SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi angkringan. (JIBI/Harian Jogja/Maya Herawati)

Harianjogja.com-Malam belum begitu larut, namun suasana angkringan Pak Dhe Harjo sudah ramai. Seperti biasa, mereka ngobrol ngalor ngidul, mulai pembicaraan yang ecek-ecek hingga pembicaraan politik nasional yang paling mutakhir di negeri ini.

Anton Wahyu Prihantono/ Wartawan Harian Jogja

Anton Wahyu Prihantono/
Wartawan Harian Jogja

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Seperti biasa, Pak Dhe Harjo duduk di paling ujung kursi angkringan milik Om Jon, panggilan akrab Sujono. Raut wajah Pak Dhe Harjo tampak gundah. Beberapa kali dia membetulkan peci tua yang sudah bertahun-tahun hinggap di kepalanya. Baju safari warna abu-abu selalu membungkus tubuhnya yang mulai kurus dan mengeriput.

“Indonesia kiamat. Indonesia sudah tamat!” begitu ungkap Pak Dhe Harjo membuka pembicaraan soal isu politik nasional kemarin malam.

Semua langsung terdiam. Om Jon langsung berhenti mengaduk teh manis dan langsung mengalihkan pandangan ke arah Pak Dhe Harjo. Mereka sudah hafal jika Pak Dhe Harjo sudah ngomong serius berarti telah terjadi sesuatu masalah yang absurd di republik ini.

Mas Tejo yang juga ketua karang taruna di kampung kami berusaha memberanikan diri bertanya. “Maksud Pak Dhe apa kok Indonesia kiamat? Kok Indonesia tamat?” tanya Mas Tejo.

Semua masih terdiam. Pak Dhe Harjo kemudian menghela napas panjang sembari membetulkan peci uzur yang miring di kepalanya. “Kalau eksekutif sudah korup, legislatif sudah ikut gerbong kolusi dan kalau yudikatif terlibat skandal suap, apa ini bukan berarti Indonesia ini mendekati almarhum,” ungkap Pak Dhe Harjo.

Semua masih terdiam. “Akil Mochtar!” ujar Pak Dhe singkat. Komunitas angkringan baru sajar bahwa apa yang disampaikan itu terkait dengan penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa hari lalu.

Akil ditangkap bersama anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nissa, bupati terpilih Kabupaten Gunung Mas Hambit Bintih dan beberapa orang lain. Akil dan gerombolannya ditangkap kerena diduga terlibat dalam kasus suap sengketa Pilkada Gunung Mas yang sedang ditangani oleh KY.

Tak tanggung-tanggung, uang suap yang diduga untuk memuluskan putusan sengketa pilkada yang disita KPK mencapai Rp3 miliar.

Akhirnya, mereka baru paham. Sebab, semua media baik koran maupun televisi gencar memberitakan penangkapan tokoh lembaga tinggi negara tersebut.

“Kalau gitu bubarkan saja Indonesia ini. Republik ini harus berani memotong generasi. Ini sudah terbukti bahwa kepemimpinan nasional saat ini sudah terjangkiti patologi kronis yakni korupsi dan kolusi,” ungkap Kang Paijo menyambut pendapat Pak Dhe Harjo.

Namun Om Bambang agaknya kurang sependapat dengan lontaran Kang Paijo. Sebab, ada masalah besar yang dihadapi bangsa ini yang mendesak untuk dibenahi. “Meskipun kepemimpinan nasional dirombak, belum tentu negara ini akan bisa lebih baik lagi Kang,” ungkap Om Bambang.

Diskusi kecil-kecilan ala angkringan itu pun semakin serius. “Kalau pengganti para pemimpin bangsa atau penyelenggara negara ini tidak memiliki moralitas dan integritas yang bagus, nggih sami mawon Kang,” ujar Om Bambang.

“Maksud Om Bambang pripun niku,” sahut Om Jono.

Om Bambang pun kemudian menjelaskan betapa pentingnya moralitas dan integritas bagi para pemimpin bangsa.

“Bangsa ini membutuhkan pemimpin maupun penyelenggara negara yang moralnya bersih. Butuh pemimpin yang memiliki integritas tinggi dan selalu memperjuangan nasib rakyat,” jelas Om Bambang.

Om Bambang pun kemudian melanjutkan, jika bangsa ini dipimpin oleh orang-orang yang memiliki moral yang bagus dan berintegritas, maka tidak akan pernah ada cerita menteri terlibat korupsi. Tidak ada cerita gubernur, bupati maupun anggota DPR yang ditangkap KPK.

“Mereka tidak akan silau dengan apa yang namanya uang. Mereka tidak akan mudah disogok dan mereka tidak akan pernah terpikirkan melakukan praktik-praktik culas seperti melakukan korupsi. Kalau tidak memilki moralitas dan integritas, maka godaannya besar sekali. Seperti yang dialami Akil Mochtar itu. Digoda oleh uang saja imannya langsung tiarap. Bukan begitu kan Pak Dhe,” tanya Om Bambang.

Pak Dhe Harjo hanya manggut-manggut sebagai tanda mengamini omongan Om Bambang. Tiba-tiba Om Jon yang dari tadi serius menyimak parcakapan langsung angkat bicara.

“Saat ini memang uang yang bicara. Fulus memang bikin mulus. Tapi kadang uang memang bikin kita terjengkang,” ungkap Om Jon.

Om Bambang setuju omongan Om Jon. Dia lantas menunjukkan berapa banyak bupati, gubernur, anggota DPR dan pejabat pemerintah yang ditangkap KPK karena terlibat dalam kasus suap. Mereka kemudian menjadi lemah iman saat diiming-imingi uang.

“Imannya langsung melintir begitu dikipasi dengan uang. Tidak dapat dibayangkan kalau pejabat di republik ini mentalitasnya seperti itu Akil dan kawan-kawannya itu. Lambat tapi pasti, Indonesia pasti akan sekarat dan selanjutnya tamat seperti yang disampaikan Pak Dhe tadi,” imbuh Om Bambang.

Para penghuni komunitas angkringan pun langsung terpancing emosinya. “Apa Akil dan kawan-kawan itu tidak berkaca pada kasus penangkapan KPK sebelumnya? Apa mereka itu tidak tahu kalau KPK sekarang sedang galak-galaknya?” kata Mas Karyo yang tiba-tiba angkat bicara dengan nada tinggi.



Pak Dhe Harjo maupun Om Bambang hanya tersenyum. “Saya juga tidak tahu. Tapi itulah Indonesia, sebagian besar pejabatnya dihinggapi penyakit kronis yang namnya korupsi dan kolusi. Indonesia harus diselamatkan,” ungkap Pak Dhe Harjo.

***

Mengacu pada kasus yang membelit di tubuh MK di mana Akil Mochtar menjabat sebagai ketuanya, kita teringat dengan dalil yang disampaikan oleh Lord Acton yakni “power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely.

Kira-kira apabila diartikan dalam bahasa Indonesia dalil tersebut artinya kekuasaan akan cenderung untuk korupsi, kekuasaan yang absolut cenderung menciptakan korupsi yang absolut juga.

Apa yang disampaikan oleh Lord Acton tersebut benar-benar terjadi. Tidak hanya terjadi di tubuh MK saja, melainkan ke lembaga lain yang miskin pengawasan atau sudah kebal terhadap pengawasan seperti di lembaga DPR.

Bahkan, kalau kita lihat lebih jauh tiga pilar pemerintahan di republik ini sudah terjangkit virus korupsi. Di tubuh eksekutif sudah ada pejabat-pejabat yang tersandung korupsi mulai dari bupati, gubernur, menteri dan lain-lain.

Di legislatif setali tiga uang karena banyak politisi yang justru main-main dan masuk bui gara-gara korupsi. Parahnya lagi racun korupsi sudah menjalar ke tubuh yudikatif.

Apa yang diharapkan bangsa ini jika yudikatif yang notabene penjaga aturan juga sudah ikut korupsi korupsi berjamaah. Banyak jaksa yang ikut korupsi, hakim juga terlibat kasus suap, polisi juga sami mawon. Jadi apalagi yang kita banggakan dari republik ini jika semuanya sudah kena virus mematikan ini.

Bangsa ini harus segera mencari atau menemukan serum untuk mengatasi virus itu. Secepatnya. Kalau perlu sekarang juga. Kalau serum itu tak segera didapatkan, pelan tapi pasti bangsa ini akan segera karam.

Harus diakui, rakyat di negeri ini sangat berharap dengan makhluk-makhluk yang ada KPK. Kita semua mengharap KPK tanpa pandang bulu membabat habis semua pelaku korupsi di negeri ini.

Berlebihan memang. Bagaimana kita berharap pada sebuah KPK yang terdiri beberapa personel plus puluhan penyidik untuk memberantas penyakit korupsi yang sudah benar-benar akut ini.

Maka dari itu, semua pihak yang peduli dengan nasib republik harus bersatu padu bersama-sama KPK untuk melawan korupsi. KPK harus didukung penuh dan jangan sampai dimatikan atau dimandulkan oleh koruptor.

Ini dalam rangka untuk menyelamatkan bangsa yang sudah pingsan gara-gara korupsi. Jangan sampai bangsa ini selanjutnya mati akibat korupsi. Sekali lagi, selamatkan Indonesia. (Anton Wahyu Prihantono/Wartawan Harian Jogja)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya