SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Rhode Island–Sulit tidur, sering terbangun di malam hari dan sulit tidur lagi, bangun dini hari serta tidak segar saat bangun pagi adalah gejala yang dialami penderita insomnia. Tak hanya orang dewasa, ternyata anak juga bisa mengalami insomnia.

Berdasarkan data riset internasional yang dilakukan US Census Bureau, International Data Base tahun 2004, diketahui bahwa 28 juta orang Indonesia mengalami insomnia atau gangguan kesulitan tidur. Tapi yang mencengangkan lagi, insomnia ternyata juga dapat menyerang anak-anak.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurut hasil survei yang dilakukan oleh psikiater anak dari Providence, Rhode Island, insomnia secara signifikan telah mempengaruhi 29 persen dari anak-anak secara keseluruhan.

“Sekitar seperempat pasien anak dengan insomnia dengan gejala yang berat bahkan menggunakan obat tidur, meski tidak ada persetujuan dari US Food and Drug Administration untuk penggunaan obat tidur pada anak-anak,” ujar Dr Judith A. Owens dari Rhode Island Hospital dan Brown University, seperti dilansir dari ABCNews, Minggu (1/8).

Menurut Owens, prevalensi insomnia anak dengan gejala berat selama periode 1 bulan meningkat dari 8,4 persen pada pasien usia 2 tahun, 28 persen pada usia 6-12 tahun dan 32 persen pada usia 13-18 tahun.

Penggunaan obat untuk mengatasi gejala-gejala insomnia pada anak juga meningkat seiring usia, yaitu dari 3,5 persen pada usia 2 tahun, kurang dari 25 persen pada usia 6-12 tahun dan 29,2 persen pada usia 13-18 tahun.

Hal ini cukup beralasan, karena hampir semua gangguan kejiwaan dan gangguan perkembangan saraf pada anak-anak, termasuk depresi, ADHD dan gangguan autisme dapat dikaitkan dengan waktu tidur anak yang tertunda dan gangguan tidur, yang akhirnya menyebabkan kantuk di siang hari, kelelahan dan pola sirkadian tidur abnormal.

Tapi Owens mengingatkan penggunaan obat tidur untuk pasien insomnia anak sangat berbahaya. Efek jangka panjang penggunaan obat tidur pada anak justru dapat berisiko lebih besar.

Owens menyarankan, pada kebanyakan kasus, pengobatan dengan menggunakan hipnotis atau terapi penenang (sedating) dapat mengatasi gangguan kejiwaan sekaligus gejala insomnia (45 persen), yang akhirnya dapat meminimalkan efek samping.

dtc/ tiw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya