SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarangpos.com, SEMARANG – Pengamat transportasi dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Kota Semarang, Djoko Setijowarno, menilai pemerintah daerah (pemda) masih banyak yang acuh terhadap keselamatan lalu lintas di perlintasan kereta api (KA) sebidang. Hal itu menyusul masih banyaknya perlintasan sebidang yang liar atau tidak dijaga yang kerap menimbulkan korban jiwa.

Djoko menyebut selama lima tahun terakhir atau mulai 2013-2018, terdapat 1.379 kasus kecelakaan di perlintasan sebidang di mana 85,2% di antaranya atau sekitar 1.174 kasus terjadi di perlintasan KA sebidang yang tidak dijaga.

Promosi Wealth Management BRI Prioritas Raih Penghargaan Asia Trailblazer Awards 2024

“Kecelakaan di perlintasan KA masih sangat tinggi. Selain itu, di daerah masih merupakan penanganan yang tidak prioritas. Sering anggaran penanganan perlintasan KA yang diajukan eksekutif ditolak legislatif. Perlintasan KA sebidang adalah tanggung jawab pemda,” ujar Djoko dalam keterangan resmi yang diterima Semarangpos.com, Sabtu (6/5/2019).

Ekspedisi Mudik 2024

Djoko menambahkan pada tahun 2018, Korlantas Polri merilis data yang menungkapkan terjadinya 4.979 pelanggaran di perlintasan KA. Sementara itu data Integrated Road Safety Management System (IRSMS) menyebutkan 900 kecelakaan di perlintasan sebidang terjadi antara tahun 2013-2016.

Sedangkan data penelitian yang dilakukan akademisi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Tri Tjahjono, menyebutkan ada 154 kecelakaan lalu lintas di persimpangan sebidang yang dapat diselesaikan. Jumlah kecelakaan di persimpangan sebidang di Indonesia cukup tinggi dengan rasio kecelakaan dan kecelakaan fatal adalah 40,47 kecelakaan per 1.000 persimpangan sebidang dan 14,96 kematian per 1.000 persimpangan sebidang masing-masing.

Data terakhir dari Direktorat Keselamatan Direktorat Jenderal Perkeretaapian menyebut terdapat 5.238 perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera. Dari jumlah itu, hanya 4.854 perlintasan sebidang yang resmi atau sekitar 384 perlintasan di antaranya liar atau tidak berpalang dan tidak dijaga.

“Dampak pembiaran adalah terbunuhnya anak bangsa Indonesia secara sia-sia, pembiaran pelanggaran hukum oleh seseorang sehingga menyebabkan meninggalnya orang lain, dan pembiaran yang menyebabkan kerugian materi berupa kerusakan fasilitas sarana dan prasarana kereta api,” imbuh Djoko.

Djoko menambahkan sesuai UU No.23/2007 tentang Perkeretaapian menyebutkan perpotongan antara kereta api dan jalan seharusnya tidak dibuat sebidang. Seandainya dilakukan haruslah menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan.

“Kalau dibuka yang harus dijamin keselamatannya. Kalau tidak ya cegah pembangunannya, larang pembangunannya atau tutup aksesnya,” ujar Djoko.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya