SOLOPOS.COM - Ilustrasi logo OJK. (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan stabilitas lembaga jasa keuangan termasuk perbankan masih terjaga di tengah ancaman resesi global tahun depan.

Dari sisi likuiditas, OJK mencatat bahwa perbankan hingga saat ini mempunyai likuiditas yang memadai.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Likuiditas industri perbankan pada September 2022 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuiditas yang terjaga,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK secara daring, Kamis (3/11/2022).

Tercatat, rasio alat likuid per non-core deposit (AL/NCD) mencapai 121,62 persen pada September 2022. Angka tersebut jauh di atas ambang batas 50 persen. Kemudian, alat likuid per dana pihak ketiga (DPK) mencapai 27,35 persen, masih di atas ambang batas 10 persen.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa risiko kredit bermasalah perbankan masih terjaga. Tercatat bahwa rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) nett perbankan mencapai 0,77 persen. Angkanya turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 0,79.

Baca Juga: RUU P2SK Harus Menjadi Penguat, Tidak Menggempur yang Sudah Berjalan Baik

Kemudian, NPL gross mencapai 2,78 persen, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 2,88. Meski begitu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan bahwa lembaga jasa keuangan seperti perbankan masih ada di bawah bayang-bayang buruknya kondisi ekonomi global tahun depan.

Menurutnya, tingginya downside risk atas pertumbuhan ekonomi global mendorong International Monetary Fund atau IMF memperkirakan lebih dari sepertiga negara akan mengalami kontraksi pertumbuhan pada tahun ini atau tahun depan.

Dengan begitu, perekonomian global diperkirakan berada dalam profil pertumbuhan terlemah sejak 2001 di luar periode krisis. Kemudian, terjadi pengetatan kebijakan moneter global. Bank Indonesia pun kembali meningkatkan suku bunga acuannya untuk menurunkan ekspektasi inflasi ke depan.

“Buruknya kondisi ekonomi global perlu dijaga. Pengetatan kebijakan moneter yang agresif, tekanan inflasi, dan fenomena strong dolar berpotensi menaikan cost of fund (CoF) dan memengaruhi ketersediaan likuiditas,” ungkapnya.

Pergerakan suku bunga dan pelemahan nilai tukar juga berpotensi menaikan risiko pasar yang berpengaruh pada portofolio lembaga jasa keuangan seperti perbankan. Selain itu, risiko kredit juga diperkirakan meningkat seiring pelambatan pertumbuhan ekonomi.

Meskipun, menurutnya OJK juga akan menyiapkan langkah-langkah proaktif untuk memastikan stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga. Salah satu langkah yang akan diambil OJK adalah relaksasi yang bersifat targeted dan sectoral.

Baca Juga: Aman dan Cuan Berinvestasi di Pasar Modal, Simak Tips dari Ahli

Sebelumnya, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin juga mengatakan bahwa tahun depan akan menjadi tahun yang berat, tidak hanya bagi perbankan tapi pelaku ekonomi secara keseluruhan. Saat resesi global, inflasi akan meninggi. Bagi sektor perbankan, ini dikhawatirkan akan membawa masalah pada kualitas kredit.

“Bagaimanapun bank mesti hati-hati di tengah terpaan resesi, NPL akan tinggi, bank juga harus siapkan CKPN [Cadangan Kerugian Penurunan Nilai] yang besar,” ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (25/10/2022).

Menurutnya, bagi bank pada kategori besar, kecukupan pencadangan masih aman. Namun, untuk kategori menengah dan kecil, dia bisa kena dampak signifikan kalau terjadi resesi global 2023. Pengamat Ekonomi Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto juga mengingatkan agar perbankan menyiapkan pencadangan yang cukup.

“Permodalan juga mesti disiapkan, kemudian dijaga likuiditasnya. Akan sangat mungkin terjadi tekanan-tekanan nilai tukar dan likuiditas saat resesi global. Upaya-upaya ini dilakukan dengan risk manajemen kredit,” ujarnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) meminta perbankan untuk tidak buru-buru menaikkan suku bunga kredit, walapun bank sentral sudah mengerek suku bunga acuan.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengingatkan hal itu dikarenakan likuiditas di perbankan yang masih sangat longgar sehingga transmisi kenaikan suku bunga acuan ke suku bunga kredit perbankan akan lebih lama.

“Karena likuiditasnya sangat longgar, sehingga bank tidak harus buru-buru menaikkan suku bunga kreditnya,” kata Perry dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK IV Tahun 2022, Kamis (3/11/2022).

BI mencatat, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) per September 2022 masih tinggi, mencapai 27,35 persen. Oleh karena itu, Perry mengatakan kenaikan suku bunga acuan oleh BI masih menjadi faktor positif bagi perbankan dalam menyalurkan kredit.

Baca Juga: 10 Juta Penumpang Naik Garuda Indonesia, Transformasi Berjalan On the Track?

Sebagaimana diketahui, BI sejak Agustus 2022 telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 125 poin menjadi 4,75 persen. Perry mengatakan alasannya menaikkan suku bunga acuan sebagai langkah front loaded, preemptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi, dan mengembalikan inflasi inti ke sasaran 2–4 persen pada semester I/2023.

Selain itu, keputusan ini juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global yang tinggi. Perry mengatakan untuk mendorong penyaluran kredit perbankan, BI juga terus



Pertama, BI mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0 persen, rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84–94 persen, serta rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6 persen dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5 persen.

Kedua, BI melanjutkan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti, bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF tertentu.

Kebijakan ini untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, berlaku efektif 1 Januari 2023 sampai dengan 31 Desember

“BI juga melanjutkan pelonggaran ketentuan uang muka kredit kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0 persen untuk semua jenis kendaran bermotor baru, juga berlaku hingga 31 Desember 2023,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya