SOLOPOS.COM - Ribery dan Pep Guardiola (JIBI/Solopos/Reuters)

Solopos.com, SOLO — Sebelum Bayern Munchen menghadapi Real Madrid di leg kedua semifinal Liga Champions di Allianz Arena, legenda Jerman, Gunter Netzer, sudah mengingatkan Pep Guardiola untuk tidak melulu mengandalkan permainan indah. Yang dimaksudkan Netzer adalah gaya tiki taka yang dibawa Guardiola ke Munchen. Permainan yang selalu membawa Munchen mendapat lebih dari 60% ball possession setiap pertandingan itu dinilai Netzer tidak efisien.

Apa yang dikhawatirkan Netzer memang terjadi. Melawan Madrid, Munchen memang tidak efisien. Selain gagal mencetak gol, Bastian Schweinsteiger dkk. juga minim peluang. Lalu, apakah tiki taka ala Guardiola yang menjadi biang kegagalan Munchen kali ini? Mungkin saja, tapi itu bukan satu-satunya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Perubahan skema Ancelotti

Melawan Munchen dua pekan berturut-turut, Madrid turun dengan materi pemain yang hampir sama. Pada leg pertama di Santiago Bernabeu, Carlo Ancelotti menurunkan trio gelandang yaitu Alonso, Angel Di Maria, dan Luka Modric. Di lini depan, pada babak pertama Madrid mengandalkan Ronaldo, Isco, dan Benzema. Isco dipaksakan menjadi sayap mengisi posisi Gareth Bale yang baru masuk di babak kedua.

Materi yang hampir sama juga diturunkan pada leg kedua di Allianz Arena. Bedanya, Ronaldo dan Bale dimainkan bersamaan dan Isco yang menghuni bangku cadangan. Isco baru masuk di menit 80 menggantikan Benzema.

Seperti diketahui, baik Ronaldo maupun Bale hanya setengah main di leg pertama karena kondisi mereka yang masih 50%. Sementara di Munich, kedua pemain termahal dunia ini mampu bermain full. Tentu saja itu hanya perubahan kecil yang ditunjukkan Ancelotti di leg kedua.

Salah satu perubahan mendasar Ancelotti terletak pada posisi Benzema. Semua orang tahu Benzema adalah target man di lini depan Madrid. Hal itu pula yang tampak di Bernabeu dan Benzema mencetak satu-satunya gol dalam pertandingan itu.

Sedangkan di Munchen, Benzema bukan seorang target man. Benzema justru sering terlihat bermain ke dalam dan terkadang berada di sayap. Gol ketiga Madrid berawal Benzema yang melepas through pass untuk Bale. Bale yang tidak egois mengopernya ke Ronaldo yang berada di depan gawang Munchen.

Pola seperti ini sebenarnya bukan barang baru. Masih ingat Fernando Torres saat Chelsea mengalahkan Barcelona di semifinal Liga Champions 2012 lalu. Torres yang masuk sebagai pemain pengganti mengaku diperintahkan sang pelatih, Roberto Di Matteo, menempati posisi bek kiri. Dalam laga itu, Torres sukses mencetak satu gol hasil pergerakannya di sayap kiri.

Taktik ini efektif untuk membuka celah pertahanan Munchen yang longgar. Ancelotti tahu Boateng dan Dante lebih fokus mengawal trio Benzema, Ronaldo, dan Bale. Hal inilah yang membuat Sergio Ramos merangsek dengan leluasa ke depan gawang Manuel Neuer. Dua gol Ramos yang berawal dari bola mati itu menunjukkan Ramos nyaris tak terkawal saat memasuki kotak penalti Munchen.

Pola pakem Guardiola

Sejak menangani Munchen di awal musim, Guardiola berusaha mematangkan pola 4-1-4-1 di banyak pertandingan. Dengan pola itu, Guardiola tetap memasang Ribery dan Robben di posisi naturalnya sebagai pemain sayap. Sementara itu di tengah, dia punya Toni Kroos yang bisa dipasangkan dengan Muller atau Goetze untuk menopang Mandzukic di depan.

Pemain yang sering dipasang sebagai poros antara barisan bek dan gelandang adalah Bastian Schweinsteiger. Selain Schweinsteiger, Guardiola juga pernah memposisikan Thiago Alcantara di posisi ini.

Melawan Madrid di Munich, Guardiola tampak memaksakan formasi ini. Mantan gelandang Barcelona itu memasang Muller, Kroos, Ribery, dan Robben untuk mengepung pertahanan Madrid bersama Mandzukic. Untuk bertahan, Guardiola kembali mempercayakan Schweinsteiger sebagai jangkar.

Pola ini memang mampu mempertahankan penguasaan bola lebih dari 60%. Namun Guardiola mungkin lupa yang dihadapinya adalah pemain-pemain sprinter seperti Bale, Ronaldo, Di Maria, dan Benzema. Di tengah, Schweiny nyaris sendirian menghadapi trio gelandang Madrid, Alonso-Modric-Di Maria. Saat gelandang-gelandang Munchen kehilangan bola, Schweinsteiger tak mampu arus bola yang cepat dan tak mampu melindungi Dante-Boateng.

Tak ada Javi Martinez atau Rafinha yang mendampingi Schweinsteiger di babak pertama. Guardiola yang memilih menempatkan Martinez di bench selama babak pertama pun menyadari lubang besar di lini tengahnya. Pada babak kedua, Mandzukic ditarik dan memasukkan Martinez. Namun semuanya sudah terlambat.

Titik jenuh Munchen

Masuknya Martinez memang mampu menyeimbangkan pertahanan Munchen. Gelandang-gelandang Madrid juga tidak bisa terlalu leluasa masuk ke lini pertahanan Munchen saat menguasai bola. Praktis, kebanyakan aliran bola selalu tertahan di tengah lapangan.

Namun sampai di situ saja upaya Munchen. Mengejar defisit empat gol menjadi sangat sulit mengingat Pepe, Ramos, Carvajal, dan Coentrao sangat rapat. Di babak kedua, Ramos juga tidak terlalu bernafsu naik membantu penyerangan. Bahkan sebuah serangan balik kembali menghukum Munchen dengan sebuah pelanggaran yang berbuah eksekusi tendangan bebas ciamik kaki Ronaldo menjelang bubar.

Kemenangan Madrid atas Munchen dengan agregat telak 5-0 merupakan buah pertarungan taktik antara pelatih tersohor itu. Kali ini bukan soal efisien atau tidaknya pola tiki taka ala Barcelona di Jerman, melainkan pilihan strategi yang diterapkan Guardiola.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya