Angin kencang Sragen beberapa hari lalu menyebabkan tanaman padi ambruk di Tangkil.
Solopos.com, SRAGEN — Sejumlah petani di Desa Tangkil, Sragen, tak mendapat keuntungan maksimal lantaran sebagian besar tanaman padi yang mereka pelihara ambruk sebelum dipanen.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Petani asal Dusun Tugu, Desa Tangkil, Adi Sumanto, 70, mengaku memiliki sepetak sawah seluas 3.100 meter persegi yang sudah dipesan oleh penebas. Tanaman padi itu sedianya sudah dipanen pada usia 90-100 hari. Namun, hingga usia 110 hari, penebas itu masih kesulitan untuk mendapatkan buruh tani.
Lantaran tidak segera dipanen, sebagian tanaman itu justru ambruk diterjang angin disertai hujan pekan lalu. “Karena berhari-hari ambruk, akar tanaman padi itu membusuk hingga ke batang. Kalau sudah begitu, kualitas padi pasti menurun. Biasanya isi gabah menjadi tidak penuh,” kata Adi di ladangnya, Sabtu (27/2/2016).
Dalam kondisi normal, biasanya hasil panen pada pada lahan seluas 3.100 meter persegi itu dihargai Rp8 juta oleh penebas. Namun, penebas hanya mampu menawar Rp7 juta karena sebagian tanaman padi ambruk.
”Jadi sampai sekarang itu saya belum dibayar oleh penebas. Kalau kualitas beras turun, biasanya harganya anjlok. Imbasnya, biasanya penebas tidak jadi membayar Rp7 juta, melainkan hanya Rp6 juta,” jelas Adi.
Dari Rp6 juta yang diterimanya itu, Adi mengaku hanya mendapat keuntungan bersih sekitar Rp2,5 juta. Pasalnya, total biaya yang dikeluarkan untuk operasional mencapai lebih dari Rp3 juta.
Hal senada disampaikan Suwarti, 50, petani setempat. Menurutnya, hampir separuh dari tanaman padi miliknya ambruk karena terjangan angin dan hujan lebat. Meski demikian, tanaman itu tidak segera dipanen karena dia masih kesulitan mencari buruh tani.
”Sekarang cari buruh tani itu susahnya minta ampun. Katanya yang antre banyak. Kalau dipanen sendiri jelas tidak mampu. Padahal, tanaman padi keburu busuk karena terlalu lama terendam air,” ujar dia.