SOLOPOS.COM - Mahasiswa dari berbagai penjuru kepung DPRD Solo, Selasa (24/9/2019). (Solopos-Nicolous Irawan)

Solopos.com, JAKARTA — Gerakan mahasiswa yang berdemonstrasi menentang pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) kontroversial terjadi karena pemerintah dan DPR tidak merespons tuntutan publik.

Dosen Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang Wijayanto mengatakan bahwa berdasarkan kronologi gerakan, aksi mahasiswa bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba. Ada proses panjang sebelumnya yang melatarbelakangi hal tersebut.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Di Semarang, lanjutnya, telah ada gerakan aliansi masyarakat Jawa Tengah, tokoh-tokoh masyarakat sipil, tokoh-tokoh lintas agama, juga aliansi akademisi yang mengkritik seleksi calon pimpinan KPK dan RUU KPK. Akan tetapi, tuturnya, aspirasi tersebut diabaikan oleh para pemangku kepentingan.

“Gerakan ini terjadi berkali-kali namun terkesampingkan. Kekecewaan publik ini tentu saja juga terjadi di Jakarta, Yogyakarta, Malang, Surabaya dan kota-kota lainnya. Apa yang menjadi aspirasi tidak didengar. RUU KPK ternyata disahkan,” ujarnya, Rabu (25/9/2019).

Lanjutnya, pada saat bersamaan muncul RUU bermasalah lainnya seperti rancangan KUHP dan RUU Pertanahan. Rancangan KUHP misalnya dipersepsikan membatasi kebebasan sipil, kebebasan pers, dan terlalu banyak mencampuri ruang privat.

“Kekecewaan ini makin meluas tidak hanya karena rezim tidak mendengar, namun juga respons terhadap kritik itu yang dinilai justru kontraproduktif,” tambahnya.

Karena itu, dia berpendapat memang ada gerakan dari masyarakat sipil yang bersama-sama melihat permasalahan yang serius ini. Namun kita juga tidak boleh naif melihat realita bahwa selalu ada kekuatan lain yang mencoba untuk menunggangi gerakan ini.

“’Rekan saya di LP3ES, Ismail Fahmi, yang juga Direktur Drone Emprit menemukan aksi di Gejayan, misalnya, bahwa ada kekuatan lain yang mencoba mengampanyekan apa yang terjadi di Gejayan dalam frame menurunkan Jokowi. Tapi hal itu tidak disuarakan dari gerakan mahasiswa itu sendiri. Jadi Fahmi tidak menyatakan gerakan mahasiswa di Gejayan tidak murni dan berbelok,” pungkas Direktur Center for Media and Democracy LP3ES itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya