SOLOPOS.COM - Ayah Wahyu, Slamet Nursanto, berada di depan rumahnya yang sederhana di Desa Brumbun, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Selasa (4/8/2020). (Abdul Jalil/Madiunpos.com)

Solopos.com, MADIUN -- Pembelajaran daring di saat pandemi Covid-19 memang menjadi solusi. Di sisi lain, proses pembelajaran daring juga menimbulkan masalah baru yaitu ketersediaan fasilitas penunjang seperti smartphone maupun kuota internet.

Seperti yang terjadi di Desa Brumbun, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, ada salah satu siswa dari keluarga miskin yang tidak memiliki smartphone untuk mengikuti kegiatan belajar daring. Wahyu Agus Nurtino namanya. Wahyu kelas VI SDN Brumbun.

Promosi Gelar Festival Ramadan, PT Pegadaian Kanwil Jawa Barat Siapkan Panggung Emas

Wahyu mengatakan dirinya tidak memiliki smartphone untuk mengikuti kelas daring yang diberlakukan di sekolahnya. Untuk mensiasatinya, ia nebeng ke rumah temannya yang memiliki smartphone. Ini dilakukan supaya tugas-tugas dari guru bisa terpantau.

Tetapi, langkahnya itu justru tidak didukung pihak sekolahan. Justru pihak sekolah meminta supaya dirinya tidak lagi nebeng di rumah temannya dan tidak belajar kelompok karena dianggap menimbulkan kerumunan. Pihak guru memintanya supaya belajar di rumah dengan mengerjakan LKS.

Bawaslu Sukoharjo Gelar Uji Cepat Covid-19 Massal, Ada Apa?

“Saya memang tidak punya HP. Orang tua juga tidak punya HP. Makanya saya ke rumah teman yang punya HP yang ada WA-nya, karena tugas dari guru dikirimnya lewat WA,” kata dia saat ditemui di rumahnya, Selasa (4/8/2020).

Ayah Wahyu, Slamet Nursanto, 50, mengatakan kegiatan belajar kelompok yang dilakukan anaknya adalah bentuk keterpaksaan. Karena kondisinya memang tidak ada HP yang untuk menunjang kegiatan belajar anak.

Dia pun menyesalkan sikap sekolah yang justru tidak mendukung usaha anaknya untuk memenuhi tugas dari sekolah. Meski demikian, ia memberikan keleluasaan kepada anaknya untuk belajar.

“Belajar kelompok itu kan positif. Kok dilarang. Karena kondisinya memang tidak punya HP yang seperti itu [smartphone],” jelasnya.

Slamet meminta kepada pihak sekolah supaya memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Jangan sampai nanti kegiatan belajar anaknya justru terganggu karena tidak memiliki fasilitas penunjang belajar.

Tak Pernah Berkunjung

Dia mengatakan selama ini pihak guru juga tidak pernah berkunjung ke rumahnya untuk memberikan pelajaran bagi Wahyu. Orang tuanya sendiri kesulitan menemani anaknya belajar karena keterbatasan.

“Saya sudah tidak bisa ngajari Wahyu. Saya tidak paham materinya, kan sudah kelas enam. Tapi biasanya sekali-kali saya temani saat belajar,” ujar pria yang bekerja sebagai buruh bangunan ini.

Jadi Jutawan, Mbah Minto Klaten Hidup Nyaman

Saat dikonfirmasi, pihak SDN Brumbun enggan memberikan keterangan terkait nasib Wahyu setelah dilarang belajar kelompok di rumah Arya. Saat itu, wartawan yang datang ke sekolah ditemui kepala SDN Brumbun dan beberapa guru.

Kepala sekolah pun enggan berkomentar terkait adanya larangan belajar kelompok yang dilakukan oleh Wahyu. Ia hanya bilang dalam kondisi pandemi, kegiatan belajar kelompok memang tidak diperbolehkan.

Pihak sekolah pun mengklaim sudah menginventarisir seluruh siswa yang memiliki gadget. Dari seluruh siswa kelas VI, semuanya diklaim memiliki gadget.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya