SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Rupiah kembali menguat setelah Bank Indonesia kembali menaikkan BI-7Day Repo Rate (BI7DRR) atau suku bunga. Padahal BI diperkirakan baru akan menaikkan BI7DRR pada akhir tahun bersama dengan kenaikan suku bunga selanjutnya dari Amerika Serikat.

Pada perdagangan Kamis (15/11/2018) rupiah ditutup menguat 122 poin atau 0,83% menjadi Rp14.665 per dolar AS meski mencatatkan pelemahan 7,56% secara year-to-date (ytd).

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menilai bahwa seharusnya BI belum perlu menaikkan suku bunga karena data ekonomi Indonesia masih cukup bagus.

“Kita melihat dari internal, neraca perdagangan Indonesia pada Oktober masih tidak terlalu jauh dari ekspektasi, kan di atas US$2 miliar, tapi ternyata nilainya hanya US$1,82 miliar, ini cukup bagus,” ungkapnya dihubungi Bisnis/JIBI, Kamis (15/11/2018).

Dalam survei pun orang banyak pengamat yang menganggap kalau BI akan menaikkan suku bunga pada Desember, tapi ternyata BI menaikkan suku bunganya sekarang. Ibrahim memperkirakan hal ini karena menantikan data neraca perdagangan Oktober. “Kalau defisitnya tajam akan melemahkan rupiah,” lanjutnya.

Untuk jangka panjang, kenaikan suku bunga umumnya akan berpengaruh pada permodalan, terutama dalam peminjaman kredit, kredit mobil, dan rumah. Di sisi lain, penguatan rupiah juga terdorong dari faktor eksternal yang cukup bagus.

“Masalah Brexit sudah positif, Perdana Menteri Inggris mendapat dukungan dari kabinetnya untuk melakukan Brexit sehingga membuat indeks dolar AS mengalami pelemahan. China juga menyampaikan tanggapan tertulis untuk melakukan pembicaraan perdagangan pada pekan depan, hal itu memunculkan ekspektasi bahwa perang dagang ini akan mereda,” papar Ibrahim.

Tanpa BI melakukan kenaikan suku bunga, rupiah diprediksi sudah bisa menguat ke Rp14.500-an per dolar AS. Akan tetapi dengan BI menaikkan suku bunga, seharusnya rupiah bisa di bawah Rp14.490 per dolar AS.

Penguatan rupiah jika penyebabnya dari karena kenaikan suku bunga, maka efeknya hanya akan jangka pendek. Apabila ingin jangka panjang, Pemerintah dan BI dinilai Ibrahim harus kembali mengeluarkan stimulus.

“Stimulus ada kemungkinan besar dari Menteri Keuangan akan kembali melakukan pengampunan pajak, ini bisa mempengaruhi penguatan rupiah secara jangka panjang,” ungkapnya.

Penguatan mata uang Garuda kali ini tidak hanya tertopang oleh kenaikan suku bunga BI, tapi utamanya masih dari eksternal dengan Brexit yang positif dan rencana diskusi dagang AS dan China pada akhir bulan yang diperkirakan bisa meredakan tensi perang dagang.

Kalau perang dagang ada solusinya, Ibrahim memproyeksikan rupiah bisa kembali menguat. Untuk sepekan ke depan, rupiah diproyeksikan dapat bergerak di kisaran Rp14.490 – Rp14.820 per dolar AS. Setelah pembicaraan AS dan China, kalau ada hasil positif, bisa menuju ke Rp14.490 per dolar AS.

“Kenaikan suku bunga ini diluar ekspektasi, berarti dari BI ada strategi sendiri yang tidak ada orang yang tahu. Sebenarnya BI tidak boleh jor-joran menaikkan suku bunga, karena akan menghambat pinjaman, leasing. Kita tahu bahwa sekarang banyak kreditur yang mengalami kemacetan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya