SOLOPOS.COM - Brambang Asem ((Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Brambang Asem ((Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Brambang Asem ((Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Pasar Gede Hardjonagoro, Solo, adalah salah satu pusat perekonomian masyarakat Solo dan sekitarnya. Aneka macam kebutuhan rumah tangga mulai dari sandang, pangan dan papan, ada di pasar yang berlokasi di pusat kota itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bila mau menelusuri lebih dalam, Anda bukan hanya akan menemukan aneka bumbu dapur, sayuran atau buah-buahan yang dipajang oleh para pedagang pasar, tapi Anda juga bisa menemukan berbagai makanan tradisional sebagai referensi kuliner.

Salah satu sajian kuliner di Pasar Gede yakni dawet telasih atau selasih. Anda bisa menemukan minuman berkuah santan itu dengan mudah, sebab hampir di setiap blok di Pasar Gede, terdapat lapak penjual dawet.

Salah satu lapak dawet yang Solopos.com kunjungi yakni di Dawet Telasih Bu Dermi. Dawet ini sudah sejak puluhan tahun lalu berada di Pasar Gede dan hingga kini belum pindah lokasi, yakni berada di sebelah selatan pintu masuk utara pasar. Usaha dawet ini dulu dirintis oleh orang Solo bernama Harjo. Ganti generasi, dawet itu kemudian dilanjutkan oleh anaknya bernama Dermi. Namun sejak 2004, Dawet Bu Dermi dikelola oleh anak kandungnya bernama Ruth Tulus Subekti.

Dawet Bu Dermi (Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Dawet Bu Dermi (Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Menurut Ruth, dulu ibunya masih berjualan secara lesehan. Pembeli juga tidak diberi tempat duduk. Tapi untuk memberikan kenyamanan pengunjung, Ruth memberikan tempat duduk dan mejanya agak ditinggikan.

“Karena pedagang lain banyak yang meninggikan meja dagangannya, akhirnya saya juga ikutan,” ujar Ruth saat ditemui Solopos.com, Rabu (27/11/2013).

Keistimewaan dari dawet ini adalah terletak pada isinya yang komplit, antara lain cendol hijau dari daun suji, biji telasih, ketan hitam, bubur sumsum, larutan gula pasir, santan dan tape ketan.  Satu porsi dawet Rp6.500. Dawet Bu Dermi buka dari pukul 07.30 WIB-15.00 WIB. “Kami juga buka malam di Wedangan Pak Gendut, depan The Park Solo Baru. Jadi yang belum sempat ke pasar, bisa datang ke Solo Baru.”

Ia mengatakan, pembeli dawetnya kini bukan hanya dari kalangan penikmat kuliner Solo, melainkan dari luar kota dan bahkan ada pula pelancong dari luar negeri, seperti Australia dan Jerman. Selain dawet Bu Dermi, di Pasar Gede ada juga dawet telasih Bu Sipon, Bu Wati, Bu Siswo dan sebagainya.

 Cabuk Rambak (Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)


Cabuk Rambak (Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Kuliner tradisional lainnya yaitu Cabuk Rambak. Makanan yang dibungkus dengan daun pisang ini bisa Anda dijumpai di sebelah timur pintu masuk barat pasar. Penjual cabuk rambak ini biasanya hanya menggunakan tenggok dan nempel di depan lapak dagangan lainnya. Makanan yang penampilannya seperti pecel, ini dijajakan mulai pukul 07.00 WIB-12.00 WIB. Harganya pun cukup murah, Rp2.500 per bungkus.

Salah satu penjual cabuk rambak, Yanti, 42, mengaku sudah lebih dari 10 tahun berjualan di Pasar Gede. Sambal yang dia gunakan untuk membuat cabuk rambak yakni biji wijen dan parutan kelapa.

“Ada juga yang menggunakan wijen hitam. Tapi saya menggunakan wijen putih karena lebih terasa,” ujar Yanti saat ditemui Solopos.com, Kamis (28/11/2013).

Dia juga menambahkan irisan daun jeruk sebagai penyegar sambal. Sambal yang sudah jadi kemudian dicocolkan di atas potongan tipis ketupat dan disajikan dengan kerupuk karak. Cara makannya pun cukup unik, yakni dengan tusuk lidi, bukan sendok atau garpu.

Menu tradisional lainnya yakni brambang asem, berupa rebusan daun kangkung dan tempe gembus bacem yang disiram dengan sambal campuran asem, cabai dan larutan gula merah. Satu pincuk brambang asem Rp2.500. Salah satu penjual brambang asem di Pasar Gede, Bu Sum, mengatakan menu tersebut banyak diminati orang sebagai lauk yang dimakan dengan nasi. Karena itu, banyak orang yang membeli lalu dibawa pulang.

Timlo Sastro ((Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Timlo Sastro ((Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Makanan kuliner lainnya yakni Timlo Sastro yang berada di pojok sebelah timur pasar. Kuah yang segar dan kemebul sangat cocok untuk disantap kapan pun. Setiap hari, tidak kurang dari 100 orang berkunjung untuk menikmati semangkok timlo berisi rempelo ati, sosis dan telur.

“Kalau pas ramai bisa habis 5-7 tenggok nasi,” kata Retno Setyaningrum, generasi ketiga pengelola Timlo Sastro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya