh betul kalau ini terus terjadi.”

Adhitya Noviardi
Wartawan Harian Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya