SOLOPOS.COM - Khanif Irsyad Fahmi (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Universitas Sebelas Maret (UNS) baru saja menyelesaikan hajatan besar, yaitu transisi pemimpin atau pergantian rektor. Delapan guru besar mendaftarkan diri sebagai calon rektor UNS pada tahap awal menuju pemilihan rektor.

Dari delapan orang tersebut terpilih tiga orang yang kemudian ditetapkan oleh Majelis Wali Amanat (MWA) sebagai calon rektor UNS periode 2023-2028. Mereka adalah Sajidan, I Gusti Ketut Rachmi Handayani, dan Hartono.

Promosi Iwan Fals, Cuaca Panas dan Konsistensi Menanam Sejuta Pohon

Pemilihan pemimpin tertinggi di UNS memasuki babak penyampaian visi dan misi calon rektor dalam sidang pleno MWA pada 27-28 Oktober 2022. Pada 11 November 2022 dilakukan pemilihan rektor dengan hasil Sajidan mengungguli perolehan suara Hartono

Selamat atas terpilihnya Prof. Sajidan sebagai rektor baru UNS. Kalau boleh, mahasiswa yang belum tuntas studinya seperti saya ini, urun rembuk dan mengajukan usul. Ada beberapa hal yang ingin saya titipkan agar menjadi pemikiran dan berbuah kebijakan rektor baru yang terhormat.

Terdapat lima masalah kesejahteraan mahasiswa yang harus dijadikan prioritas selama lima tahun mendatang. Pertama, pemerataan sarana dan prasarana. Kemegahan UNS Tower seharga Rp135 miliar yang menjulang tinggi itu berbanding terbalik dengan kondisi sarana dan prasarana di fakultas-fakultas maupun kampus cabang.

Masih banyak gedung yang ketika hujan atapnya bocor dan ketika terik hawa ruangan makin panas karena kipas angin atau AC tidak bisa menyala. Siapa yang menyangka di tengah lambatnya perbaikan-perbaikan itu, kampus malah menganggarkan pembangunan tulisan-tulisan ”estetik” berupa plakat maupun gapura yang kalau dilihat dari fungsi jelas minim manfaat.

Pembangunan UNS Tower dan plakat di fakultas menunjukkan bahwa UNS lebih mengedepankan reputasi daripada esensi. Pemaksimalan pelayanan tampaknya juga perlu ditingkatkan. Misalnya, medical center UNS yang dikeluhkan banyak mahasiswa tentang pelayanannya.

Banyak dokter yang tidak datang, obat diberikan ala kadarnya, atau ketidakpastian jam buka. Itu belum fasilitas UNS lainnya. Kedua, komersialisasi pendidikan. Isu ini akan terus ada dan relevan karena sebenarnya UNS adalah kampus rakyat yang harapannya mampu diakses oleh semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali.

Seharusnya dengan status sebagai perguruan tinggi negeri berbadan hukum atau PTNBH membuat UNS mampu menyejahterakan mahasiswanya. Pendidikan tidak semestinya menjadi komoditas yang diperjualbelikan di pasar. Akses pendidikan yang sulit dan biaya tinggi menyebabkan tidak semua orang mampu mendapatkannya.

Pengembalian sumbangan pembangunan institusi atau SPI menjadi Rp0 (nol rupiah), tidak ada kenaikan uang kuliah tunggal (UKT), atau memberikan pemotongan-pemotongan biaya pendidikan bisa diterapkan dan diperkuat kembali di UNS.

Jangan sampai kampus cenderung mengedepankan bisnis institusi dibandingkan dengan peningkatan kualitas iklim akademis. Kerja sama dengan pihak luar kampus atau siapa saja yang tidak ada kaitannya dengan penelitian, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat sudah semestinya dihindari.

Ketiga, jaminan mimbar bebas akademis. Kampus sebagai tempat berdialektika dan mempertajam daya pikir sudah seharusnya memberikan jaminan tidak ada lagi pemberangusan kebebasan berpendapat. Tidak ada lagi mahasiswa yang dipanggil dan diancam karena menyampaikan kritik kepada otoritas atau penguasa kampus.

Suara dan sikap perguruan tinggi diperlukan untuk hadir menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat. Kampus dan semua civitas acamdemica harus diberikan kebebasan dalam menyampaikan argumentasi ilmiah, membangun iklim diskusi, hingga memberikan tekanan kepada penguasa.

Sayangnya, kebebasan untuk berekspresi ini kurang dimanfaatkan mahasiswa. Sering kali mereka hanya menyampaikan orasi-orasi nihil makna dan umpatan kosong kepada pihak-pihak tertentu.

Keempat, birokrasi. Salah satu permasalahan klasik yang dirasakan oleh mahasiswa UNS dalam pemberkasan karena hampir semua kegiatan atau pengajuan pemberkasan harus melalui alur birokrasi. Seharusnya masalah ini bisa segera diselesaikan menjadi lebih efektif dan efisien.

Kelima, pendanaan aktivitas mahasiswa. Banyak kasus yang masih berkaitan dengan birokrasi, antara lain, kesulitan mahasiswa mendapatkan pendanaan untuk aneka kegiatan kemahasiswaan. Para mahasiswa kesulitan mendaparkan dukungan dana untuk ikut lomba, konferensi, event akademis, hingga program pengabdian kepada masyarakat.

Ketika masih berstatus mahasiswa baru, dulu, saya harus berangkat ke Ambon mengikuti lomba dengan biaya sendiri karena kampus berdalih tidak memiliki anggaran. Masih ada banyak masalah lain yang juga patut menjadi perhatian dan kemudian diatasi dengan kebijakan.

Rektor UNS harus bisa menunjukkan loyalitas dan keberpihakan kepada kesejahteraan mahasiswa, lebih-lebih dalam memajukan ilmu pengetahuan. Kampus harus didefinisikan sebagai ruang untuk merawat ilmu pengetahuan. Sebagai ruang untuk mempertajam kecerdasan, memperkuat kemauan, dan memperhalus perasaan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 29 November 2022. Penulis adalah mahasiswa Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya