SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang tunai rupiah. (Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)

Anggaran daerah di Gunungkidul dipotong sehingga Pemkab berupaya melakukan rasionalisasi

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan Pemerintah Pusat sepertinya masih akan berlanjut. Saat ini, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul masih menunggu pemberitahuan resmi terkait dengan kebijakan pemangkasan untuk dana bagi hasil dan dana desa.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Total sampai sekarang pusat telah memotong anggaran sebesar Rp203,2 miliar untuk Gunungkidul. Rincian pemotongan meliputi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebesar Rp12,6 miliar, Dana Alokasi Umum sebesar Rp138,3 miliar dan Tunjangan Profesi Guru senilai Rp52,26 miliar.

“Sudah mulai kita sikapi. Khusus yang DAK fisik sudah kami lakukan sejak Mei lalu,” kata Pejabat Sekretaris Daerah Gunungkidul, Supartono kepada Harianjogja.com, Senin (29/8/2016).

Menurut dia, pemotongan anggaran yang dilakukan pemerintah pusat masih bertambah. Sebab dalam rumusan kebijakan yang diambil, pemotongan menyasar ke lima sektor meliput DAK Fisik, DAU, Tunjangan Guru, Dana Desa hingga Dana Bagi Hasil.

Hanya saja, dari lima mata anggaran ini, ia mengaku baru mendapatkan edaran untuk tiga alokasi yang meliputi DAK Fisik, DAU dan Tunjangan Profesi Guru.

“Kita masih menunggu surat edaran yang lain karena itu menyangkut dengan plafon anggaran yang dimiliki pemkab,” kata Ketua TPAD ini.

Supartono menjelaskan, untuk DAK fisik pemotongan tertuang dalam Surat Edaran No.10/MK.07/2016 tentang Pemotongan DAK Fisik sebesar 10%, sedang pemotongan DAU tertuang dalam PMK No.125/2016, di mana anggaran sebesar Rp138 miliar ditunda pencairannya. Sementara untuk tunjangan profesi guru dituangkan dalam SE DJKP S-579/PK/2016.

Adanya pemangkasan ini berdampak terhadap porsi anggaran yang dimiliki pemkab. Beberapa langkah sudah disiapkan untuk menyikapi pengurangan tersebut. Selain berusaha untuk meningkatkan sektor Pendapatan Asli Daerah, juga dilakukan rasionalisasi belanja SKPD.

Menurut Supartono, upaya rasionalisasi dilakukan dengan melakukan identifikasi belanja langsung yang tidak dapat dilaksanakan, mengurangi volume program kegiatan. Pencermatan juga menyasar terhadap belanja hibah barang yang dapat ditangguhkan hingga melakukan penghitungan ulang kecukupan belanja pegawai sampai dengan akhir tahun nanti.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Gunungkidul Rakhmadian Wijayanto mengaku belum menerima informasi terkait dengan pemotongan dana desa di tingkat pusat sebesar Rp2,8 triliun.

Menurut dia, jika pemotongan itu benar direalisasikan maka porsi yang diterima di Gunungkidul juga akan terkena dampaknya. Akibatnya, desa harus melakukan penyesuaian terhadap porsi anggaran yang dimiliki dengan melakukan perubahan APBDes yang telah disusun.

Adanya kebijakan ini, dia pun berharap agar pusat rutin melakukan sosialisai sehingga pemotongan tidak menimbulkan gejolak di desa.

“Kuncinya disosialisasi, kalau memang pemotongan karena hal yang mendesak, saya kira desa juga akan mengerti dan bisa memahami hal tersebut,” kata Rakhmadian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya