SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

“Kang Suto, mumpung masih bulan Syawal, dan kita baru ketemu di sini, mohon ma’af lahir dan batin atas segala kesalahan saya selama ini ya..” ucap Noyo dengan ta’dzim kepada sobat karib seniornya itu ketika mereka ketemuan seperti biasa di Angkringan Pakdhe Harjo.

“Sebaliknya ya, Yo.. Sebagai yang lebih tua sering ada klera-kleru-nya, saya minta ma’af juga kepadamu,” sambut Suto dengan akrabnya.

Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia

Ngapurane uga ya Mas Noyo sakabehing kaluputanku lair-batin..” ucap Dadap kepada Noyo ketika tiba gilirannya bersalaman dengan rekan panggedebusannya tersebut.

“Sama-sama, ya Dap.. Sik tuwa okeh lupute, ning sik enom ya ora kurang-kurang.. Hahahaha…” balas Noyo sambil bercanda. Tak urung, mereka pun terkekeh bersama-sama dengan diwarnai seruputanwedang dan kunyahan jajanan masing-masing.

“Ngomong-omong, jumlah kecelakaan selama mudik Lebaran tahun ini kok makin meningkat ya.. Sungguh memprihatinkan lho.. orang pengen silaturrahim ketemu keluarganya, eh, malah mengalami musibah.. Yang meninggal juga makin banyak lho dari tahun-tahun kemarin,” papar Dadap.

“Bagaimana ndhak meningkat, Dap.. Jumlah kendaraan bermotor makin nggedabyah, buanyak banget.. Mobil dan sepeda motor makin ngrempuyuk memenuhi jalanan gitu kok.. Makin banyak yang nekat pula toh, lha jarak Jakarta ke Jogja itu kan hampir 500 kilometeran, kok ditempuh pakai sepeda motor, itu kan nekat namanya..” ujar Suto menimpali.

“Weleh, jangankan cuma ke Jogja, Kang.. Yang dari Jakarta ke Surabaya atau bahkan ke Malang saja tidak sedikit kok.. Padahal, itu kan hampir 1.000 kilometer dan menyangkut daya tahan tubuh.. Makanya tidak heran kalau pada keletihan lalu tetep nekat jalan, akibatnya ya.. bisa diduga, timbulah musibah yang tidak diharapkan.erdasarkan catatan Kepolisian, sekitar tiga per empat korban kecelakaan adalah kelompok pesepeda motor..” ungkap Noyo.

“Sudah begitu, terkadang banyak yang supernekat.. Lha sepeda motor satu dipaksakan untuk mengangkut sampai lima orang, bapak-ibu dan tiga anak, ini kan sudah berlebihan namanya.. Risikonya jauh lebih besar kan ketimbang jika sepeda motor itu hanya dinaiki dua orang,” imbuh Dadap.

“Ya iya lah.. Tapi, andil pemerintah untuk terjadinya berbagai kenekatan ini juga cukup besar lho.. Sudah tahu kalau setiap Lebaran terjadi arus pergerakan manusia dalam jumlah besar-besaran, kok ya sarana transportasi massal tidak kunjung dibenahi gitu lho.. Karena kapasitas angkutan umum terbatas dan kemampuan keuangan masyarakat menengah ke bawah itu cekak, ya kenekatan itu tadi lah akhirnya yang mengemuka.. Ini sudah menjadi lingkaran setan..” tutur Noyo.

Wah ya ndhak bisa nyalahke pemerintah saja, Yo.. Buktinya, setiap tahun pemerintah menambah anggaran lho untuk membangun angkutan umum maupun fasilitas transportasi lainnya, tapi karena masyarakat makin sejahtera, pertambahan jumlah kendaraan bermotor jauh lebih besar, sehingga tidak ketampung di jalanan.. Lagipula, meskipun angkutan umum mungkin tersedia, mereka yang pulang menggunakan kendaraan sendiri itu kan juga untuk membuktikan diri bahwa mereka sukses hidup di kota,” tambah Suto.

“Kalau menurut saya sebagai orang bodoh, Kang Suto, pemerintah memang kurang bertanggung jawab menyediakan sarana angkutan umum yang nyaman dan aman bagi masyarakat menengah ke bawah.. Seharusnya pula, kalau jualan kendaraan meningkat setiap tahun, pajak yang diterimanya makin besar kan.. Lha kok ndhak dibuat untuk nambahruas jalan baru atau memperbaiki kualitas jalan-jalan alternatif yang umumnya masih buruk itu.. Jalan utama di Jawa ini ya masih saja Jalur Pantura yang merupakan warisan kolonial, terutama zaman Gubernur Jenderal Herman Daendels,” tutur Dadap.

Weh, kadingaren pendapatmu mletik, Dap.. Bener itu.. Harusnya, dengan kondisi yang sudah sangat berbeda ketimbang zaman Orde Baru, Kang Suto, pemerintah sekarang lebih semangat mewujudkan pembangunan infrastruktur, wong dananya juga tersedia kok.. Itu proyek jalan tol lintas Jawa, mbok segera diwujudkan, sehingga paling tidak bisa memperkecil kepadatan kendaraan di jalan biasa dan tentunya nanti pemudik bersepeda motor lebih aman karena mobil sudah lewat jalan terpisah,” papar Noyo lagi.

“Betul juga pendapatmu itu Yo.. Memang sudah terbukti kok, kalau jalur yang dilalui banyak sepeda motor dan mobil menjadi satu, tingkat kecelakaan yang terjadi lebih tinggi.. Lha bagaimana ndhak tinggi, wong sepeda motor keserempet sedikit oleh mobil, pasti jatuh kok.. Kalau mobilnya lewat jalan tol, kan ancaman bagi pesepeda motor berkurang ya..” ucap Suto sambil manggut-manggut.

“Makanya, Kang.. kalau saja pemerintah tegas, sudah saja ruas tol yang ndhak kunjung dibangun itu dicabut saja, proyeknya diambil alih pemerintah yang sudah pasti memiliki badan usaha yang berpengalaman membangun dan mengoperasikan jalan tol.. Ketimbang ditangani oleh para pemegang konsesi, tapi ndhak jadi-jadi.. buat apa. Coba itu ruas Cikampek-Palimanan yang arus lalu lintasnya begitu padat, mosok sih ndhak kunjung dibangun.. atau tol Semarang-mBawen-Solo yang pembangunannya lelet banget.. aneh tenan..” ungkap Noyo.

“Kayaknya para penguasa transportasi kita itu kok masih berpegang pada pedoman lama di zaman Orde Baru ya.. Kalau bisa diperlambat, kenapa harus dipercepat.. Hahahahaha…” timpal Dadap dengan nada kecut. Kedua sobatnya hanya bisa mesem-mesem, tak hendak melanjutkan obrolan nggedebus itu.

Ahmad Djauhar

Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya