SOLOPOS.COM - Aprilian Hermawan (Twitter)

Angkringan Pakdhe Harjo ditulis Redaktur Pelaksana Harian Jogja, Aprilian Hermawan

Harianjogja.com, JOGJA-Tiga orang tampak tengah berdiskusi seru di sebuah angkringan utara Tugu Jogja. Rupa-rupanya topik bahasan mereka memang sedang hangat dan isu itu masih dikaji oleh pemerintah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kalau buat saya yang penting masyarakat tentrem, harga-harga murah. Hidup seadanya. Wis penak tur ayem,” kata Sukirjo yang berperawakan gempal dengan nada nrimo.
“Lha nanti kalau saya ikut bela negara bagaimana dengan dagangan saya, apa pemerintah mau nanggung hidup saya?” timpal Bakidin kawan satunya.
“Ya seharusnya yang ikut bela negara itu pejabat negara dulu, kalau kita sebagai rakyat kecil manut saja,” imbuh Yanto yang akrab disapa Mas To.
“Ngawur kamu. Moso tukang mbecak ikut bela negara,” sanggah Sukirjo.
“Lho justru itu yang bikin saya bingung. Katanya semuanya harus ikut mulai dari tukang ojek sampai rektor. Berarti tukang bentor juga wajib tho?” jelas Mas To yang berprofesi sebagai pengemudi bentor.

Keduanya saling pandang dan manggut-manggut. Tidak jelas maksudnya, mengerti atau sama bingungnya dengan Mas To.

Bentor alias becak motor memang semakin marak berseliweran di sepanjang Jalan Malioboro dan sekitarnya meskipun keberadaannya pro-kontra. Becak jenis ini seringkali “menipu” mata para pejalan kaki karena dilihat masih jauh, begitu nyebrang santai tau-tau jaraknya sudah dekat mak jegagik. Itu akibat anggapan selama ini semua becak kecepatannya sama, padahal bentor dan bewes alias becak gowes tidaklah sama.

Sama halnya dengan bela negara dan wajib militer yang sekilas mirip, tetapi pemerintah menegaskan sebagai dua hal berbeda.

Kembali ke topik pembahasan tiga orang tadi, rencana kewajiban pelaksanaan bela negara agaknya telah mencuri perhatian masyarakat. Kabar rencana kewajiban bela negara itu datang dari pernyataan Kementerian Pertahanan.

Disiplin Nasional
Menteri Pertahanan Ryamizard Riyacudu sebelumnya menyebutkan bela negara bertujuan membentuk disiplin pribadi yang pada akhirnya berujung pada munculnya disiplin kelompok dan nasional. Pelatihan dan pendidikan bela negara ini akan dimulai pada awal 2016.

“Ini bukan wajib militer. Ini hak dan kewajiban. Hak boleh dituntut, tapi kewajiban harus dilaksanakan. Negara membolehkan demonstrasi, sekarang negara meminta warganya bela negara,” ujar Ryamizard, Senin (12/10).

Tidak tanggung-tanggung, jumlah penduduk yang diincar untuk mengikuti bela negara sebanyak 100 juta orang atau hampir lebih dari separuh penduduk negeri. Menurut menhan, tak ada batasan umur dan profesi warga dalam bela negara. Mulai tukang ojek hingga rektor pun wajib ikut serta dalam bela negara.

Apabila ada yang menolak ikut serta dalam bela negara, dia secara tegas mempersilakan mereka angkat kaki dari Indonesia. “Kalau tak suka bela negara di sini, tidak cinta Tanah Air, ya angkat kaki saja dari sini. Kita bangkit dan hancur harus bersama.”

Akan tetapi, semangat keharusan bela negara ini sepertinya seirama dengan lagu Tetty Kadi, Layu Sebelum Berkembang. Hanya berselang sehari setelah sang menteri melontarkan wacana itu, Direktur Bela Negara Ditjen Potensi Pertahanan Kemhan Laksamana Pertama M. Faizal justru menyatakan bela negara tidak wajib melainkan bersifat sukarela.

“Bela negara wajib menurut konstitusi, pelaksanaannya sukarela. Tak ada latihan militer. Ini tentang kedisiplinan,” katanya.

Penjelasan Dirjen ini jelas meralat pernyataan bosnya yang sudah kadung menegaskan bela negara sebagai hal wajib.

Menurut rencana awal, pelatihan bela negara akan diselenggarakan oleh satuan-satuan pendidikan TNI, seperti resimen induk daerah militer selama 30 hari penuh. Para peserta pelatihan akan diinapkan di asrama.

Seperti yang diharapkan menhan, tujuan bela negara jelas baik karena diharapkan dapat memunculkan rasa nasionalisme dan memahami arti perjuangan yang diusung para pendahulu negeri. Melalui program ini, warga negara juga diharapkan akan memiliki kesadaran dalam berbangsa, rela berkorban dan lebih meresapi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara.

Yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah sanggup untuk melatih jumlah peserta yang sedemikian banyak dan tersebar dari Sabang sampai Merauke? Program ini jelas tidak bisa dilakukan secara terpusat dan mau tidak mau sepertinya harus melibatkan pemerintah daerah.

Masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang belum sepenuhnya dijelaskan oleh pemerintah, terutama menyangkut teknis pelaksanaan. Akibatnya, pertanyaan nyeleneh terlontar dalam perbincangan angkringan. Belum lagi jangka waktu pelatihan yang terbilang lama bagi masyarakat yang tak bisa meninggalkan pekerjaan, semisal tukang parkir atau tukang dagang keliling. Tentu pendapatan mereka akan hilang demi mengikuti pelatihan selama sebulan.

Apakah pemerintah akan mengganti uang mereka? Apakah pemerintah juga menyediakan sangu buat yang belum bekerja? Apakah memang APBN mengalokasikan dana untuk itu? Ini yang masih belum jelas.

Dimulai dari Pejabat
Karena belum jelas itu, ada baiknya juga usulan Mas To yang meminta pelaksanaan program bela negara untuk diterapkan terlebih dulu kepada DPR. “Mereka itu kan wakil rakyat. Sebagai wakil ya seharusnya kalau ada program baru dicoba dulu sebelum dilaksanakan ke rakyat.”

Berangkat dari situ, sepantasnya memang para penyelenggara negara atau tepatnya para pejabat negara seperti menteri, pejabat eselon, anggota DPR, atau DPRD mengawali implementasi progam bela negara.

Selama ini publik begitu sering membaca, melihat dan mendengar maraknya berita kasus korupsi. Ironisnya, uang negara yang digondol tikus-tikus itu justru disebabkan ulah para pejabat negara.

Tengok saja beberapa pemberitaan kasus korupsi yang jumlahnya terbilang fantastis. Uang hasil jarahan itu seakan tidak bisa terbanyangkan secara fisik dalam kehidupan sehari-hari wong cilik. Jangankan melihat uang triliunan atau miliaran, uang puluhan jutaan rupiah saja masih banyak yang belum pernah lihat.

Justru masyarakat saat ini ingin melihat bagaimana para penyelenggara negara bisa bebas dari korupsi. Dukungan publik terhadap rencana pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi telah memperlihatkan besarnya hasrat itu.
Nah, melalui program bela negara, rakyatlah yang akan menilai apakah program ini akan berdampak positif terhadap kehidupan bernegara dan dan mampu menghilangkan tabiat buruk itu?



Kurang dari tiga bulan waktu yang tersisa menuju 2016, tetapi kejelasan secara detil program bela negara hingga kini belum tersingkap. Harapannya, jangan sampai program bela negara yang masih pro-kontra ini dipaksakan dan mak jegagik dalam hal pelaksanaannya karena tidak ada persiapan matang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya