SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Angka perceraian setelah masa reformasi meningkat 4-10 kali lipat dibanding sebelum reformasi, kata Dirjen Bimas Islam Departemen Agama (Depag) Nasaruddin Umar.

“Kalau sebelum reformasi angka perceraian antara 20 ribu – 50 ribu per tahun, setelah reformasi naik menjadi 200 ribu per tahun,” kata Nasaruddin pada pertemuan yang digelar di Wisma Antara, Jakarta, Jumat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Nasaruddin, dari hasil penelitian Depag sebanyak 13 faktor menjadi penyebab perceraian di antaranya, faktor ekonomi, migrasi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), selingkuh, cacat, sakit, jarak, ketidakcocokan, di bawah umur, perbedaan intelektual dan faktor politik.

Dari belasan faktor penyebab perceraian tersebut, lanjutnya, faktor politik cukup signifikan sebagai pemicu kenaikan angka perceraian.

Ekspedisi Mudik 2024

Sebagai gambaran, saat mulai maraknya Pilkada terdapat 152 kasus perceraian karena faktor politik pada 2005 meningkat menjadi 505 kasus pada 2006.

Kondisi itu dinilai sangat memprihatinkan. Apalagi terdapat fenomena baru yang muncul, di mana 70% perceraian sekarang ini justru karena isteri menalak suami, padahal sebelum reformasi sekitar 70% perceraian karena suami menalak isteri. 

Adanya fenomena isteri sekarang lebih dominan meminta cerai, disinyalir karena semakin tingginya tingkat kesadaran hukum di kalangan perempuan, ujarnya.

“Sementara adanya Undang-undang (UU) KDRT, UU Perlindungan Saksi dan UU Perlindungan Anak, menunjukkan keberpihakan terhadap perempuan,” kata Nasaruddin.

Lebih jauh dijelaskannya, kasus perceraian khususnya yang melibatkan publik figur, belakangan ini ramai-ramai digelar media infotainment sehingga sangat berpengaruh ke masyarakat.

Bermunculannya pengacara keluarga juga semakin memicu perceraian karena mereka ternyata lebih menjadi provokator dibanding sebagai penasihat, ujarnya. 

Terkait dengan tingginya angka perceraian itu, ia mengatakan, kini pihak Depag sedang membuat regulasi untuk memberikan kursus kilat kepada para calon mempelai sebelum menikah.

Alasannya, nasihat perkawinan yang hanya lima menit saja pada saat prosesi pernikahan, dinilai belum cukup memberikan pemahaman kepada kedua mempelai untuk membina dan mempertahankan keutuhan keluarganya pada masa mendatang.

Ant/tya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya